USAHA mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah lama menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, menyerap tenaga kerja dan menghasilkan produk-produk unggulan.
Namun, di balik potensi besar yang dimiliki, para pelaku UMKM dihadapkan pada kenyataan pahit: sulitnya menembus pasar internasional.
Alih-alih mendapatkan kemudahan akses, mereka terperangkap dalam belitan birokrasi yang memperlambat langkah mereka menuju ekspor.
Baca juga: Kemenkop UKM Akui Produk Impor Ilegal Matikan Sektor UMKM
Masalah ini tidak hanya muncul dari tantangan internal yang dihadapi oleh UMKM, tetapi juga dari aturan dan kebijakan pemerintah yang seolah tidak berpihak.
Bayangkan saja, sebuah produk sederhana seperti pisang harus melewati 21 jenis sertifikasi sebelum dapat diekspor.
Setiap enam bulan, mereka harus melakukan penyesuaian sertifikat—beban yang tentu saja berat bagi pelaku UMKM.
Regulasi ini seolah-olah menutup jalan para pelaku usaha kecil yang ingin berkompetisi di panggung global.
Lebih ironis lagi, ketika produk lokal dipersulit untuk keluar, produk asing dengan mudah membanjiri pasar dalam negeri.
Negara-negara seperti China bahkan menerapkan proteksi ketat terhadap produk kita, seperti sarang burung walet yang masuk daftar hitam.
Baca juga: Inilah Tips UMKM Lokal Hadapi Banjirnya Produk Impor
Sementara itu, produk mereka masuk ke pasar Indonesia tanpa hambatan, baik melalui platform digital maupun jalur perdagangan konvensional. Ini menunjukkan ketidakseimbangan perdagangan yang merugikan UMKM lokal.
Di sisi lain, potensi UMKM Indonesia sebenarnya sangat besar. Sektor ini tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga memiliki kapasitas untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar.
Namun, realisasi potensi ini terhambat oleh kurangnya dukungan yang konkret dari pemerintah, terutama dalam hal pengawasan dan perlindungan dari gempuran produk impor.
Upaya standardisasi produk dalam negeri sebenarnya bisa menjadi salah satu solusi, tetapi itu saja tidak cukup tanpa adanya kebijakan yang lebih proaktif untuk mempermudah akses UMKM ke pasar global.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab dalam pengawasan produk, juga perlu berbenah.
Baca juga: Menjaga Integritas Pasar dan Industri Nasional dari Produk Impor Ilegal
Jangkauan mereka saat ini masih sangat terbatas, hanya hadir di 76 kota dari total hampir 600 kota di Indonesia.
Ini jelas merupakan tantangan besar jika kita benar-benar ingin memberdayakan UMKM.
Tanpa kehadiran pengawasan yang menyeluruh, pelaku usaha kecil tetap terpinggirkan, sementara produk-produk impor terus merajai pasar.
Lebih jauh lagi, kolaborasi antara BPOM dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) harus lebih intensif untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi UMKM.
Salah satu langkah awal yang dapat diambil adalah mempermudah proses perizinan dan pengurusan sertifikasi.
Jika langkah-langkah ini dilakukan dengan serius, potensi pemberdayaan UMKM bisa meningkat secara signifikan, baik dari segi jumlah pelaku usaha yang terlibat maupun dari skala usaha yang mereka jalankan.
Namun, harapan ini akan tetap menjadi angan-angan jika kebijakan yang ada tidak diimbangi dengan keberpihakan nyata.
Pemerintah perlu menyadari bahwa UMKM tidak hanya butuh promosi atau bantuan modal, tetapi juga perlindungan dan kebijakan yang memudahkan mereka untuk berkembang.
Tanpa perubahan yang signifikan dalam birokrasi dan regulasi, UMKM Indonesia akan terus tertinggal, baik di pasar lokal maupun global. (SG-2)