DI tengah tantangan pengelolaan sampah perkotaan, Kelurahan Antapani Tengah muncul dengan inovasi kreatif yang berhasil menarik perhatian warganya.
Program ‘Abah Timi’—singkatan dari "Abdi Milah Sampah ti Bumi" yang berarti "Saya Memilah Sampah dari Rumah" dalam bahasa Sunda—diluncurkan sebagai langkah bijak untuk mengajak warga memilah sampah sejak dari rumah mereka sendiri.
Program ini lahir sebagai respons untuk mendukung gerakan ‘Kang Pisman’ (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) yang telah digaungkan Pemerintah Kota Bandung sejak 2019.
Baca juga: Cegah 'Overload' TPPAS Sarimukti, Pemda Jabar Gagas Gerakan Bandung Raya Kurangi Sampah
Menurut Lurah Antapani Tengah, Teguh Haris Pathon, Abah Timi adalah jawaban untuk mempermudah warga dalam menjalankan Kang Pisman dengan cara yang lebih praktis dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.
“Setelah berdiskusi dengan seluruh Ketua RW, kami merasa perlu adanya program pendukung yang lebih mudah diterima warga.” ucap Teguh dalam keterangan pers, Jumat (4/10).
“Dari sinilah ide Abah Timi muncul. Kami memperkenalkannya sebagai ‘ayah’ dari Kang Pisman, yang bertugas memastikan kebiasaan memilah sampah dimulai dari rumah,” ujar Teguh.
Penggunaan bahasa Sunda dalam nama program ini bukanlah tanpa alasan.
Teguh menambahkan bahwa dengan pendekatan bahasa lokal, warga diharapkan lebih mudah memahami dan menerima program ini sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Baca juga: Pemkot Bandung Bangun TPST di Gedebage, Solusi Baru Atasi Sampah Kota
Tak heran, sejak diluncurkan awal tahun 2020, ‘Abah Timi’ langsung mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
Kawasan RW 19: Pusat Edukasi dan Contoh Nyata
Salah satu strategi utama Abah Timi adalah menjadikan RW 19 sebagai kawasan percontohan dalam pengelolaan sampah mandiri.
Warga di kawasan ini diberikan pelatihan khusus tentang cara memilah sampah organik dan anorganik, hingga memanfaatkannya kembali dalam aktivitas sehari-hari.
Di sini, edukasi tentang pertanian juga diberikan untuk memanfaatkan sampah organik sebagai pupuk kompos, sebuah langkah yang memperlihatkan bagaimana siklus alami dapat kembali dimanfaatkan.
"RW 19 kami jadikan kawasan edukasi. Di sini, warga tidak hanya belajar memilah sampah, tetapi juga memanfaatkan sampah untuk pertanian," kata Teguh.
Kawasan percontohan ini bahkan telah menarik minat dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak TK hingga mahasiswa tingkat akhir.
Hebatnya, bukan hanya warga lokal yang datang untuk belajar, tetapi juga mahasiswa dari Korea Selatan yang tertarik untuk mempelajari pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Antapani Tengah.
Program Abah Timi telah berkembang menjadi lebih dari sekadar kampanye lokal—ia kini menjadi gerakan edukatif yang menginspirasi masyarakat dari berbagai belahan dunia.
Dampak dan Harapan Besar untuk Masa Depan
Melalui Abah Timi, masyarakat Antapani Tengah tidak hanya diajak untuk memilah sampah.
Masyarakat setempat juga dibekali dengan pemahaman bahwa pengelolaan sampah yang baik dapat berdampak besar bagi lingkungan dan generasi mendatang.
Baca juga: Bank Sampah Bersihkan Lingkungan dan Tingkatan Ekonomi di Kota Bandung
Dengan dukungan penuh dari warga dan pihak-pihak terkait, Teguh berharap program ini bisa menjadi contoh sukses yang dapat diterapkan di wilayah lain di Kota Bandung, dan bahkan di luar kota.
"Abah Timi adalah langkah kecil dengan dampak besar. Kami ingin program ini menjadi model yang bisa diadopsi oleh daerah lain." jelasnya.
"Jika setiap rumah memilah sampahnya, masalah sampah kota akan jauh lebih mudah diatasi," ujar Teguh penuh harap.
Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, Abah Timi menjadi simbol perubahan yang berakar dari rumah sendiri.
Abah Timi juga membawa Antapani Tengah ke garda depan dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan. (SG-2)