SokoBisnis

PayLater Bikin Hidup Mudah atau Terjerat Utang? Generasi Muda Harus Waspada

PayLater bikin transaksi UMKM naik, tapi 40% penggunanya anak muda dan mahasiswa. Praktis, tapi bisa jadi jerat utang kalau dipakai tanpa kontrol penggunanya.

By Elda Laya Gusti Anjani  | Sokoguru.Id
01 Oktober 2025
<p>PayLater bikin belanja gampang, tapi bisa jadi jebakan utang kalau dipakai tanpa kontrol.</p>

PayLater bikin belanja gampang, tapi bisa jadi jebakan utang kalau dipakai tanpa kontrol.

SOKOGURU - Belanja makin gampang dengan sekali klik, cicilan bisa dibayar belakangan. Itulah daya tarik PayLater, fitur yang kini jadi primadona generasi muda di 2025. 

Dari beli tiket pesawat, ngopi di kafe, sampai jajan bakso, semua bisa dibayar pakai PayLater.

Bagi UMKM, fitur ini membawa angin segar. Banyak pelaku usaha kuliner, fashion, hingga travel mengaku transaksi melonjak karena konsumen lebih berani belanja saat ada opsi bayar belakangan. 

Bahkan, sejumlah UMKM online menjadikan PayLater sebagai andalan untuk mendongkrak omzet.

Namun, cerita tak selalu indah. Asosiasi Fintech Indonesia mencatat 40% pengguna PayLater adalah mahasiswa dan pekerja muda. 

Masalah muncul ketika cicilan kecil-kecil itu menumpuk jadi beban besar. Banyak anak muda yang awalnya hanya coba-coba, berakhir dengan tagihan ratusan ribu hingga jutaan rupiah tiap bulan.

Pakar ekonomi menilai, PayLater bisa jadi solusi sekaligus jebakan. Kalau dipakai bijak, PayLater bisa bantu cashflow pribadi. Tapi kalau hanya untuk gaya hidup, hasilnya bisa fatal. 

Fenomena ini menegaskan bahwa literasi finansial sangat penting. Tanpa kemampuan mengatur keuangan, generasi muda bisa terjerumus utang digital yang sulit dikendalikan.

Dampak Positif PayLater

1. Transaksi UMKM naik karena konsumen lebih percaya diri belanja.

2. Fleksibilitas keuangan untuk pengguna, bisa atur belanja tanpa langsung keluar uang.

3. Dorongan ekonomi digital → PayLater bikin cashless makin merata.

Risiko yang Mengintai

1. Utang menumpuk: cicilan kecil bisa jadi beban besar.

2. Kecanduan belanja: rasa “mudah bayar” bikin pengguna boros.

3. Generasi muda paling rentan: 40% pengguna adalah mahasiswa/pekerja awal karier.

4. Kurang literasi keuangan: banyak pengguna tak paham bunga & denda keterlambatan.

Fakta Menarik

2025: transaksi PayLater di Indonesia tumbuh 45% lebih tinggi dibanding tahun lalu.

UMKM online melaporkan omzet naik hingga 30% setelah menambahkan fitur PayLater.

Namun, keluhan utang macet juga meningkat, terutama dari pengguna di usia 18–25 tahun.

Fenomena PayLater membuktikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, fitur ini mendukung UMKM dan mendorong ekonomi digital. 

Di sisi lain, tanpa kontrol, generasi muda bisa terjebak dalam lingkaran utang. Bijak menggunakannya jadi kunci agar PayLater benar-benar bermanfaat, bukan menjerat.(*)