PENUNJUKAN Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Koperasi di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menandai era baru bagi sektor koperasi di Indonesia.
Pemisahan Kementerian Koperasi dari UKM (Usaha Kecil dan Menengah) adalah langkah berani yang membawa harapan bahwa koperasi di Indonesia akan tumbuh menjadi kekuatan ekonomi besar, setara dengan negara-negara maju.
Namun, tantangan di balik ambisi ini tak bisa diabaikan, mengingat masalah mendasar yang selama ini menggerogoti sektor koperasi.
Baca juga: Menkop UKM Tekankan Pentingnya Transformasi Koperasi dan UMKM untuk Ekonomi Nasional
Pertama, pemisahan Kementerian Koperasi dari Usaha Kecil Menengah (UKM) menandakan pergeseran perspektif yang diharapkan membawa koperasi ke level yang lebih profesional dan berdaya saing global.
Selama ini, koperasi di Indonesia sering kali diasosiasikan dengan usaha kecil, padahal koperasi memiliki potensi untuk menjadi entitas ekonomi yang mampu bersaing di kancah internasional.
Langkah ini tentu ambisius, namun mengingat kondisi koperasi yang masih menghadapi banyak masalah struktural, pemisahan ini hanya akan efektif jika diikuti dengan reformasi besar-besaran.
Salah satu masalah utama adalah kepercayaan publik yang merosot terhadap koperasi.
Kasus-kasus penyalahgunaan dana dan pengelolaan yang buruk telah merusak citra koperasi di mata masyarakat.
Di sinilah tantangan besar bagi Budi Arie yang mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) muncul.
Pemulihan citra dan kepercayaan publik adalah tugas berat yang memerlukan reformasi dari tingkat tata kelola hingga penegakan hukum yang tegas terhadap oknum-oknum yang merusak sistem.
Baca juga: Seri Ke-2 Buku Kemenkop UKM: Koperasi Modern Dukung Hilirisasi dan Industri Menengah
Tanpa langkah-langkah konkret untuk menangani masalah ini, ambisi membangun koperasi besar yang setara dengan negara maju hanya akan menjadi slogan kosong.
Selain itu, digitalisasi koperasi menjadi salah satu fokus utama dalam program 100 hari pertama Budi Arie.
Upaya ini patut diapresiasi, karena koperasi memang membutuhkan modernisasi agar bisa bertahan dan berkembang di era digital.
Namun, tantangan terbesar dalam implementasi digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga kesiapan sumber daya manusia (SDM).
Banyak pengurus koperasi yang masih gagap teknologi dan belum siap mengadopsi sistem digital.
Tanpa investasi besar-besaran dalam pelatihan dan peningkatan kapasitas SDM, digitalisasi hanya akan menjadi jargon yang sulit diwujudkan.
Tidak kalah penting, rebranding koperasi harus diimbangi dengan pemahaman yang lebih luas di kalangan masyarakat tentang manfaat menjadi anggota koperasi.
Dengan jumlah anggota yang hanya mencapai 27 juta orang, angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi jumlah penduduk Indonesia.
Koperasi harus menjadi lebih menarik dan relevan bagi masyarakat, baik dari segi manfaat ekonomi maupun sosial.
Ini bukan tugas mudah, terutama di tengah persaingan dengan sektor privat yang lebih lincah dan agresif dalam menawarkan keuntungan ekonomi.
Baca juga: Hari Koperasi Songsong "Koperasi Maju, Indonesia Emas" Antara Tantangan dan Harapan
Program revitalisasi yang digadang-gadang juga harus mengatasi masalah koperasi-koperasi yang terbengkalai atau mati suri.
Banyak koperasi di Indonesia yang hanya ada di atas kertas, tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Kementerian harus memiliki mekanisme untuk mengidentifikasi koperasi yang masih memiliki potensi untuk direvitalisasi, serta berani mengambil keputusan untuk menutup koperasi-koperasi yang sudah tidak layak.
Dengan berbagai tantangan yang menghadang, Menteri Budi Arie harus bergerak cepat dan cermat.
Ambisi besar harus dibarengi dengan solusi yang konkret dan implementasi yang konsisten.
Jika tidak, mimpi untuk melihat koperasi Indonesia setara dengan koperasi besar dunia akan tetap menjadi angan-angan yang tak terwujud.(SG-2)