Ekonomi

Ketua Ikatsi: Jangan Hanya Fokus pada Sritex, Industri Tekstil Lain Juga Berisiko

Pemerintah harus melihat kondisi industri tekstil lainnya, bukan hanya Sritex. Dampaknya luas, bukan hanya bagi perusahaan tetapi juga bagi pekerja.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
31 Oktober 2024
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Kamis (24/10) akibat utang yang menumpuk.  (Ist)

INDUSTRI tekstil Indonesia kembali menjadi sorotan setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Kamis (24/10) akibat utang yang menumpuk. 

 

Putusan ini juga berdampak pada tiga anak perusahaan Sritex, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, yang turut mengalami kebangkrutan.

 

Ketua Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi) Jawa Barat, Shobirin F. Hamid, mengingatkan bahwa pailitnya Sritex seharusnya membuka mata berbagai pihak terhadap kondisi riil industri tekstil nasional. 

 

Baca juga: Sritex Resmi Pailit, Krisis Menyergap Industri Tekstil Indonesia

 

 

Menurut Shobirin, pemerintah tidak boleh hanya berfokus pada Sritex, tetapi harus memperhatikan perusahaan tekstil lain yang mengalami kesulitan serupa.

 

“Pemerintah harus melihat kondisi industri tekstil lainnya, bukan hanya Sritex. Dampaknya luas, bukan hanya bagi perusahaan tetapi juga bagi pekerja,” ujar Shobirin, Rabu (30/10).

 

Shobirin menyarankan agar pemerintah mendukung industri tekstil secara menyeluruh, misalnya dengan memperkuat rantai pasok dari hulu ke hilir, serta mendukung penerapan Tingkat Komponen 

 

Baca juga: Sritex Resmi Pailit, Krisis Menyergap Industri Tekstil Indonesia

 

Dalam Negeri (TKDN) agar lebih mandiri. Ia juga menekankan pentingnya adopsi teknologi ramah lingkungan dan praktik green production untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional.

 

Tegaskan Pemerintah Tidak Terlalu Ikut Campur

 

Shobirin juga menilai bahwa masalah yang dialami Sritex sebaiknya diselesaikan melalui jalur hukum, tanpa intervensi berlebihan dari pemerintah. 

 

Ia mengingatkan agar pemerintah tidak menggunakan dana publik untuk menyelamatkan perusahaan swasta yang mengalami masalah internal.

 

Selain itu, Shobirin menyampaikan bahwa tantangan sektor tekstil semakin kompleks setelah pandemi Covid-19, yang menyebabkan banyak perusahaan terpuruk. 

 

Hilangnya perusahaan tekstil BUMN juga dianggapnya melemahkan ekosistem industri tekstil dalam negeri.

 

Baca juga: PHK Massal di Industri Tekstil, Sinyal Bahaya untuk Ekonomi Indonesia

 

“Ketiadaan regulasi yang jelas dan dukungan konkret semakin memperburuk keadaan. BUMN tekstil sudah mati, dan RUU Sandang harus segera dirumuskan untuk memberikan payung hukum bagi industri ini,” tambahnya.

 

Harapan akan Pemulihan Industri Tekstil Nasional

 

Shobirin mengingatkan bahwa industri tekstil pernah menjadi pilar ekonomi nasional. 

 

Di masa lalu, wilayah seperti Majalaya bahkan dijuluki kota penghasil dolar berkat ekspor kain sarungnya. 

 

Untuk menghidupkan kembali kejayaan ini, ia menyarankan agar Indonesia fokus pada inovasi produk bernilai tambah seperti technical textile dan nano textile agar tidak hanya bersaing di produk massal yang didominasi Tiongkok.

 

Pemerintah diharapkan segera melakukan langkah konkret untuk mendukung pemulihan industri tekstil, antara lain dengan harmonisasi regulasi lintas kementerian, penerapan SNI wajib, dan kebijakan trade remedies untuk melindungi pasar dalam negeri dari produk impor. 

 

Selain itu, ratifikasi perjanjian perdagangan seperti IEU-CEPA dan US-AFTA dinilai mendesak, sementara kampanye ‘Cintai Produk Dalam Negeri’ juga perlu digalakkan.

 

Shobirin juga mengingatkan pemerintah untuk memikirkan nasib para pekerja yang terdampak PHK akibat pailitnya perusahaan-perusahaan tekstil. 

 

Ia berharap ada koordinasi antara kementerian terkait untuk menciptakan program-program yang dapat membantu para pekerja terdampak.

 

“Ini bukan hanya tentang industri, tetapi nasib ribuan orang yang kehilangan pekerjaan. Pemerintah harus hadir dengan solusi nyata,” tutupnya. (SG-2/Fajar Ramadan)