PROGRAM Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintahan Prabowo Subianto untuk mengurangi angka stunting di Indonesia, kini menjadi momok bagi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di sekitar sekolah.
Di Kota Bandung, situasi ini mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang kecil yang selama ini mengandalkan siswa sebagai pelanggan utama.
Di depan salah satu sekolah penerima program MBG, deretan gerobak penjual makanan seperti batagor, bakso, telur gulung, pisang ijo, dan cireng kini menghiasi trotoar.
Baca juga: Apakah Koperasi Siap Berperan Aktif dalam Program Makan Bergizi Gratis
Para pedagang ini, yang dulunya bisa bebas masuk ke halaman sekolah, kini terpaksa menjajakan dagangannya di luar pagar sekolah.
Andi, seorang penjual batagor berusia 21 tahun, mengungkapkan kegelisahannya.
“Sebelum ada program makanan bergizi, kami para pedagang bisa masuk ke halaman sekolah. Tapi sekarang, kami hanya boleh berjualan di luar,” ujarnya kepada Sokoguru.id Kamis (16/1).
Pendapatan Pelaku UKM Menyusut
Keputusan ini, menurut Andi, telah memangkas penghasilannya lebih dari setengah.
Baca juga: DPR Minta Program Makan Bergizi Gratis untuk Libatkan Warga Lokal
"Dulu sehari bisa dapat Rp 300 ribu, sekarang paling cuma Rp 100 ribu," keluhnya.
Nasib serupa dialami Parno, 50, seorang penjual bakso yang telah berdagang di area sekolah selama puluhan tahun.
“Sekarang hanya bisa berharap dari orang-orang yang lewat. Dulu bisa dapat banyak pesanan dari anak-anak sekolah,” ucap Parno.
“Tapi sekarang katering besar yang dapat untung, kita kecil makin terpuruk,” ungkap Parno.
Kondisi ini memicu pertanyaan di kalangan pedagang kecil. Mereka menganggap program MBG yang seharusnya menjadi solusi gizi, justru mengancam kelangsungan usaha mereka.
Baca juga: SDN Duren Sawit 14, Jaktim, Sambut Program Makan Bergizi Gratis dengan Antusias
"Kami berharap pemerintah punya solusi agar niat baik ini tidak malah mematikan usaha kecil seperti kami," tambah Parno.
Para pedagang berharap ada kebijakan yang lebih inklusif, yang tidak hanya mendukung gizi anak-anak tetapi juga mempertahankan kelangsungan usaha kecil yang telah menjadi bagian dari ekosistem sekolah selama bertahun-tahun.(Fajar Ramadan/SG-2)