BANK Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan buku kajian Inovasi Model Bisnis Pembiayaan Digital usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Peluncuran buku juga sekaligus menjadi simbol dimulainya Gerakan AKUBISA.
AKUBISA merupakan gerakan terpadu peningkatan akses UMKM yang mencakup temu bisnis, penyediaan database UMKM peningkatan literasi melalui kajian inovasi guna meningkatkan daya saing.
Demikian disampaikan Deputi Gubernur BI, Juda Agung, saat acara peluncurkan Buku kajian Inovasi Model Bisnis Pembiayaan Digital UMKM dan gerakan AKUBISA, Senin (24/6).
Baca juga: BSI Dorong Pembiayaan UMKM sebagai Tulang Punggung Ekonomi Nasional
“Buku ini disusun atas kerja sama BI dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyusun kajian model pembiayaan digital yang dapat menjadi referensi stakeholders dalam menerapkan pembiayaan,” ujarnya, seperti dikutip situs resmi Bank Indonesia.
Inovasi pembiayaan digital dapat menjadi solusi di tengah pembiayaan konvensional kepada UMKM. Proses pencairan yang dapat dipersingkat dan agunan yang lebih fleksibel dapat mengakomodasi karakteristik UMKM.
Juda mengatakan perbankan dan fintech sebetulnya telah menyediakan opsi tersebut, namun model bisnis yang ditawarkan beragam, sehingga diperlukan model generik untuk mengisi celah itu.
Baca juga: Dorong Pertumbuhan UMKM, Pembiayaan BSI Jangan Terpaku Angka Tapi Tekankan Kualitas
Lebih lanjut, ia menjelaskan, ada tiga hal untuk memperkuat peluang pembiayaan UMKM.
“Pertama, inovasi dalam pembiayaan UMKM memperluas alternatif model bisnis pembiayaan yang sejalan dengan kebutuhan UMKM serta sejalan dengan risk appetite Lembaga Keuangan,” imbuhnya.
Kedua, sambung Juda, digitalisasi tak hanya dari sisi pemasaran dan pembayaran tetapi juga pencatatan keuangan dan pembiayaannya. Dan ketiga adalah pentingnya akses terhadap informasi untuk mengurangi informasi asimetris antara Lembaga Keuangan dengan UMKM serta akses pasar.
Baca juga: Tips Pelaku UMKM untuk Mendapatkan Pembiayaan
Prospek cerah
Pada kesempatan yang sama, Deputi Komisioner OJK, Friderica Widyasari Dewi, memandang, cerah prospek pembiayaan UMKM. Porsi kredit perbankan kepada UMKM pada April 2024 hingga saat ini, menurutnya, masih sebesar 7,3% atau di bawah Rp1.400 triliun, sehingga terdapat peluang bagi Lembaga pembiayaan untuk mencapai Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) sebesar 30%.
“Namun potensi itu menjumpai tantangan UMKM yaitu permodalan dan SDM. Sinergi antar otoritas akan memberikan dampak besar bagi UMKM agar menjadi pilar utama ekonomi," ujar Friderica.
Kajian itu diharapkan memperluas cakupan alternatif untuk mencapai RPIM tersebut. Kajian mengidentifikasi dan mengonfirmasi pembiayaan generik yang dapat dimanfaatkan lembaga keuangan sebagai alternatif.
Friderica mengatakan temuan utama dari kajian itu adalah pentingnya akuisisi data nasabah dengan cara inovatif untuk mengurangi informasi asimetris antara UMKM dan lembaga keuangan.
“Implementasinya adalah pemanfaatan data konvensional dan alternatif untuk menentukan kelayakan debitur, serta pentingnya peran stakeholders dalam ekosistem pembiayaan digital,” jelasnya lagi.
Lembaga keuangan dapat menggunakan big data analytics yang dipadukan dengan machine learning untuk memprediksi repayment capacity calon debitur.
Kajian pembiayaan digital turut memuat analisis yang dilakukan lembaga keuangan, upaya mitigasi risiko, permasalahan tantangan yang dihadapi serta upaya untuk mengatasinya.
Harapannya, kajian ini dapat menjadi panduan industri keuangan untuk memperluas alternatif pembiayaan yang lebih inklusif.
Peluncuran buku kajian dirangkaikan dengan seminar yang mengusung tema Optimalisasi Pembiayaan UMKM melalui Transformasi Digital sebagai Pendorong Pertumbuhan UMKM yang Berkelanjutan.
Diskusi menekankan bahwa inovasi pembiayaan digital yang lebih adaptif dan inovatif dapat mengurangi informasi asimetris antara lembaga keuangan dan UMKM, sehingga mampu mengoptimalkan pembiayaan kepada UMKM dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (SG-1)