MAHKAMAH Konstitusi (MK) mencetak sejarah baru dengan menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Keputusan monumental ini tertuang dalam putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pada Jumat (3/1/2025).
Keputusan ini menjadi angin segar bagi demokrasi Indonesia.
Baca juga: MK Hapus Presidential Threshold, DPR: Babak Baru Demokrasi Konstitusional
Selama ini, aturan presidential threshold membatasi pencalonan presiden hanya untuk partai politik yang memiliki kursi minimal 20% di parlemen atau 25% suara sah nasional dalam pemilu legislatif.
Dengan penghapusan aturan ini, peluang pencalonan kini menjadi lebih terbuka, memberikan ruang bagi lebih banyak kandidat untuk bertarung di panggung demokrasi.
Respons DPR: Evaluasi UU Pemilu Menjadi Prioritas
Menanggapi putusan MK, Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan, menilai bahwa keputusan ini akan menjadi bahan penting untuk evaluasi dan revisi UU Pemilu.
Namun, menurutnya, langkah pertama adalah memahami isi putusan tersebut secara mendalam.
"Nanti perlu kita pelajari lagi secara lengkap putusannya. Putusan MK ini bagus sebagai bahan evaluasi untuk penyusunan UU Pemilu ke depan," ujar Wawan, sapaan akrab Ahmad Irawan, dalam keterangannya kepada wartawan.
Baca juga: MK Resmi Hapus Presidential Threshold, Aturan Pencalonan Presiden Berubah
Ia juga menegaskan bahwa sebagai pembentuk undang-undang, DPR harus menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Namun, Wawan memberikan catatan mengenai konsistensi MK, mengingat putusan kali ini berbeda dari sikap MK dalam 33 kali pengujian sebelumnya terkait presidential threshold.
"Sejarah dan waktu yang akan menguji apakah putusan ini benar-benar membawa kebenaran konstitusional," ujar politisi Fraksi Partai Golkar tersebut.
Landasan Putusan MK: Demokrasi yang Lebih Inklusif
Wawan mengidentifikasi dua alasan utama di balik putusan ini.
Pertama, keterbatasan alternatif pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ditawarkan kepada rakyat.
Kedua, adanya praktik nominasi oleh beberapa partai politik dalam pemilihan presiden yang dinilai membatasi pilihan pemilih.
Dengan adanya putusan ini, ia berharap revisi UU Pemilu nantinya mampu menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan membuka peluang lebih besar bagi calon presiden dan wakil presiden di masa depan.
Babak Baru Demokrasi
Keputusan MK ini tidak hanya mengubah aturan main politik, tetapi juga membuka lembaran baru bagi demokrasi Indonesia.
Baca juga: Komunitas ITB Deklarasikan Tolak Politik Dinasti dan Manipulasi Demokrasi
Kini, rakyat dapat berharap pada pemilu yang lebih kompetitif, dengan beragam pilihan kandidat yang mencerminkan aspirasi luas masyarakat.
Revisi UU Pemilu yang akan dilakukan DPR menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa perubahan ini benar-benar membawa manfaat nyata bagi demokrasi dan keterwakilan politik di Tanah Air. (SG-2)