Humaniora

Kajian NFA-BPS: 68 kabupaten/kota di Indonesia Masih Rentan Rawan Pangan

Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan 17 target dalam SDGs, antara lain SDGs-1, menghapus kemiskinan dan SDGs-2, mengakhiri kelaparan.
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
04 Oktober 2024
Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kajian Analisis Kerawanan Pangan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Kewilayahan Tahun 2024 di Hotel Aston Simatupang Jakarta, Kamis (3/10). (Dok. Bapanas/NFA)

BERDASARKAN Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) tahun 2023, masih terdapat 68 kabupaten/kota di wilayah Indonesia Timur, wilayah Terdepan, Terluar, Tertinggal, dan Perbatasan (3TP) serta kepulauan yang rentan rawan pangan.

 

Angka itu menurun dari 2022 di mana masih terdapat 74 daerah rentan rawan pangan. 

 

Demikian disampaikan  Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA),  Nyoto Suwignyo, saat merilis  kajian Analisis Kerawanan Pangan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Kewilayahan Tahun 2024, di Jakarta, Kamis (3/10).

 

Baca juga: Peringati IDAFLW 2024, Bapanas/NFA Terus Membumikan Gerakan Stop Boros Pangan

 

Kajian analisis tersebut merupakan hasil kerja sama Bapanas/NFA dan Badan Pusat Statistik (BPS). Upaya ini ditujukan untuk mewujudkan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs), antara lain SDGs-1 menghapus kemiskinan dan SDGs-2 mengakhiri kelaparan.

 

"Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan 17 target dalam SDGs, antara lain SDGs-1, menghapus kemiskinan dan SDGs-2, mengakhiri kelaparan," ujar Nyoto saat membacakan arahan Kepala Bapanas/NFA Arief Prasetyo Adi, dalam rilis, Jumat (4/10). 

 

Lebih lanjut, ia memaparkan, Angka Prevalence of Undernourishment (PoU)  yang menunjukkan persentase penduduk Indonesia mengalami kekurangan asupan gizi, sehingga tidak memiliki energi cukup untuk hidup sehat, aktif, dan produktif, juga mengalami penurunan dari 10,21% di tahun 2022 menjadi 8,53% di tahun 2023. 

 

Baca juga: Kolaborasi KKP dengan Bapanas Tingkatkan Asupan Protein Nasional

 

Untuk itu, sambung Nyoto, agar pelaksanaan program/kebijakan dalam pengendalian kerawanan pangan terus berjalan tepat sasaran, diperlukan dukungan data spesifik kerawanan pangan yang berbasis pada karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dan kewilayahan sampai dengan tingkat individu.

 

"Analisis Kerawanan Pangan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Kewilayahan ini memberikan informasi terkait analisis kerawanan pangan yang spesifik, yaitu berdasarkan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dan karakteristik kewilayahan," imbuhnya. 

 

Adapun hasil analisis secara garis besar disajikan dalam bentuk peta tematik level nasional yang membandingkan keadaan kerawanan pangan provinsi dan peta tematik level provinsi yang membandingkan keadaan kerawanan pangan kabupaten/kota. 

 

Baca juga: Bapanas: Gerakan Pangan Murah Ciptakan Ekosistem Pangan yang Baik dari Hulu ke Hilir

 

Di samping itu, hasil analisis juga memberikan gambaran mengenai faktor yang berpengaruh terhadap kerawanan pangan dan risiko kerawanan pangan berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan kewilayahan.

 

Di sisi lain, hasil analisis secara nasional menunjukkan bahwa risiko rawan pangan terbesar ada pada karakteristik kemiskinan, pendidikan rendah, dan tidak adanya paket pelayanan stunting.

 

Hal ini juga menegaskan betapa pentingnya pengentasan kemiskinan, peningkatan pendidikan, serta peningkatan pelayanan stunting sebagai bagian dalam upaya mengatasi kerawanan pangan.  

 

"Kami berharap hasil analisis ini menjadi awal yang baik dalam menyiapkan rujukan program dan kegiatan intervensi pengendalian kerawanan pangan yang tepat sasaran," tambah Nyoto. 

 

Masukan bagi Pemerintah

Dalam kesempatan tersebut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, berharap, hasil analisis ini bisa menjadi masukan bagi kementerian/lembaga maupun Pemerintah Daerah untuk bisa mengawal pencapaian target SDGs melalui dua indikator utama yakni Prevalence of Undernourishment (PoU) dan Food Insecurity Experience Scale (FIES).

 

Dengan demikian, lanjutnya,  ke depannya kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui intervensi bantuan pangan dapat berjalan baik, tepat sasaran, dan bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemajuan bangsa dan negara. 

 

"Mudah-mudahan dalam rangka mendukung percepatan SDGs terutama pada 2030 kita akan bersama-sama untuk dapat mengurangi dan mencegah agar tidak terjadi kelaparan agar tidak terjadi rawan pangan dan lain sebagainya. Maka dari itu kebijakan intervensi bantuan pangan secara nasional mari bersama-sama kita kawal berdasarkan informasi data yang disajikan Badan Pangan bersama dengan BPS ini," ujar Ateng selaku pembicara kunci (keynote speaker). 

 

Diseminasi Analisis Kerawanan Pangan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Kewilayahan Tahun 2024 dihadiri secara hibrid oleh perwakilan dari Kemenko PMK, TNP2K, dan Dinas Pangan Provinsi se-Indonesia. 

 

Hadir pula mengisi panel diskusi Direktur Pengendalian Kerawanan Pangan Bapanas/NFA, Sri Nuryanti, Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Ahmad Avenzora, serta Asdep Penanganan Kemiskinan Kemenko PMK Katiman Kartowinomo. Acara tersebut dimoderatori Inspektur Bapanas/NFA Imron Rosjidi. (SG-1)