SOKOGURU - Menjelang Hari Raya Idul Fitri, umat Muslim diwajibkan untuk menunaikan zakat fitri.
Kewajiban ini bukan sekadar formalitas, tetapi memiliki makna spiritual yang mendalam serta dampak sosial yang nyata.
Zakat fitri berperan sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang kurang pantas selama Ramadan, sekaligus membantu mereka yang kurang mampu agar dapat merayakan Idul Fitri dengan layak.
Zakat fitri bukan hanya sekadar bentuk kepedulian sosial, tetapi juga merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Melalui amalan ini, dosa-dosa kecil yang dilakukan tanpa sengaja selama berpuasa dapat dihapuskan.
Seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi, zakat fitri berfungsi sebagai penyuci dari kesalahan-kesalahan kecil yang terjadi saat berpuasa, seperti berkata kasar, bergunjing, atau mencela orang lain.
Ibadah yang Sarat Keutamaan
Zakat fitri bukan sekadar memberikan makanan atau uang, tetapi memiliki proses yang jelas dalam ajaran Islam.
Selain membersihkan jiwa, zakat fitri juga memastikan bahwa setiap Muslim, terutama mereka yang kurang mampu, dapat menikmati kebahagiaan di Hari Raya.
Oleh karena itu, penting untuk memahami tata cara dan tujuan utama zakat fitri agar ibadah ini dilakukan dengan benar.
Berdasarkan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, zakat fitri memiliki dua fungsi utama.
Pertama, fungsi spiritual, yaitu membersihkan jiwa dari kesalahan-kesalahan kecil selama Ramadan.
Kedua, fungsi material, yaitu memberikan makanan kepada mereka yang membutuhkan agar bisa menikmati kebahagiaan Idul Fitri.
Kenapa Zakat Fitri dalam Bentuk Makanan?
Idul Fitri identik dengan makanan sebagai simbol perayaan setelah sebulan berpuasa.
Namun, bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki makanan untuk disantap?
Zakat fitri hadir sebagai solusi bagi mereka yang kesulitan mendapatkan makanan, sehingga semua orang bisa merasakan kebahagiaan di Hari Kemenangan.
Kisah Mengharukan di Balik Zakat Fitri
Ada kisah seorang anak yang bertanya tentang hukum puasa di hari Idul Fitri.
Setelah ditelusuri, ternyata pertanyaan itu muncul bukan karena ingin menambah ibadah, melainkan karena di rumahnya tidak ada makanan.
Inilah esensi dari zakat fitri, yaitu memastikan tidak ada yang kelaparan di hari raya.
Mayoritas ulama dari mazhab Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hambali berpendapat bahwa zakat fitri sebaiknya diberikan dalam bentuk makanan pokok.
Hal ini bertujuan agar penerima benar-benar dapat memanfaatkannya untuk kebutuhan pangan di Hari Raya.
Namun, mazhab Hanafi serta beberapa ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf Al-Qardhawi membolehkan pemberian dalam bentuk uang jika dianggap lebih bermanfaat bagi penerima.
Solusi Kompromi dalam Pemberian Zakat Fitri
Untuk menyesuaikan dengan kondisi zaman, pendekatan yang dapat diambil adalah tetap memberikan zakat fitri dalam bentuk makanan, sementara kebutuhan lain seperti pakaian atau perlengkapan bisa dipenuhi dari infak atau zakat mal.
Jika panitia menerima zakat dalam bentuk uang, sebaiknya uang tersebut dikonversi menjadi bahan makanan sebelum disalurkan kepada penerima.
Berdasarkan riwayat Abu Said al-Khudri, zakat fitri yang dikeluarkan di zaman Nabi selalu dalam bentuk makanan pokok dengan kadar satu sha’ (sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter).
Di Indonesia, makanan pokok yang umum adalah beras, sehingga zakat fitri dapat diberikan dalam bentuk beras dengan ukuran yang sama.
Konversi Zakat Fitri dalam Bentuk Uang
Jika ingin memberikan zakat fitri dalam bentuk uang, maka nilai yang diberikan harus setara dengan harga beras premium di pasaran.
Namun, tetap lebih disarankan untuk mengubahnya menjadi bahan makanan sebelum disalurkan.
Hal ini bertujuan agar zakat fitri tidak digunakan untuk keperluan lain yang tidak sesuai dengan tujuan awalnya.
Manfaat Sosial dari Zakat Fitri
Selain bernilai ibadah, zakat fitri juga menjadi bentuk nyata kepedulian sosial.
Dengan menunaikan zakat fitri, umat Muslim tidak hanya membersihkan diri, tetapi juga ikut serta dalam membangun kesejahteraan sosial.
Tradisi ini mempererat tali persaudaraan dan menciptakan keadilan sosial di tengah masyarakat.
Zakat fitri sebaiknya dikeluarkan sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri agar dapat segera dimanfaatkan oleh yang berhak.
Para sahabat Nabi biasanya menunaikannya dua hari sebelum Idul Fitri, yaitu pada tanggal 28 atau 29 Ramadan.
Hal ini memberikan kesempatan bagi panitia zakat untuk mendistribusikannya dengan baik.
Zakat fitri adalah amalan yang memiliki dampak luar biasa, baik secara spiritual maupun sosial.
Ibadah ini bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk kepedulian kepada sesama.
Dengan menunaikan zakat fitri secara benar, umat Muslim dapat kembali kepada fitrah yang suci, meningkatkan solidaritas sosial, serta memastikan bahwa semua orang dapat merayakan Idul Fitri dengan penuh kebahagiaan.
Oleh karena itu, mari siapkan zakat fitri kita sejak dini agar manfaatnya dapat dirasakan oleh mereka yang membutuhkan. (*)