Ekonomi

Standar Industri Hijau Tulang Punggung Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Penerapan Standar Industri Hijau (SIH)  merupakan salah satu instrumen yang akan menjadi backbone untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. 
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
02 Mei 2024
Kepala BSKJI Kemenperin  Andi Rizaldi mengemukakan, terdapat beberapa hal yang akan menjadi fokus pengembangan SIH ke depannya. (Dok.Kemenperin)

PADA Forum Industri Hijau Nasional Tingkat Provinsi dan Program Fasilitasi Sertifikasi Standar Industri Hijau, di Surabaya, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian Andi Rizaldi mengatakan Industri hijau dapat digunakan sebagai tools dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target yang telah ditetapkan.

 

“Kemenperin terus berupaya untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur yang menerapkan prinsip berkelanjutan. Salah satu upayanya adalah melalui kebijakan industri hijau yang secara garis besar sudah mencakup tiga pilar dalam aspek sustainability, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial,” ujarnya seperti dikutip kemenperin.go.id, Rabu (1/5).

 

Pengembangan industri hijau, lanjut Kepala BSKJI, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Peran aktif dari semua pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mendorong para pelaku usaha di sektor industri bertransformasi dari industri konvensional menjadi industri hijau melalui penerapan Standar Industri Hijau (SIH). 

 

Baca juga: Jatim Dorong Percepatan Industri Hijau dalam Forum Nasional Tingkat Provinsi

 

“Dengan penerapan industri hijau diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi,” imbuh Andi.

 

Forum Industri Hijau  yang diinisiasi oleh Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian diikuti lebih dari 100 peserta yang antara lain mewakili dari perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Tingkat Provinsi, pelaku industri di Jawa Timur, perwakilan Lembaga SIH, dan perwakilan Kementerian/Lembaga terkait. 

 

“Peran aktif semua pihak untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, lebih hijau, dan lebih berkelanjutan akan menjadi warisan positif untuk generasi mendatang,” terangnya lagi.

 

Baca juga: Menteri LHK Ajak Generasi Muda Ciptakan Solusi Berkelanjutan untuk Masa Depan

 

Penerapan SIH, sambung Andi,  merupakan salah satu instrumen yang akan menjadi backbone untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Social Development Goal’s/SDG’s), Environmental Social Governance (ESG), maupun Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, serta Net Zero Emission sektor industri manufaktur pada tahun 2050 atau lebih awal. 

 

“Kami akan mendorong SIH ini untuk memperkuat akses pasar, akses pendanaan, sekaligus pendorong pencapaian target dekarbonisasi,” tambahnya. 

 

Pengembangan SIH

Guna mencapai sasaran tersebut, Kepala BSKJI mengemukakan, terdapat beberapa hal yang akan menjadi fokus pengembangan SIH ke depannya. 

 

“Pertama, mendorong SIH agar dapat berperan signifikan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Green Public Procurement). Kedua, dapat bertindak sebagai safeguarding produk nasional dalam rangka menghadapi perubahan regulasi di negara tujuan ekspor terutama CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism). Sebagai contoh SIH terkait alumunium, baja, dan hidrogen.”

 

Ketiga, SIH diarahkan untuk menjadi salah satu instrumen dalam mencapai nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) guna memenuhi ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). 

 

Keempat, SIH diarahkan untuk dapat menjadi salah satu instrumen perdagangan internasional, baik sebagai NTM (Non-Tariff Measures) melalui pemberlakuan SIH secara wajib untuk menghadapi gempuran produk impor, juga menjadi salah satu faktor untuk pemenuhan kriteria ketentuan asal (COO) dalam kerangka kerja sama perdagangan bebas dengan negara mitra.

 

“Kelima, kami mendorong SIH turut berperan dalam pencapaian target industri prioritas sesuai program strategis Kementerian untuk meningkatkan daya saing sekaligus memenuhi komitmen negara dalam NDC dan NZE,” papar Andi.

 

 Lebih lanjut, Andi mengatakan, melalui Forum Industri Hijau Nasional, pihaknya juga mendorong para pembina industri di seluruh wilayah Indonesia agar dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan. 

 

Forum itu diharapkan dapat menjadi wadah untuk saling bertukar pengetahuan, peningkatan pemahaman dan kesadaran terhadap implementasi industri hijau, termasuk peran serta pemerintah daerah dalam memberikan stimulus insentif bagi industri untuk bertransformasi menjadi hijau.

 

“Di masa mendatang apresiasi kinerja industri hijau dalam bentuk penghargaan industri hijau tidak hanya diberikan kepada pelaku industri saja, tetapi juga pihak-pihak yang telah berkontribusi termasuk bagi pemerintah daerah yang telah berperan aktif dalam pengembangan dan transformasi industri binaannya menjadi industri hijau,” ungkap Andi.

 

Dalam rangkaian forum ini, Kemenperin juga meresmikan Program Fasilitasi Sertifikasi Standar Industri Hijau, yang merupakan salah satu upaya untuk membantu industri dapat bertransformasi menjadi industri hijau.

 

“Pada 2024, kami menargetkan 70 perusahaan industri yang dapat terfasilitasi Sertifikasi Industri Hijau. Di tahap I, sudah ada 48 perusahaan industri yang terdaftar sebagai penerima bantuan fasilitasi tersebut,” pungkasnya. 

 

Manfaat penerapan SIH

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Industri Hijau Apit Pria Nugraha menyampaikan beberapa manfaat penerapan SIH maupun keuntungan memiliki Sertifikat Standar Industri Hijau.

 

“Manfaatnya  antara lain meningkatnya keuntungan dan daya saing melalui peningkatan efisiensi atau produktivitas, meningkatkan citra perusahaan untuk skala nasional maupun global, serta meningkatkan kinerja perusahaan dari sisi energy bill, biaya utilitas, bahan baku, dan biaya pengelolaan lingkungan,” ujarnya.

 

Manfaat berikutnya, lanjut Apit, membuka peluang dan kemudahan akses pendanaan (green financing), terbukanya peluang pasar baru khususnya untuk pasar produk hijau atau produk berkelanjutan, berpartisipasi dan turut serta dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta mendorong dan mendukung percepatan program penurunan emisi GRK.

 

Dalam upaya mencapai peningkatan daya saing dan target pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2045, SDG’s, NDC Indonesia, dan NZE, maka perlu adanya percepatan penerapan dan transformasi industri manufaktur menjadi industri hijau.

 

“Untuk mendorong percepatan dan transformasi tersebut perlu adanya pemberian stimulus berupa fasilitasi insentif. Pemberian fasilitasi insentif baik fiskal atau non fiskal sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2018, yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah,” jelas Apit. (SG-1)