ERA digital telah membawa kemudahan dalam mengakses informasi bagi banyak orang.
Namun, kenyataannya tidak semua lapisan masyarakat menikmati kemudahan yang sama.
Bagi penyandang disabilitas, terutama mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau sensorik, tantangan dalam mendapatkan informasi masih menjadi masalah serius.
Baca juga: Kota Bandung Tegaskan Komitmen untuk Kesetaraan di Hari Disabilitas Internasional 2024
Ketimpangan ini menimbulkan urgensi bagi pemerintah dan sektor swasta untuk menciptakan solusi inklusif yang memungkinkan seluruh masyarakat, tanpa terkecuali, mendapatkan hak mereka atas informasi.
Menurut Syawaludin, Komisioner Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dari Komisi Informasi Pusat (KIP), pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan keterbukaan informasi bagi semua individu, termasuk penyandang disabilitas.
“Komisi Informasi Pusat berperan dalam memastikan semua individu, tanpa terkecuali, dapat mengakses informasi yang seharusnya mereka terima,” tegas Syawaludin.
Ia menekankan bahwa menyediakan informasi yang ramah disabilitas bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga langkah penting menuju pemerintahan yang inklusif.
Tantangan Aksesibilitas yang Masih Menghantui
Zulhamka Julianto Kadir, Direktur Bandung Independent Living (BIL), mengungkapkan bahwa penyandang disabilitas menghadapi berbagai hambatan dalam mengakses informasi dan layanan yang disediakan pemerintah maupun sektor swasta.
Beberapa tantangan utama meliputi:
1. Hambatan Fisik
Penyandang disabilitas fisik, seperti pengguna kursi roda, sering mengalami kesulitan mengakses bangunan atau fasilitas umum yang belum memenuhi standar aksesibilitas.
2. Hambatan Sensorik
Penyandang disabilitas sensorik, seperti tunanetra dan tunarungu, kesulitan mengakses informasi berbasis visual atau audio.
Situs web tanpa pembaca layar, video tanpa subtitle, atau audio tanpa transkrip adalah beberapa contoh hambatan yang sering mereka hadapi.
Baca juga: Pemkot Bandung Beri Penghargaan pada Perusahaan yang Dukung Penyandang Disabilitas
3. Kurangnya Teknologi Ramah Disabilitas
Meskipun teknologi digital terus berkembang, platform digital, aplikasi, atau situs web belum sepenuhnya mengintegrasikan fitur aksesibilitas, seperti navigasi yang ramah bagi penyandang disabilitas motorik atau perangkat pembaca layar.
4. Kekurangan Kebijakan dan Pelatihan Inklusif
Banyak institusi belum memiliki kebijakan inklusif atau pelatihan yang memadai bagi pegawai mereka untuk melayani penyandang disabilitas.
5. Stigma Sosial dan Diskriminasi
Selain tantangan teknis, stigma sosial terhadap penyandang disabilitas tetap menjadi hambatan besar, yang memperburuk akses mereka terhadap informasi dan layanan.
Teknologi sebagai Solusi Inklusif
Zulhamka menyoroti peran besar teknologi dalam mengatasi hambatan akses informasi bagi penyandang disabilitas.
Inovasi seperti aplikasi pembaca layar untuk tunanetra, subtitle otomatis pada video, hingga penggunaan bahasa isyarat dalam platform digital dapat menjadi solusi efektif untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
Baca juga: Pemkot Tangerang Salurkan Perkuat Layanan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas
“Teknologi memiliki potensi besar untuk membuka akses informasi yang setara bagi penyandang disabilitas. Inovasi ini adalah kunci untuk mengatasi hambatan yang selama ini ada,” jelas Zulhamka.
Komitmen untuk Masa Depan yang Lebih Inklusif
Untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, pemerintah, swasta, dan masyarakat umum perlu berkolaborasi dalam menciptakan kebijakan, infrastruktur, dan solusi teknologi yang ramah disabilitas.
Langkah ini tidak hanya akan memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih adil bagi semua.
Era digital seharusnya menjadi milik semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Sudah waktunya kita bergerak bersama menuju masa depan yang lebih inklusif dan setara. (SG-2)