Humaniora

Hari Anak: Majelis Rakyat Papua Bisa Perjuangkan Kesejahteraan Perempuan dan Anak

Menteri PPPA memberi perhatian pada capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Ketimpangan Gender (IKG), dan Indeks Perlindungan Anak  (IPA) di Papua serta Papua Barat yang masih rendah. 
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
23 Juli 2024
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga melakukan dialog dengan Ketua dan Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan dalam kepengurusan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Jayapura, Senin (22/07). (Dok. Kemen PPPA)

PUNCAK peringatan Hari Anak Nasional 2024 dirayakan hari ini, Selasa (23/7) di Kota Jayapura, Papua. Pada Peringatan tersebut hadir Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo.

 

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga melakukan dialog dengan Ketua dan Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan dalam kepengurusan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Jayapura, Senin (22/07).  

 

Ia memberikan perhatian besar pada berbagai isu perempuan dan anak di tanah Papua seperti budaya patriarki yang kuat, isu kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih tinggi, dan ketertinggalan Papua berdasar indikator-indikator pembangunan manusia seperti Indeks Ketimpangan Gender dan Indeks Perlindungan Anak.

 

Baca juga: Hari Anak Nasional 2024: Bukan Sekadar Perayaan, Waktunya Bertindak!

 

“Majelis Rakyat Papua dan Pokja Perempuan memiliki kekuatan peran yang besar untuk mendorong implementasi kesejahteraan perempuan dan anak di Papua. UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua mengamanatkan pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) dengan anggotanya terdiri dari unsur-unsur perempuan, adat, dan agama,” ujar Menteri Bintang, dalam rilis Kemen PPPA, Selasa (23/7). 

 

MRP, lanjutnya,  hadir untuk memproteksi hak-hak dasar orang asli Papua dalam rangka memberikan kemampuan kepada orang asli papua  dalam pengambilan kebijakan pembangunan di Indonesia dan juga Papua, sesuai dengan tugas dan wewenang MRP menurut Pasal 20 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2001. 

 

UU Otonomi Khusus Papua terbaru, imbuh Bintang lagi,  adalah Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. 

 

Baca juga: Sambut Hari Anak, KKP Gandeng Kementerian PPPA Edukasi Anak-Anak Lewat Gemarikan

 

Tugas dan wewenang MRP dalam hal pemberdayaan perempuan dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2004 Tentang Majelis Rakyat Papua, Pasal 32 (1).b, Kelompok Kerja Perempuan mempunyai tugas melindungi dan memberdayakan perempuan dalam rangka keadilan dan kesetaraan gender.

 

 “Saya melihat Majelis Rakyat Papua, khususnya Pokja Perempuan memiliki kekuatan besar untuk memperjuangkan isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di pemerintah daerah,” jelas Menteri Bintang. 

 

Sebabnya, sambungnya, keberadaan MRP itu diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Baru kali ini MRP diketuai oleh perempuan sehingga saya titip ke Ibu Nerlince Wamuar Rollo agar Pokja Perempuan juga diberi perhatian khusus.

 

Ia pun berharap Pokja Perempuan dapat menjadi pendukung yang kuat untuk mencapai kesetaraan gender, pemenuhan hak perempuan dan anak, perlindungan hak anak serta pembaharu dalam cara berpikir untuk penyelesaian masalah perempuan dan anak dan komunikator di tingkat akar rumput. 

 

“Jangan sia-siakan kekuatan yang dimiliki untuk memperjuangkan kesejahteraan perempuan dan anak di tanah Papua,” tegas Bintang.

 

Lebih lanjut, Menteri PPPA memberi perhatian pada capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Ketimpangan Gender (IKG), dan Indeks Perlindungan Anak  (IPA) di Papua dan Papua Barat yang masih rendah. 

 

Capaian IPG Papua 81,04 dan capaian IPG Papua Barat adalah 83,61 di mana keduanya masih jauh dibawah angka nasional, yaitu 91,63. Untuk IKG, Papua dengan angka 0,515 dan Papua Barat dengan angka 0,537 masih berada dibawah angka nasional (0.459). 

 

Sementara untuk capaian IPA, Papua Barat adalah 55,9 dan Papua adalah 43,43 yang juga masih dibawah angka nasional yaitu 63.3. Menteri PPPA menyatakan Kemen PPPA dapat mempertimbangkan pendampingan dan kerjasama dengan MRP.

 

“Dari diskusi tadi, MRP sangat paham isu perempuan dan anak dari hulu sampai hilir. Pokja Perempuan sudah memiliki pendataan isu-isu perempuan, nah ini yang akan Kemen PPPA kawal. Kami tunggu dari Pokja Perempuan ada data terpilah perempuan dan anak, data perempuan dan anak yang sudah mendapatkan penanganan psikososial, dan data pendukung lainnya,” ujar Bintang lagi.  

 

Soroti dana alokasi nonfisik

Ada beberapa persoalan besar seperti IPG, IKG dan IPA yang masih rendah. Kemen PPPA juga menyoroti tentang Dana Alokasi Non-Fisik PPA di Papua yang kecil karena memang pelaporan di aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA)  juga sedikit padahal dana ini berkaitan untuk penanganan kasus. 

 

“Nah ini kami mendorong untuk perbaikan pelaporan di SIMFONI PPA. Jika ada kendala teknis bisa dilaporkan ke kami,” ucapnya.

 

Menteri PPPA juga menyambut baik rencana kerja sama Kemen PPPA, Dinas Pengampu isu perempuan dan anak di tanah Papua dan MRP lebih lanjut. FGD nanti, menurut Menteri PPPA, juga dapat dijadikan sarana untuk mengawal otonomi khusus tentang tugas dan fungsi MRP khususnya dalam hal prosentase anggaran dari anggaran otonomi khusus yang bisa diperjuangkan bagi penanganan isu perempuan dan anak. 

 

Hal ini menanggapi permasalahan kelemahan wewenang dan anggaran yang dilontarkan oleh Ketua MRP, Nerlince Wamuar Rollo.

 

Dalam kesempatan itu,  Menteri PPPA juga mengajak anggota Pokja Perempuan untuk lebih masif mengkampanyekan call centre SAPA129, dimana masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, laporkan melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129. (SG-1)