ANGGOTA Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menilai sistem produksi pangan Indonesia kacau dan tidak terarah, meski pemerintah telah mencanangkan target swasembada pangan pada 2028.
Kegaduhan terlihat dalam pengelolaan yang terkesan tumpang tindih di antara berbagai lembaga tanpa komando yang jelas.
Dalam kunjungannya ke Gudang Bulog di Sidoarjo, Jawa Timur, baru-baru ini, Firman mengungkapkan bahwa setiap lembaga, mulai dari Bulog hingga PT Pupuk Indonesia, terlibat dalam produksi pangan tanpa ada sinergi atau arahan yang terpusat.
Baca juga: DPR RI Dorong Visi Swasembada Pangan dan Energi Presiden Prabowo
"Bulog, PT Pupuk Indonesia, bahkan perusahaan turunannya semua terjun di bidang pangan dan kehutanan. Ini menandakan pemerintah belum punya sistem yang solid," ujar Firman.
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo. (Dok.DPR RI)
Firman berpendapat bahwa tanggung jawab produksi pangan seharusnya berada pada Kementerian Pertanian (Kementan), bukan di lembaga lain seperti Bulog atau Kementerian Kehutanan.
Ia menilai tugas Kementerian Kehutanan seharusnya fokus pada konservasi hutan, sementara PT Pupuk Indonesia berfokus pada ketersediaan dan stabilitas harga pupuk.
Bulog, katanya, sebaiknya hanya berperan sebagai penyangga stok dan pengendali harga pangan.
Baca juga: Anggota DPR Apresiasi Pidato Perdana Presiden Prabowo, Dukung Cita-Cita Swasembada Pangan
“Jika semua lembaga terlibat tanpa arahan yang jelas, ini menunjukkan pemerintah tidak siap,” lanjut Firman.
Ia mengusulkan agar Kementan diberi kewenangan penuh sebagai "komando" produksi pangan nasional, sementara lembaga lainnya hanya berfungsi sebagai pendukung.
Ia juga menyoroti peran Menteri Koordinator Pangan yang dianggapnya hanya berfungsi dalam konteks kebijakan politik.
Firman berharap Kementerian Pertanian diberi kendali penuh untuk merancang strategi pangan dari hulu ke hilir.
Dengan pendekatan ini, diharapkan setiap lembaga dapat bekerja secara terintegrasi di bawah arahan yang jelas.
Firman juga menyoroti masalah yang dialami oleh PT Pupuk Indonesia terkait pengelolaan pupuk yang menurutnya belum terselesaikan hanya karena urusan administrasi.
Sementara itu, Bulog, sebagai lembaga yang seharusnya berfungsi sebagai buffer stock, malah kesulitan bersaing di pasar karena terikat pada pasar bebas yang melibatkan importir dan pedagang besar.
Ia menambahkan bahwa jika Kementan menjadi pengendali utama, maka Bulog bisa melakukan transformasi kelembagaan yang memungkinkan mereka mengelola harga pangan secara lebih terstruktur.
Baca juga: Presiden ke-8 RI: Dalam Waktu 4-5 Tahun, RI akan Mampu Swasembada Pangan, Energi
“Jika ada impor, bahan masuk ke Bulog. Bulog bisa menentukan harga jual yang menguntungkan petani dan terjangkau bagi konsumen,” jelasnya.
Firman menutup pernyataannya dengan harapan agar pemerintah menetapkan batas harga atas dan bawah yang wajar, demi melindungi petani dari kerugian.
Selain itu, pemerintah memastikan masyarakat tetap dapat membeli bahan pangan dengan harga terjangkau. (SG-2)