SOKOGURU - Program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan di tingkat desa, belum berjalan maksimal di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Dari total 454 koperasi desa/kelurahan yang sudah terbentuk di wilayah ini, mayoritas masih belum aktif beroperasi.
Ketua Koperasi Merah Putih Desa Ngentak, Kecamatan Ngombol, Marnie, menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada dukungan modal maupun petunjuk teknis dari pemerintah pusat.
Baca Juga:
"Bagaimana bisa jalan, modal saja belum ada. Juknis pun belum turun," ujar Marnie.
Tak hanya itu, menurut Marnie, para pengurus koperasi juga belum menerima pelatihan teknis atau bimbingan manajemen koperasi yang memadai.
Pertemuan terakhir pada akhir Juli lalu, kata dia, hanya berisi sesi temu bisnis dengan beberapa BUMN seperti Pertamina dan Pupuk Indonesia.
“Untuk Bintek sama sekali belum direncanakan,” tegasnya.
Karena belum ada dana operasional, banyak pengurus koperasi terpaksa menggunakan uang pribadi untuk membiayai kebutuhan administrasi, mulai dari membuka rekening, membeli materai, hingga ongkos bensin.
“Banyak pengurus yang nombok sendiri, termasuk saya. Bahkan bensin buat wara-wiri saja dari kantong pribadi. Ini berat kalau terus-menerus tanpa dukungan konkret,” ujarnya dengan nada kecewa.
Baca Juga:
Minim Pembinaan
Marnie juga menyoroti pendekatan pemerintah dalam membentuk koperasi desa yang menurutnya terlalu terburu-buru dan hanya fokus pada pencapaian target angka.
“Saya merasa program ini dilakukan terburu-buru, terkesan hanya mengejar target jumlah koperasi untuk keperluan launching. Padahal kami di lapangan belum siap, baik dari sisi sumber daya maupun teknis,” katanya.
Ia berharap pemerintah pusat dan daerah tidak hanya memamerkan angka pembentukan koperasi, tapi juga memberikan pendampingan nyata agar koperasi benar-benar bisa memberi dampak pada kesejahteraan warga desa.
“Jangan cuma bangga sudah terbentuk 80 ribu koperasi, tapi tidak dipikirkan outcomenya. Bagaimana agar koperasi benar-benar bisa menyejahterakan warga desa, itu yang harusnya jadi fokus,” tambahnya.
Keluhan serupa juga datang dari salah satu pengurus koperasi desa di Kecamatan Bener, yang enggan disebutkan namanya. Meski koperasinya telah memiliki legalitas resmi, ia mengaku belum bisa menjalankan kegiatan apapun.
"Belum ada kegiatan, kalau legalitas sudah, tinggal modalnya belum ada. Masih bingung mau bagaimana nantinya," katanya singkat.
Manisnya Kata Pemerintah
Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya semangat gotong royong dalam membangun ekonomi kerakyatan.
Menurutnya, konsep koperasi desa ibarat lidi—lemah jika berdiri sendiri, namun menjadi kuat saat bersatu.
Inilah filosofi yang mendasari lahirnya Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) yang diluncurkan pada 21 Juli 2025 di Klaten, Jawa Tengah.
Program ini menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dalam menata ulang sistem ekonomi yang lebih adil dan berpihak pada rakyat.
Lewat koperasi, pemerintah ingin memperkuat rantai distribusi pangan, mendorong hilirisasi pertanian, dan menciptakan kemandirian ekonomi dari desa hingga kota.
Dorong Swasembada dan Kesejahteraan Petani
Juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Bidang Ekonomi, Fithra Faisal, menyampaikan bahwa KDMP/KKMP hadir sebagai solusi menyeluruh yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani, tapi juga membuka peluang usaha baru di pedesaan.
Petani selama ini menghadapi berbagai tantangan seperti harga gabah rendah, terbatasnya akses pasar, minimnya infrastruktur pengeringan dan penyimpanan, serta dominasi tengkulak.
Melalui koperasi dengan tujuh gerai wajib, seperti gerai sembako, apotek, klinik, simpan pinjam, cold storage, dan logistik, diharapkan nilai hasil pertanian bisa terjaga dan menekan rantai pasok yang selama ini merugikan petani.
“Ini adalah peningkatan ekonomi holistik dari desa ke kota, dari hulu ke hilir. Sifatnya lebih partisipatif dan bisa dirasakan oleh semua,” ujar Fithra.
Baca Juga:
13 Manfaat Strategis Koperasi Merah Putih bagi Desa dan Kelurahan
Program KDMP/KKMP diharapkan memberi dampak luas, antara lain:
- Meningkatkan kesejahteraan warga desa
- Menciptakan lapangan kerja
- Mempercepat pelayanan publik
- Meningkatkan partisipasi ekonomi masyarakat
- Modernisasi sistem koperasi
Baca Juga:
- Menurunkan harga di tingkat konsumen
- Meningkatkan nilai tukar petani (NTP)
- Memberantas peran tengkulak
- Memperpendek rantai distribusi
- Meningkatkan inklusi keuangan
- Mendorong UMKM sebagai agregator ekonomi
- Menekan angka kemiskinan ekstrem
- Menurunkan tingkat inflasi
Sambutan Positif dari Masyarakat Desa
Peluncuran KDMP/KKMP disambut antusias oleh warga, terutama ibu rumah tangga dan pelaku UMKM desa.
Mereka berharap koperasi mampu menstabilkan harga bahan pokok dan mengatasi praktik dagang yang tidak adil.
“Saya harap harga sembako bisa lebih murah dan terjangkau,” ujar Ibu Aseh, warga Jetis Boto.
“Kalau bisa, koperasi bantu rakyat kecil biar harga tidak dimainkan tengkulak,” tambah Ibu Yunika dari Mendangan.
Warga juga melihat koperasi sebagai sarana percepatan ekonomi desa dan tempat belanja murah yang mudah diakses.
Koperasi Bentangan Jadi Percontohan
Ketua KDMP Bentangan, Bambang Gunarsa, menjelaskan koperasi yang dipimpinnya terintegrasi dengan BUMN dan menyediakan berbagai layanan seperti sembako, LPG, pupuk, hingga layanan Pos. Semua barang dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Insyaallah kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi di koperasi ini,” jelas Bambang.
Baca Juga:
Dukungan APBN dan Regulasi Khusus
Dalam mendukung swasembada pangan dan pembangunan ekonomi desa, Presiden Prabowo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang percepatan pembentukan koperasi.
Hingga 1 Agustus 2025, sudah 81.147 dari total 83.762 desa/kelurahan yang membentuk KDMP/KKMP melalui musyawarah khusus.
Pemerintah memberikan skema pembiayaan koperasi melalui penempatan dana APBN di bank Himbara (BRI, BNI, Mandiri, BSI).
Hal ini memungkinkan koperasi mendapatkan pinjaman berbunga rendah 6% dengan tenor maksimal 6 tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa dana pinjaman berasal dari saldo anggaran lebih (SAL) dan bukan dari dana pihak ketiga.
Skema ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2025, yang menetapkan batas pinjaman hingga Rp3 miliar per koperasi, dengan operasional maksimal Rp500 juta.
Untuk memperoleh pinjaman, koperasi harus memenuhi enam syarat utama:
- Berbadan hukum koperasi
- Memiliki Nomor Induk Koperasi (NIKop)
- Memiliki rekening bank atas nama koperasi
- Memiliki NPWP
- Memiliki NIB
- Menyusun proposal bisnis rinci
Pinjaman juga membutuhkan persetujuan kepala daerah melalui musyawarah desa atau kelurahan, dan dapat menggunakan dana desa atau dana alokasi umum (DAU) sebagai jaminan pinjaman.
Baca Juga:
Jaminan Pemerintah dan Prinsip Kehati-hatian
Pemerintah juga memberikan intercept, yaitu jaminan atas pinjaman koperasi jika terjadi gagal bayar.
Dana untuk jaminan ini bersumber dari dana desa maupun DAU/DBH. Meski didukung penuh, proses penyaluran pinjaman tetap mengikuti prinsip kehati-hatian.
“Bank tetap wajib lakukan due diligence. Ini bukan soal jatah, tapi efektivitas membangun ekonomi desa,” ujar Menkeu.
Pemerintah juga mendorong sinergi antarinstansi dan keterlibatan BUMN dalam mempercepat implementasi koperasi berbasis potensi lokal.
Kepala desa atau lurah juga berperan sebagai pengawas dan pendamping pengembangan koperasi berbasis digital dan UMKM.
“Semua ini dilakukan agar kegiatan ekonomi desa bisa tumbuh secara tepat, terukur, dan berkelanjutan,” pungkas Sri Mulyani. (*)