JARGON ‘sustainability’ atau keberlanjutan kerap muncul dalam pemberitaan. Sebagian orang mulai mengetahui dan tidak asing dengan istilah ‘keberlanjutan’.
Dalam ekologi, sustainability berasal dari kata 'sustain' yang artinya 'berlanjut' dan 'ability' yang artinya 'kemampuan'.
Sustainability dapat diartikan sebagai sebuah sistem biologis yang tetap mampu menghidupi keanekaragaman hayati dan produktivitas tanpa batas.
Baca juga: Dukung ‘Green Financing’, BRI Perkuat Komitmen Terapkan Prinsip ESG
Istilah 'keberlanjutan' kerap dipandang sebagai sasaran manusia menuju keseimbangan ekosistem manusia itu sendiri (homeostasis).
Sementara itu, 'pembangunan berkelanjutan' mengacu pada pendekatan holistik dan proses sementara yang membawa kita pada titik akhir keberlanjutan."
Terlepas dari meningkatnya penggunaan istilah 'keberlanjutan', kemungkinan besar masyarakat akan mencapai kelestarian lingkungan, yang terus berlanjut, dalam kaitannya dengan degradasi lingkungan, perubahan iklim, konsumsi berlebih, pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tak terbatas dalam sistem tertutup.
Keberlanjutan Pertanian
Kini kata ‘keberlanjutan’ dilekatkan ke sejumlah bidang termasuk salah satunya bidang pertanian.
Pertanian berkelanjutan juga disebut sebagai salah satu instrumen penting dalam menjaga ketahanan pangan saat ini.
Pasalnya, pertanian berkelanjutan bisa menjadi solusi guna memenuhi kebutuhan pangan di tengah tantangan lingkungan dan lahan produktif yang semakin terbatas.
Salah satu langkah pertanian berkelanjutan yang dilakukan saat ini adalah budi daya tanaman hidroponik.
Tanaman hidroponik banyak dipilih sebagai metode penanaman karena efisiensi air yang tinggi, penggunaan lahan sedikit, dan hasil panen lebih cepat dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Satu wilayah yang menerapkan pengembangan dan budi daya tanaman hidroponik adalah Kampung Hijau Kemuning yang merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Curug, Kelurahan Binong, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Kampung Hijau Kemuning, Widi mengungkapkan bahwa budi daya tanaman hidroponik yang dilakukan warga Kampung Kemuning merupakan inisiatif warga karena menginginkan sebuah perubahan.
Baca juga: Program Penglolaan Sampah, BRI Peduli ‘Yok Kita Gas’ Sukses Dilaksanakan di 41 Kota
"Karena meski lahan yang ada di Kampung Hijau Kemuning itu sempit, dengan inisiatif tersebut, kami bisa mewujudkan lingkungan yang bersih, indah, rapi, dan hijau," ungkap Widi sebagaimana dilansir situs resmi BRI.
Widi menuturkan, salah satu fasilitas umum di wilayahnya yang tadinya hanya lahan kosong dan tidak terawat akhirnya dimanfaatkan untuk berkebun.
Lahan kosong tersebut dimanfaatkan oleh warga Kampung Hijau Kemuning untuk penanaman toga, sayuran, kunyit, dan bunga telang guna menunjang ketahanan pangan warga sekitar.
“Ada juga greenhouse untuk hidroponik, kemudian rambatan untuk menanam berbagai macam sayuran seperti oyong dan bunga telang yang dapat dimanfaatkan untuk produk-produk Kampung Hijau Kemuning," ungkapnya.
Budi Baya Tanaman Toga
Urban Farming yang dijalankan oleh warga Kampung Hijau Kemuning secara khusus dimanfaatkan warga untuk menanam tanaman obat-obatan keluarga (tanaman toga). Dulu istilah tanaman toga lebih populer dengan sebutan ‘apotek hidup’.
Widi pun menyebut bahwa dengan berbagai hasil dari tanaman hidroponik Kampung Hijau Kemuning bisa mendapatkan penghasilan sekaligus memberi manfaat yang besar bagi warga sekitar.
Hasil pengolahan tanaman hidroponik ini selanjutnya diolah untuk produk minuman kemasan alami pencegah penyakit, seperti minuman temulawak, kunyit asem, wedang jahe, empon-empon, beras kencur dan ekstrak jahe merah.
Baca juga: Salut, Terapkan Urban Farming, Anak Muda Bandung Sukses Manfaatkan Lahan Tidur
"Kami pun bisa menjual sayuran dan dari penanaman kunyit serta bunga telang, juga bisa dimanfaatkan untuk produk minuman tradisional, yakni kunyit asam dan teh bunga telang. Hasil dari jualan tersebut juga kami manfaatkan untuk pembelian bibit tanaman,” ungkapnya.
Masyarakat dapat membeli produk-produk hasil olahan Kampung Hijau Kemuning melalui instagram @hijaukemuning, ataupun membeli secara langsung ke lokasi.
Bantuan dari Program BRInita
Pertanian berkelanjutan yang dijalankan oleh warga Kampung Hijau Kemuning tak lepas dari andil
BRI melalui program BRInita (BRI Bertani di Kota). Dalam program ini, BRI menyalurkan bantuan Urban Farming berupa pembangunan fisik seperti rumah tanaman atau green house.
Tidak hanya pada bantuan infrastruktur urban farming itu sendiri, BRI juga melalukan pembinaan bagi penerima manfaat berupa pelatihan pengelolaan urban farming dengan menggandeng tenaga ahli/instansi terkait.
BRI juga melakukan monitoring kegiatan urban farming dan melakukan pengembangan hasil urban farming sehingga mampu menambah nilai ekonomis seperti penjualan, pengelolaan, packaging, dan pemasaran.
“Kami juga mendapatkan pelatihan untuk pengemasan produk-produk hasil tanaman dan membuat jenis kemasan yang tepat untuk masing-masing hasil panen,” imbuh Widi.
Pada kesempatan terpisah, Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto menambahkan, BRI terus mewujudkan komitmen tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan menyalurkan program-program yang secara yang secara nyata dapat mendorong perbaikan ekosistem lingkungan.
Program BRInita menjadi merupakan salah komitmen nyata BRI bagi pelestarian lingkungan di tengah kota yang memanfaatkan lahan sempit di wilayah padat pemukiman.
“Program ini tidak hanya di satu titik saja, tetapi di 21 titik di Indonesia. Dengan bantuan infrastruktur yang kami berikan, harapannya program ini secara kontinyu terus berjalan sehingga menjadi wadah positif bagi masyarakat," jelas Catur.
"Kisah inspiratif yang ditunjukkan oleh KWT Kampung Hijau Kemuning diharapkan dapat ditiru oleh kelompok-kelompok lainnya” tutur Catur. (SG-2)