Humaniora

Tradisi Penting dalam Imlek Makan Malam ‘Duan Yuan Fan’ Simbol Kebersamaan Keluarga

Makna Duan Yuan Fan adalah ⁠simbol kebersamaan, persatuan dan keharmonisan keluarga. Selain itu, menghormati tradisi dan leluhur, serta  simbol harapan keberuntungan. 
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
29 Januari 2025
Menu yang biasa disiapkan untuk Duan Yuan Fan , makan malam bersama keluarga sebagai simbol kebersamaan, harapan keberuntungan. (Dok. chinahighlights)

TAHUN baru Imlek (Chinese New Year) pada dasarnya bukanlah hari raya keagamaan, tetapi lebih pada budaya sebagai ucapan syukur. Boleh dibilang semua orang keturunan Tionghoa boleh merayakan Imlek apapun agamanya.

 

Umumnya keluarga inti berkumpul, makan bersama, berdoa sesuai kepercayaan masing-masing. Bahkan di gereja Katolik setiap kali hari raya Imlek diadakan misa Imlek. 

 

Hal itulah yang dilakukan Fendi, 40, asal Singkawang, Kalimantan Barat yang saat ini tinggal di kawasan Tangerang, Banten. Ia mengaku selalu berkumpul dan makan bersama keluarga inti setiap kali Imlek, meski keluarganya sudah memeluk Kristen. 

 

Baca juga: Di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi Umat Bersembahyang Mohon Rezeki

 

Duan Yuan Fan  atau disebut juga reunion dinner, adalah salah satu tradisi paling penting dalam perayaan Tahun Baru Imlek. Makan malam ini biasanya diadakan pada malam sebelum Imlek (malam Tahun Baru Imlek) dan menjadi momen berkumpulnya seluruh anggota keluarga, baik yang tinggal dekat maupun jauh,” ujar pria yang bekerja di public relation ini kepada Sokoguru, Selasa (28/1).

 

Menurutnya, makna Duan Yuan Fan adalah ⁠simbol kebersamaan, persatuan dan keharmonisan keluarga. Selain itu, menghormati tradisi dan leluhur, serta  simbol harapan keberuntungan.


“Sebelum makan malam, keluarga biasanya melakukan sembahyang untuk menghormati leluhur, sebagai tanda penghargaan dan rasa syukur. Karena kami beragama Kristen, doanya ya secara Kristen,” imbuh Fendi.

 

Baca juga: Barongsai dan Liong Dance Meriahkan Imlek di Old Shanghai City, Jaktim


Seperti halnya Fendi, perempuan asal Malang, Jawa Timur bernama Widya,30 juga melakukan hal yang sama. Meskipun hampir seluruh anggota keluarganya beragama Katolik, Widya selalu mengambil cuti agar bisa pulang ke Malang untuk berkumpul dan berdoa bersama keluarga.

 

Bahkan ia selalu membuat meja persembahan yang berisi aneka menu khas wajib Imlek. Seluruh anggota keluarga berkumpul dan berdoa bersama sebelum makan.

 

“Doanya sih tetap secara Katolik bahkan pas hari Imlek, kita ke gereja, karena ada misa Imlek,” ujar karyawan sebuah perusahaan public relation ini.


Menu wajib 

Lebih lanjut, Fendi mengatakan, hidangan tradisional khas malam Imlek yang harus ada adalah ikan, terutama bandeng yang melambangkan kelimpahan dan keberuntungan sepanjang tahun. Bandeng bisa diolah sesuai selera.

 

Meja persembahan di keluarga Widya di Malang, Jawa Timur. (Dok. Widya)

 

Kemudian ada pangsit berwarna kuning emas simbol kemakmuran, Kue beras ketan yang melambangkan peningkatan atau kenaikan dalam hidup. Dan mie panjang umur melambangkan umur panjang dan kesehatan.

 

Baca juga: Menag Nasaruddin Umar Ajak Perayaan Imlek Jadi Momentum Membangun Bangsa

 

“Dalam tradisi Imlek, sangat dianjurkan untuk tidak memakan ikan sampai habis. Sebabnya, menyisakan ikan melambangkan surplus rezeki yang terus berlanjut. Hal ini sesuai dengan pepatah Tionghoa, Setiap tahun ada kelimpahan," tambahnya.

 

Selain ikan, ada sayuran  Yu Sheng sering disebut juga prosperity toss salad, adalah hidangan khas yang populer selama perayaan Tahun Baru Imlek, khususnya dalam tradisi komunitas Tionghoa di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Hidangan ini memiliki makna mendalam yang melambangkan keberuntungan, kemakmuran, dan kebersamaan.

 

Adapun jenis sayur yang disajikan haruslah warna-warni, seperi lobak, wortel, plum, tomat, ikan salmon, jeruk nipis. Kacang tanah tumbuh, plum manis, dan kerupuk warna-warni, serta minyak wijen. Intinya aneka jenis sayuran itu mencerminkan warna-warni.

 

“Semua orang bersama-sama mencampur Yu Sheng dengan sumpit, mengangkatnya tinggi-tinggi sambil meneriakkan 'Lo Hei' yang artinya melambangkan harapan yang tinggi untuk masa depan,” jelas Fendi lagi.

 

Begitu juga dengan buah. Jeruk, apel adalah buah yang wajib dihidangkan saat imlek. Begitu juga dengan kue keranjang dan dodol wajib ada di setiap keluarga.

 

“Semua serba manis, supaya hidup kita juga berjalan manis. Dalam Imlek, jeruk dan apel adalah buah yang wajib hadir karena mengandung makna doa yang mendalam. Jeruk melambangkan kekayaan dan kemakmuran, sedangkan apel melambangkan kedamaian dan kesehatan,” jelas Fendi. 

 

Di era modern, sambungnya, Duan Yuan Fan tetap relevan meskipun ada keluarga yang tidak lagi tinggal bersama. Bagi banyak orang, ini adalah satu-satunya kesempatan dalam setahun untuk bertemu sanak keluarga, sehingga momen ini sangat berharga.


 

Dilarang menyapu

 

Fendi mengatakan ada sejumlah pantangan yang tidak boleh dilakukan saat perayaan imlek. Salah satunya dilarang menyapu. Larangan itu dimaksudkan agar: Pertama, menghindari menyapu keberuntungan.

 

“Hari pertama Imlek dipercaya sebagai awal masuknya keberuntungan untuk tahun mendatang. Menyapu pada hari itu dianggap sama dengan menyingkirkan atau membuang keberuntungan yang telah datang.


 

Kedua, ⁠Simbol Membawa Sial Menyapu pada hari pertama Imlek juga dianggap membawa sial, karena diyakini dapat menyapu rezeki dan kemakmuran keluar dari rumah.


Ketiga, mempertahankan kelimpahan. Dalam budaya Tionghoa, hal-hal baik di awal tahun harus dipertahankan, termasuk keberuntungan. Oleh karena itu, segala aktivitas yang melambangkan membuang sesuatu dilarang, termasuk membuang sampah.

 

“Karena itu,  rumah dibersihkan secara menyeluruh sebelum hari pertama Imlek, biasanya di hari ke-28 atau ke-29 bulan lunar atau sebelum pukul 24.00 di malam Imlek. Proses ini melambangkan membersihkan nasib buruk dari tahun sebelumnya agar rumah siap menyambut keberuntungan,” jelas Fendi lagi.

 

Namun,  sambungnya, jika menyapu benar-benar diperlukan, ada tradisi yang menyarankan menyapu dimulai dari bagian tengah rumah ke arah pintu masuk, bukan ke arah luar, agar tidak ‘membuang’ keberuntungan.

 

“Larangan itu masih dilaksanakan sebagian orang Tionghoa, tetapi ada juga yang tidak melakukannya. Kalau di keluarga saya sih, kalau mau nyapu ya nyapu aja, cuma sampahnya dikumpulin di pojokan,” tutup Fendi. (Ros/SG-2)