DI tengah hiruk-pikuk urbanisasi Kota Bandung, Padaringan Leuweung Awi di Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru, muncul sebagai oase yang memadukan seni, budaya, dan lingkungan.
Dengan ornamen bambu dan konsep ramah lingkungan, tempat ini menjadi ruang publik unik yang menawarkan pengalaman berbeda, sekaligus menjaga tradisi Sunda tetap hidup.
Padaringan, yang merupakan akronim dari “Pakarangan Dapur Seni Budaya Sareng Ibing”, mengajak masyarakat untuk menikmati ruang terbuka dengan sentuhan lokal yang khas.
Baca juga: Pasar Padaringan, Cibiru, Bandung, Sajikan Seni, Budaya, dan Ekonomi di Bukit Mbah Garut
Inisiatif ini, didukung oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, menghadirkan suasana yang sarat makna.
Dok.Pemkot Bandung
Sentuhan Tradisional dengan Konsep Modern
Salah satu daya tarik Padaringan adalah sistem transaksinya yang unik.
Pengunjung menukarkan uang tunai dengan koin khusus yang tersedia dalam nominal Rp5.000, Rp10.000, dan Rp20.000.
Sistem ini tidak hanya menciptakan suasana tradisional tetapi juga mendukung keberlanjutan ekonomi lokal.
Baca juga: Pj. Gubernur Jabar Apresiasi Inovasi Desa Wisata Edukasi Cibiru Wetan, Kabupaten Bandung
“Ini menarik. Selain menjaga tradisi, koin ini memberikan pengalaman berbeda bagi pengunjung,” ujar A. Koswara, Penjabat Wali Kota Bandung, saat meninjau langsung Padaringan pada Minggu (17/11).
Dok.Pemkot Bandung
Padaringan Pusat Kuliner Sunda
Padaringan juga menjadi pusat kuliner Sunda, dengan 23 tenant yang menawarkan makanan tradisional.
Dari olahan nasi timbel hingga camilan khas seperti peuyeum dan dodol, setiap sudut menghadirkan rasa autentik Sunda yang menggoda selera.
“Kami memastikan pengelolaan sampah dilakukan dengan pemilahan yang baik, agar sejalan dengan visi ramah lingkungan yang kami usung,” tambah Koswara.
Ruang Publik yang Menghidupkan Budaya
Selain kuliner, Padaringan menjadi panggung seni dan budaya yang memperkuat identitas Sunda.
Berbagai kegiatan seperti pertunjukan musik tradisional, tarian, hingga pameran seni digelar untuk menghibur dan mengedukasi masyarakat.
Dok.Pemkot Bandung
Menurut Koswara, Padaringan adalah jawaban atas kebutuhan ruang publik yang dapat menyeimbangkan pembangunan kota yang semakin padat.
“Ini cara yang sangat bagus untuk memanfaatkan lingkungan sebagai ruang publik sekaligus menghimpun dan melestarikan kebudayaan,” katanya.
Baca juga: Perayaan HUT Ke-214 Kota Bandung Dongkrak Tingkat Hunian Hotel Capai 58,71 Persen
Namun, ia juga menekankan pentingnya promosi yang lebih luas dan peningkatan kualitas kegiatan budaya di tempat ini.
“Hiburan dan kegiatan budaya di sini harus terus diseleksi agar kelasnya naik dan kualitasnya meningkat,” imbuhnya.
Harapan untuk Masa Depan
Padaringan beroperasi dua minggu sekali, memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menikmati setiap keunikannya.
Pemerintah Kota Bandung berharap Padaringan menjadi model aktivasi ruang publik berbasis budaya dan keberlanjutan untuk wilayah lain di kota ini.
Dengan konsep yang memadukan tradisi dan modernitas, Padaringan Leuweung Awi tidak hanya menawarkan destinasi wisata baru.
Padaringan Leuweung juga menyuarakan pentingnya pelestarian budaya lokal di tengah tantangan zaman.
Ketika kaki melangkah di atas tanah Leuweung Awi, sembari menikmati alunan musik Sunda dan aroma hidangan khas yang menggoda, Padaringan memberikan lebih dari sekadar ruang publik.
Padaringan menjadi pengingat bahwa seni, budaya, dan alam adalah warisan yang harus kita jaga bersama. (SG-2)