Humaniora

KKP Jelaskan Mengapa Pelihara Ikan Alligator Gar Dilarang di Indonesia

Dalam operasi pengawasan dan penindakan, KKP mendapatkan 186 ikan berbahaya dan merugikan yakni terdiri dari arapaima, alligator gar, dan piranha. Semua  telah dimusnahkan dalam operasi tersebut.
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
18 September 2024
Ilustrasi (Dok. KKP)

DIREKTORAT Jenderal  Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSKDP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota, serta Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) dalam kurun dua tahun terakhir (2023-2024) telah melakukan 18 kali operasi pengawasan dan penindakan terkait pemelihara ikan berbahaya dan/atau merugikan.

 

Dalam operasi itu  ditemukan jenis ikan berbahaya tersebut di beberapa lokasi di DI Yogyakarta, Jakarta, Blitar, dan Pontianak. 

 

Hal itu disampaikan  Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP, Suharta, saat menjelaskan alasan tentang larangan memelihara ikan alligator gar di Indonesia

 

Baca juga: Ikan Tilapia Indonesia Potensial Jadi Primadona di Pasar Internasional

 

“Dalam penindakan itu, sebanyak 186 ikan berbahaya dan merugikan itu terdiri dari arapaima, alligator gar, dan piranha. Semua  telah dimusnahkan dalam operasi pengawasan tersebut,” ujarnya dalam rilis KKP.


Suharta mengatakan dalam operasi tersebut  tidak hanya penindakan, pihaknya juga melakukan upaya preventif melalui edukasi kepada pelaku usaha pembudi daya ikan, penghobi ikan hias, pedagang ikan hias, serta kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) mengenai larangan memelihara dan/atau melepasliarkan ikan berbahaya dan/atau merugikan. Terakhir kami lakukan di Blitar dan DIY,” ujar Suharta.

 

Ia berharap, melalui kerja sama dan partisipasi masyarakat dalam turut serta memusnahkan keberadaan ikan berbahaya dan/atau merugikan di Indonesia, ekosistem perairan Indonesia dapat terus terjaga. Hal itu sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan melalui Ekonomi Biru.

 

Baca juga: Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang Diharap Berdampak Positif untuk Masyarakat

 

Seperti diketahui, belum lama ini seorang kakek bernama Piyono,  di Malang mendapat vonis 5 bulan penjara akibat memelihara lima ekor ikan aligator gar di area kolam pemancingan miliknya. 

 

Kakek tersebut dinyatakan bersalah karena melanggar Pasa 88 juncto Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juncto Permen-KP RI Nomo1 19/Permen-KP/2020.

 

KKP pun menjelaskan alasan di balik pelarangan untuk memelihara dan memperjualbelikan ikan alligator gar di Indonesia. Disebutkan bahwa ikan pemangsa itu berpotensi membahayakan populasi ikan lain serta dapat merusak ekosistem perairan.

 

Baca juga: Atasi Krisis Pangan, Komisi IV DPR Bersama KKP Bagikan Benih Ikan Mas di Aceh Tenggara

 

Direktur Jenderal (Dirjen) PSDKP, Pung Nugroho Saksono, mengatakan, larangan tersebut telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 19/PERMEN’KP/2020 tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran, dan Pengeluaran Jenis Ikan yang Membahayakan dan/atau Merugikan ke Dalam dan Dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

 

“ikan Alligator Gar termasuk dalam jenis ikan yang membahayakan dan/atau merugikan yang bersifat buas atau pemangsa bagi ikan spesies lain apabila lepas di perairan Indonesia,” ujarnya dalam rilis KKP.

 

Alligator Gar, lanjutnya,  bukan ikan yang berasal dari Indonesia. Apabila ikan itu dilepas ke perairan umum, bisa mengancam penurunan populasi ikan lainnya dan akan merusak ekosistem perairan tersebut.

 

Ipunk, demikian Pung Nugroho, biasa disapa,  menambahkan, hingga saat ini sudah banyak kasus ekosistem perairan yang rusak akibat keberadaan ikan berbahaya maupun merugikan tersebut. 

 

“Di Waduk Sermo, Daerah Istimewa Yogyakarta, populasi ikan red devil telah mengalahkan ikan endemik waduk tersebut, di antaranya ikan nila, wader, nilem dan tawes,” ujarnya. 

 

Di Waduk Wonorejo, sambung Ipunk,  juga ditemukan ikan red devil yang menginvasi waduk tersebut. Kemudian pada sungai-sungai di Palembang, populasi ikan belida turut terancam punah akibat keberadaan ikan sapu-sapu.

 

Belum lagi ekosistem Danau Toba, danau terbesar di Indonesia, yang juga telah rusak akibat invasi ikan red devil, sehingga ikan batak, ikan mas, ikan jurung, mujair, pora-pora dan tiri-tiri kini langka ditemukan di perairan tersebut.

 

 

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta jajarannya untuk mengawasi ketat keberadaan ikan-ikan pemangsa yang membahayakan ekosistem perairan. 

 

Ia juga meminta jajarannya untuk terus mensosialisasikan larangan memelihara ikan-ikan tersebut agar masyarakat dapat memahami dampak buruk dari kerusakan ekosistem. (SG-1)