SOKOGURU, JAKARTA- Penguatan sektor halal merupakan salah satu pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Indonesia juga menjadi negara yang memiliki regulasi khusus terkait produk halal.
Hal itu menjadi bukti komitmen Pemerintah dalam membangun sistem halal nasional yang kokoh dan berdaya saing global.
Pendapat itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekonomi), Airlangga Hartarto, dalam Sarasehan Ekonom Islam Indonesia yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) di Jakarta, Kamis, 15 Mei 2025.
Baca juga: Halal Indonesia International Industry Expo 2025 Digelar 25–28 September Mendatang
“Sektor makanan dan minuman halal saat ini telah mewakili hampir 40% dari keseluruhan aktivitas ekonomi nasional,” ujarnya, dalam keterangan resmi Kemenko Ekonomi.
Dalam upaya memperkuat peran UMKM dalam ekosistem halal, sambungnya, Pemerintah memberikan kemudahan berupa sertifikasi halal secara gratis.
Sebelumnya, pelaku UMKM harus menanggung biaya dan proses yang cukup kompleks. Kini, melalui kebijakan yang pro-UMKM, proses tersebut dipermudah dengan pendekatan deklarasi mandiri dan transparansi komposisi produk.
Baca juga: Perkuat Ekonomi Syariah di Aceh, BSI Dorong UMKM dan Pariwisata Lokal Berkembang
“Pemerintah sudah mengambil keputusan melalui undang-undang bahwa untuk UMKM halalnya gratis dan diberi kewenangan untuk semacam self-assessment menyatakan halal, sampai dengan kewajiban untuk transparansi bahwa komponen pembuat makanan itu memang dari unsur-unsur halal,” jelas Menko Airlangga.
Pemerintah mengoptimalkan potensi ekonomi syariah nasional untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Sebagai salah satu prioritas nasional, pengembangan ekonomi syariah dilakukan secara inklusif melalui peningkatan investasi sektor industri halal, penguatan keuangan syariah, serta fasilitasi inovasi teknologi untuk mendukung ekosistem ekonomi berbasis syariah.
Baca juga: Trade Expo Indonesia (TEI) 2024 Fokus pada Pangan, Manufaktur, dan Produk Halal
Indonesia sendiri memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah global dengan jumlah penduduk muslim mencapai 245,97 juta jiwa pada tahun 2024.
Kontribusi ekonomi syariah dalam PDB tahun 2024 juga tercatat sebesar 46,71% yang menunjukkan bahwa sektor utama ekonomi syariah mampu menjadi pendorong pertumbuhan di sektor riil.
Berdasarkan State of the Global Islamic Economy Report 2023/2024, Indonesia juga menempati peringkat ke-3 dalam Global Islamic Economy Indicator.
Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menyoroti pentingnya kerja sama internasional dalam mendorong daya saing produk halal. Indonesia telah menjalin Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan berbagai negara.
Brunei Darussalam, Jepang, dan Korea Selatan termasuk dalam negara-negara yang mengapresiasi standar halal Indonesia yang dianggap mewakili kualitas dan proses produksi yang baik.
Terkait kerja sama internasional di sektor halal, Menko Airlangga mencontohkan tentang potensi besar Indonesia dalam industri haji dan umroh dengan kontribusi sekitar USD8 miliar per tahun ke Arab Saudi.
Nilai ekonomi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai peluang pasar bagi pelaku usaha nasional di Timur Tengah, terutama dalam penyediaan makanan, akomodasi, dan layanan pendukung lainnya bagi jamaah asal Indonesia.
Salah satu langkah konkret yang diusulkan, imbuhnya, yakni kerja sama sistem pembayaran digital antara Bank Indonesia dan otoritas moneter Saudi melalui QRIS.
“Kalau kita siapkan akomodasinya di sana, untuk 8 billion (miliar) ini sebagian bisa kita tarik pulang lagi ke Indonesia kalau misalnya kita menggunakan QRIS nya BI dengan Bank Central-nya Saudi sehingga para jamaah umroh dan haji bayarnya pakai QRIS saja. Jadi, uangnya balik lagi ke Indonesia,” jelas Menko Airlangga.
Kemudian dalam kesempatan tersebut Menko Airlangga juga menyinggung pentingnya pengelolaan risiko keuangan di masa depan, khususnya bagi masyarakat, termasuk para perempuan.
Ia memaparkan tentang peluncuran inovasi keuangan syariah berupa Bullion Bank atau Bank Emas, yang dikembangkan sebagai alternatif simpanan berbasis emas.
Menurutnya, emas terbukti menjadi aset yang stabil dalam setiap krisis dan menjadi pilihan utama masyarakat untuk menyimpan nilai.
“Bank Emas ini syariah compliant banget. Kenapa kita mau bangun Pegadaian? saya lihat emas itu dalam beberapa tahun terakhir dalam setiap krisis ternyata naik. Jadi bukan Dana Pihak Ketiga (DPK), dikembangkan, tapi emas yang ditaruh di Pegadaian itu naik,” tambah Menko Airlangga.
Selain itu di sisi hilirisasi, Menko Airlangga menyampaikan, Pemerintah terus mendorong pengolahan mineral strategis seperti tembaga dan emas untuk memperkuat cadangan devisa nasional dan membangun kemandirian industri.
Menko Airlangga menyampaikan bahwa Freeport Indonesia kini mampu memproduksi sekitar 70 ton emas per tahun, dan capaian ini dinilai dapat melampaui cadangan emas di beberapa negara tetangga.
Pemerintah memandang pentingnya mengelola emas sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko ekonomi dan penguatan sistem keuangan nasional berbasis aset riil.
Ajak Sinergi Akademisi, Birokrat, dan Praktisi
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menekankan, pentingnya sinergi antara tiga pilar utama ekonomi Islam, yaitu akademisi, birokrasi, dan praktisi, dalam mendorong terwujudnya sistem ekonomi Islam yang adil, inklusif, dan berlandaskan nilai-nilai syariah.
“Sinergi antara pilar akademisi, birokrasi, dan praktisi bisa membangun sebuah perekonomian yang tidak hanya sejalan dengan value Islam, namun juga pada akhirnya menciptakan suatu keadilan yang tidak konseptual tapi realita, dan kemudian menciptakan kemakmuran yang bisa dirasakan,” ujarnya, dalam keterangan resmi Kemenkeu.
Sri Mulyani menekankan ekonomi syariah memiliki spektrum yang luas, tidak hanya soal halal dan haram, tetapi juga mencakup prinsip-prinsip tata kelola yang berlandaskan nilai-nilai luhur, seperti amanah, integritas, fatonah, dan siddiq.
Nilai-nilai tersebut, katanya, merupakan fondasi penting dalam menciptakan sistem ekonomi yang membawa kemaslahatan bagi seluruh masyarakat.
“Nilai rahmatan lil alamin di dalam ekonomi syariah memberikan dan mendorong manfaat yang luas bagi masyarakat dan menjadi inspirasi untuk membangun sebuah tata kelola yang baik,” imbuh Menkeu.
Dalam kesempatan tersebut, Menkeu juga mengapresiasi kiprah IAEI selama dua dasawarsa yang telah memadukan kontribusi akademik dengan kebijakan publik.
Konvensi Nasional Ekonomi Islam pada tahun 2004 melahirkan cita-cita untuk menghadirkan sistem ekonomi yang adil, inklusif, dan sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Sejak saat itu, momentum lahirnya Ikatan Ahli Ekonomi Islam sebagai organisasi kumpulan intelektual untuk mengembangkan keilmuan di bidang ekonomi dan keuangan Islam terus berkembang.
Tak hanya bicara tentang akademik, tapi juga memberikan input kebijakan kepada pemerintah melalui berbagai riset dan kajian yang berbasis nilai Islam.
“Saya ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para pendiri IAEI, para senior, serta seluruh jajaran pengurus, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang telah mendedikasikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membangun dan mengembangkan IAEI, serta memikirkan bagaimana value Islam bisa menjadi sumber inspirasi tidak terputus,” tutup Menteri Sri Mulyani.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut antara lain yakni Wakil Presiden Indonesia ke-13 itu Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Sekretaris Kemenko Perekonomian. (SG-1)