SAAT meluncurkan teknologi pemerintahan (Government Technology/GovTech) Indonesia bernama INA Digital di Jakarta, Senin (27/5), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti adanya 27 ribu platform aplikasi di level pemerintah pusat maupun daerah yang tidak berjalan secara terintegrasi.
Kepala Negara pun menginstruksikan jajaran pemerintahan untuk berhenti menciptakan platform aplikasi baru per tahun 2024 guna mempercepat pelayanan publik dan meminimalisasi birokrasi yang rumit.
"Enggak akan mungkin tadi yang saya sampaikan—mempermudah, mempercepat—enggak. Tidak terintegrasi dan bahkan banyak yang justru tumpang tindih. Oleh sebab itu, perlu saya sampaikan, mulai tahun ini—sudah saya sampaikan di Januari yang lalu—berhenti membuat aplikasi baru," tutur Presiden, seperti dikutip situs resmi Sekretariat Negara (Setneg).
Baca juga: Bertemu Presiden Jokowi, RI-Microsoft Jalin Kerja sama Pengembangan Teknologi AI
Dengan nada geram, Presiden bahkan menyoroti adanya anggaran yang akan dipakai sebesar Rp6,2 triliun yang akan dipakai untuk membuat aplikasi baru.
"Di satu kementerian ada lebih dari 500 aplikasi," katanya dalam acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 di Istana Negara, Jakarta.
Dalam sambutannya, mantan Walikota Solo itu menekankan pentingnya kemudahan birokrasi pelayanan pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat.
Baca juga: Presiden Jokowi Bertemu Tony Blair Bahas Investasi Energi dan Transformasi Digital
"Kehadiran birokrasi itu harusnya melayani, bukan mempersulit dan bukan malah memperlambat sehingga seharusnya yang menjadi tolak ukur adalah kepuasan masyarakat, adalah manfaat yang diterima masyarakat, adalah kemudahan urusan masyarakat," ucap Presiden.
Selanjutnya, Kepala Negara menegaskan bahwa kehadiran GovTech INA Digital akan berperan penting dalam meningkatkan daya saing Indonesia dengan memperkuat digitalisasi sistem pelayanan publik. Presiden menjelaskan bahwa GovTech tersebut akan mengakselerasi integrasi sistem layanan digital di sejumlah layanan prioritas.
"Di situ ada layanan pendidikan, layanan kesehatan, ada layanan izin usaha, ada perpajakan, dan lain-lainnya. Memang ini adalah tahap awal kita memulai. Tapi enggak apa, saya kira migrasinya memang harus bertahap, yang penting dimulai dulu. ASN-nya, ASN digitalnya juga disiapkan," ujar Jokowi lagi.
Lebih lanjut, Presiden pun menginstruksikan jajaran pemerintah pusat dan daerah untuk bersama-sama melakukan integrasi dan interoperabilitas aplikasi dan data. Presiden menuturkan bahwa negara tidak akan maju jika pemerintah masih menggunakan praktik-praktik lama yang menghambat efisiensi.
"Tidak boleh ada lagi alasan ini dan itu karena merasa datanya milik saya, datanya milik kementerian saya, datanya milik lembaga saya, datanya milik pemda saya, enggak boleh lagi. Enggak akan maju kita kalau kita masih egosentrik, itu kita pelihara. Jadi sekali lagi, tinggalkan praktik-praktik lama, tinggalkan mindset-mindset lama," pungkas Presiden.
Turut mendampingi Presiden dalam kesempatan tersebut antara lain Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. (SG-1)