Humaniora

DPR Minta Pemerintah Tidak Buru-Buru Hapus Kelas BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan harus beroperasi berdasarkan prinsip gotong royong dan keadilan, sesuai dengan amanat konstitusi.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
06 Juni 2024
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago saat Rapat Kerja dengan Wakil Menteri Kesehatan RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (6/6/2024).  (Dok.DPR RI)

ANGGOTA Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago mengimbau pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan terkait penghapusan kelas peserta BPJS Kesehatan.

 

Menurut Irma, langkah tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan dan merugikan peserta BPJS, terutama yang berada di kelas 1 dan 2.

 

"Jika kebijakan ini diterapkan, akan terjadi penurunan kelas bagi peserta BPJS Kesehatan kelas 1 dan 2, sementara peserta kelas 3 akan mengalami kenaikan," jelas Irma.

 

"Hal ini berpotensi menciptakan ketidakadilan dalam sistem pelayanan BPJS Kesehatan," ujar Irma saat Rapat Kerja dengan Wakil Menteri Kesehatan RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

 

Baca juga: DPR RI Tegaskan Pasien BPJS Kesehatan Belum Sehat Tidak Boleh Dipulangkan Rumah Sakit

 

Asas Gotong Royong dan Keadilan Terancam

 

Irma menekankan bahwa BPJS Kesehatan harus beroperasi berdasarkan prinsip gotong royong dan keadilan, sesuai dengan amanat konstitusi.

 

"Konstitusi kita menyatakan bahwa BPJS harus berdasarkan asas gotong royong dan keadilan. Sistem KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) tidak sesuai dengan amanat konstitusi," tegasnya.

 

Ia juga menekankan pentingnya ketaatan pemerintah terhadap konstitusi, mengingat perubahan ini dapat mempengaruhi keseimbangan dalam layanan kesehatan.

 

"Ini amanat konstitusi, jadi jangan main-main dengan amanat tersebut. Pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan dampak dari perubahan ini," tambah Irma.

 

Dampak pada Peserta BPJS Kesehatan

 

Irma juga mengingatkan bahwa mayoritas peserta BPJS Kesehatan berada di kelas 3, sehingga perubahan ini bisa berdampak signifikan.

 

Baca juga: Para Takmir Masjid di Kota Yogyakarta akan Dapat Akses BPJS Kesehatan

 

"Sebagian besar peserta BPJS Kesehatan berada di kelas 3. Jika terjadi perubahan, akan ada ketimpangan dalam layanan dan pembayaran," jelasnya.

 

Ia menyoroti fakta bahwa 70% peserta BPJS Kesehatan aktif, sementara 30% lainnya masih nonaktif.

 

"Ini menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu diatasi sebelum menerapkan perubahan kelas," pungkas Irma.

 

Kurangnya Komunikasi dan Kajian Akademis

 

Selain itu, Irma mengkritisi kurangnya komunikasi dari pemerintah terkait kajian akademis tentang sistem KRIS.

 

"Katanya sudah ada kajian akademis, tapi tidak pernah dikomunikasikan dengan Komisi IX. Tiba-tiba sudah diumumkan dan didengungkan soal KRIS," ungkapnya sebagaimana dilansir situs DPR RI.

 

Peraturan Presiden (PP) Nomor 59 Tahun 2024

 

Perubahan kelas BPJS Kesehatan ini seiring dengan diterapkannya sistem KRIS di Rumah Sakit, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

 

Penerapan sistem ini sudah mulai berlaku sejak 8 Mei 2024 dan akan diterapkan sepenuhnya paling lambat hingga 30 Juni 2025.

 

Kritis terhadap Implementasi Sistem KRIS

 

Kritik utama dari Irma dan Komisi IX DPR RI adalah tentang keadilan dan kesiapan sistem baru ini.

 

Baca juga: DPR RI: Bedakan Perlakuan Peserta BPJS Kesehatan yang Enggan dan Tak Mampu Bayar

 

Perubahan yang terburu-buru tanpa kajian mendalam dan komunikasi yang baik bisa merugikan banyak pihak, terutama peserta BPJS dari kelas bawah.

 

Pemerintah diharapkan lebih berhati-hati dan transparan dalam mengimplementasikan kebijakan yang berdampak luas ini.

 

Irma Suryani Chaniago menekankan pentingnya asas keadilan dan gotong royong dalam setiap kebijakan terkait BPJS Kesehatan.

 

Ia juga mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru dan lebih transparan dalam setiap proses pengambilan keputusan.

 

Dengan pendekatan yang lebih hati-hati, diharapkan perubahan yang dilakukan dapat memberikan manfaat maksimal bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan tanpa menimbulkan ketidakadilan atau ketidaknyamanan. (SG-2)