KENAIKAN kurs dolar AS (USD) atas rupiah akhir-akhir ini serta eskalasi konfik Iran-Israel ditengarai akan mempengaruhi sektor energi nasional, khususnya yang berbahan bakar minyak.
Namun demikian, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi optimistis sektor energi masih stabil dan mengimbau agar tidak panik.
"Soal harga dolar itu memang baru-baru ini ya, kenaikannya masih fluktuatif. Kita harus berpikir positif," ujar Bambang ditemui usai kunjungan kerja ke PT Bukit Asam Tbk, Palembang, Selasa (17/4).
Baca juga: DPR RI: Pasokan Batu Bara Besar Bisa Jadi Solusi Atasi Krisis Energi Nasional
Dari sisi energi, ia menyampaikan bahwa parlemen bersama pemerintah sepakat untuk fokus mengawal Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbarukan.
Apalagi dalam rencana ke depan, menurut Bambang, Indonesia perlahan sudah mulai meninggalkan energi berbahan bakar fosil.
Hal ini selaras pula dengan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 telah sejalan dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).
Menurut pemberitaan di media massa, setidaknya dalam revisi kali ini, PLN berencana menambah porsi pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 75%.
Baca juga: Bertemu Presiden ADB, Menkeu Bahas Kerja Sama Uji Coba Pemensiunan Dini PLTB
"Kami pada dasarnya terus menggenjot seluruh pembangunan dalam RUPTL. Sebab nantinya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan berkaitan dengan ketersediaan energi," sebut Bambang sebagaimana dilansir situs DPR RI, Kamis (18/4)..
Selain itu, politikus Fraksi Partai Gerindra ini juga menyoroti keluhan PLN soal kelebihan suplai listrik nasional.
Menurut Bambang, hal ini perlu dikaji, sebab bertolak belakang dari fakta di lapangan, animo masyarakat terhadap program pasang listrik gratis dari Kementerian ESDM masih tinggi.
Baca juga: Menkeu: Pemerintah Indonesia Komitmen Dukung Transisi Energi
"Soalnya kami lihat saat (Kementerian) ESDM pasang listrik gratis masih banyak yang butuh. Itu artinya distribusi listrik masih kurang. Problem kita di situ. Nanti mungkin skema distribusi inilah yang perlu diperbaiki," jelas Bambang. (SG-2)