GUNA merealisasi visi indonesia sehat dan mendukung pilar keenam transformasi kesehatan yaitu transformasi teknologi kesehatan, Integrasi dan digitalisasi data kesehatan menjadi perhatian penting bagi Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Untuk itu, Kemenkes memfasilitasi konektivitas, integrasi data, dan layanan kesehatan yang dapat diakses secara nasional.
Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dante Saksono Harbuwono menyampaikan hal itu pada acara Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia Policy Volume,di Gedung Tri Brata, Jakarta, Senin (11/11).
Baca juga: Kemenag dan Kemenkes Siapkan Layanan Kesehatan untuk Jemaah Haji 2025
Pada kegiatan yang mengusung tema Bright Prospect, Lingering Shadows: Toward an Inclusive Digital Transformation in Indonesia itu, Dante menekankan, pentingnya keberlanjutan dalam pengembangan transformasi digital.
“Salah satu langkah yang telah diambil oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1568/2024 tentang Sistem Monitoring Inventaris Logistik Kesehatan secara Elektronik,” ujarnya dalam keterangan resmi Kemenkes.
Lebih lanjut, ia menambahkan, kegiatan yang diselenggarakan oleh UNDP itu dapat memberikan masukan berharga bagi Kemenkes. Wamen Dante menekankan, pentingnya transformasi digital yang inklusif agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Baca juga: Cegah Stunting, Kemenkes Luncurkan Suplemen MMS untuk Ibu Hamil di Kota Bandung
“Bagaimanapun, berbagai kemajuan harus inklusif (dirasakan banyak orang), dan tidak boleh ada satupun yang tertinggal,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura, menggarisbawahi tiga hal yang menghambat proses publikasi kebijakan, yaitu kesenjangan digital, standar etika, dan polarisasi.
Menurutnya, transformasi digital dapat menjadi sarana efektif untuk menghubungkan berbagai kebijakan dengan masyarakat.
Baca juga: Resmikan RS Kemenkes Surabaya, Presiden Tekankan Masyarakat Berobat di Dalam Negeri
“Kita perlu mengatasi kesenjangan digital, memperkuat standar etika, dan melawan polarisasi dengan memanfaatkan transformasi digital bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Norimasa Shimomura juga menyampaikan empat hal yang menjadi perhatian UNDP terkait isu kesenjangan digital. Pertama, kesenjangan akses digital, yakni pengguna internet di Jakarta mencapai 84,7%, sementara di Papua hanya 26,5% untuk pengguna berusia di atas lima tahun.
Kedua, kesenjangan gender dan usia. Pada 2022, kesenjangan akses internet antara laki-laki dan perempuan mulai berkurang, yaitu sebesar 63,8% untuk laki-laki dan 63,5% untuk perempuan.
Namun, perempuan lanjut usia yang tinggal di daerah perdesaan dan perempuan dengan pendidikan formal yang lebih rendah masih menghadapi hambatan signifikan terhadap akses digital.
Ketiga, risiko disinformasi atau hoaks. Diperkirakan sekitar 82 juta penduduk Indonesia rentan terhadap propaganda digital, terutama menjelang Pemilu 2024. Gen Z, yang jumlahnya mencapai 27,94% dari total penduduk Indonesia, menjadi kelompok yang paling rentan.
Keempat, polarisasi dan efek ruang gema (echo chambers). Platform daring dapat memperkuat ruang gema politik, mengisolasi pengguna dalam kelompok dengan pandangan atau pemikiran yang sama, sehingga berpotensi memperdalam kesenjangan sosial dan membatasi terciptanya ruang dialog.
Menyikapi hal tersebut, Wamenkes Dante menyambut baik berbagai masukan terkait kebijakan kesehatan dari lembaga seperti UNDP. Menurutnya, masukan-masukan itu dapat memberikan gambaran mengenai kesenjangan digital di masyarakat yang sangat bermanfaat dalam proses penyusunan kebijakan.
“Bersama-sama kita dapat menjembatani kesenjangan digital, menjunjung tinggi standar etika, dan mengatasi polarisasi sosial, memastikan manfaat transformasi digital dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya. (SG-1)