DI sebagian masyarakat Indonesia terutama di pedesaan, masih percaya mitos seputar burung hantu.
Masyarakat di perkampungan masih banyak yang menganggap keberadaan burung hantu sebagai tanda kedatangan makhluk halus.
Tak hanya itu, kehadiran burung hantu dipercaya sebagai, pertanda musibah hingga kabar kematian.
Baca juga: Dengan SDM Handal, Kementan Siap Tingkatkan Produktivitas Padi dan Jagung Nasional
Bahkan ada sebagian masyarakat juga yang percaya jika memelihara burung hantu dapat mengurangi keberkahan.
Ternyata kehadiran burung hantu kerap dikaitkan dengan mitos tertentu. Namun kini justru kehadiran burung-burung hantu sangat ditunggu para petani di daerah Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel).
Rumah burung hantu dibangun di area persawahan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kini burung hantu telah dimanfaatkan sebagai salah satu penerapan pertanian cerdas lingkungan atau Climate Smart Agriculture (CSA).
Baca juga: Petani Milenial asal Subang, Jabar, Sukses Ekspor Serat Daun Nanas
Salah satu petani bernama Sudirman asal Banyuasin sukses memanfaatkan burung hantu dengan membangun rumah burung hantu atau ‘Rubuha’ yang dijadikan burung hantu (typo alba) sebagai predator dan pembasmi hama tikus yang merupakan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Sudirman tercatat sebagai pengembang Rubuha terbanyak di Indonesia serta aktif menggiatkan pelestarian burung hantu untuk pertanian.
Upaya Sudirman, petani di Desa Sumber Rejeki, Kecamatan Karang Agung Ilir. Banyuasin, telah membuahkan prestasi berupa Penghargaan Petani Inovatif 2022 dari Gubernur Sumsel, Herman Deru.
Baca juga: Lakukan Inovasi, Petani Muda asal Subang Olah Buah Nanas Jadi Kerupuk dan Sale
Sudirman adalah petani binaan SIMURP pada kelompok tani (Poktan) Sri Mulyo di Kecamatan Karang Agung Ilir yang juga Ketua Gapoktan Pangudi Mulyo di kecamatan yang sama.
Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) Dedi Nursyamsi bahwa petani Indonesia tidak boleh tertinggal, karena banyak inovasi teknologi dan mekanisasi dibuat untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
"Hama dan penyakit memicu kerusakan tanaman. Akibatnya, produktivitas menurun hingga gagal panen, maka dari itu, hama dan penyakit perlu dikendalikan apabila populasinya melampaui ambang ekonomi," katanya.
Salah satu upaya Kementan, kata Dedi Nursyamsi, dalam seminasikan pertanian ramah lingkungan melalui Program SIMURP, yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku petani, sehingga dapat mewujudkan pertanian yang maju, mandiri dan modern.
Direktur National Project Implementation Unit (NPIU) SIMURP, Bustanul Arifin Caya mengatakan Program SIMURP di Kementan merekomendasikan burung hantu sebagai penangkal hama tikus.
Hal itu mengacu pada penelitian bahwa burung hantu memiliki kemampuan memakan tikus per malam minimal tiga ekor dan tetap memburunya jika dilihat meski tidak dimakan.
Kemampuan utama burung, penglihatan yang tajam pada intensitas cahaya minim dan pendengaran peka mampu mendengar tikus cicit sekitar 500 meter.
Ketepatan burung hantu menyambar tikus sangat tinggi tanpa didengar mangsanya. Dengan kepakan sayap tanpa suara karena bulunya halus membuat burung hantu dikenal sebagai predator ulung untuk membasmi hama tikus..
Sudirman mengakui giat pelestarian burung hantu memberi banyak manfaat bagi petani penggiatnya yakni menekan pengeluaran biaya per hektare senilai Rp1 juta.
Selain itu, pemanfaatan burung hantu telah mengurangi pemasangan kawat setrum yang bisa mengakibatkan bahaya bagi pemasangnya atau petani lain; mengurangi risiko gagal panen (puso) mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) 100 menjadi IP 200. (SG-2)