SokoBisnis

Batik Indonesia Makin Kuat di Segmen Premium, Catat Potensi Transaksi Rp4,15 miliar di Who’s Next Paris 2025

Batik dan produk tekstil Indonesia dapat meningkatkan ekspor dan citra Indonesia sebagai salah satu pemain penting dalam industri fesyen berkelanjutan.

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
26 September 2025
<p>Sebanyak empat desainer batik nasional binaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Pelindo turut serta dalam pameran Who’s Next Paris 2025 di Parc des Expositions, Porte de Versailles, Paris, Prancis pada 6-8 September 2025. (Dok.  Atase Perdagangan RI Paris)</p>

Sebanyak empat desainer batik nasional binaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Pelindo turut serta dalam pameran Who’s Next Paris 2025 di Parc des Expositions, Porte de Versailles, Paris, Prancis pada 6-8 September 2025. (Dok.  Atase Perdagangan RI Paris)

SOKOGURU, PARIS- Partisipasi gemilang batik Indonesia dalam pameran fesyen terkemuka Who’s Next Paris 2025 di Parc des Expositions, Porte de Versailles, Paris, Prancis pada 6-8 September 2025 berhasil mencatatkan potensi transaksi sebesar USD250 ribu atau setara Rp4,15 miliar.

Produk dengan potensi besar adalah batik siap pakai dan aksesori berbasis tekstil. Pembeli dari Prancis dan Italia bahkan menunjukkan minat untuk menjadikan batik sebagai produk eksklusif di segmen fesyen premium.

Demikian dikatakan Atase Perdagangan (Atdag) RI Paris, Harry Putranto, dalam keterangan resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis, 25 September 2025.

Baca juga: Rayakan Hari Batik Nasional, Kemenperin Gelar Batik City Run di Yogyakarta 12 Oktober 2025

“Nilai tersebut diperoleh dari pemesanan langsung dan penjajakan kerja sama jangka panjang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Harry,  mengatakan, tercatat sebanyak 840 pembeli dan pelaku industri fesyen mengunjungi Paviliun Indonesia selama pameran. 

Para mitra potensial ini mayoritas berasal dari Prancis, Italia, dan Jerman. Selain itu, terdapat pembeli dari kawasan Amerika Selatan, Amerika Serikat, Afrika, dan Timur Tengah.

Baca juga: Gelar Batik Nusantara Dibuka, Kemenperin Tekankan Transformasi Industri Batik Menuju Pasar Generasi Muda

Ia menekankan pentingnya momentum promosi ini untuk menunjukkan cita rasa premium pada produk-produk batik. Who’s Next Paris 2025 menjadi ajang yang tepat karena dihadiri pembeli potensial berselera tinggi.

“Partisipasi Indonesia dalam Who’s Next Paris 2025 merupakan momentum penting untuk memperkuat posisi batik di pasar global, khususnya di Eropa. Respons positif para pembeli potensial membuktikan bahwa produk kita mampu bersaing di segmen fesyen premium yang menekankan keberlanjutan,” imbuh Harry.

Partisipasi Indonesia dalam Who’s Next Paris 2025 difasilitasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris melalui Atdag RI Paris yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan PT Pelindo.

Baca juga: Batik Sekar Rinambat Jadi Primadona di ‘Bojonegoro Wastra Batik Festival 2025’, Ramai Diserbu Pengunjung!

Paviliun Indonesia pada Who’s Next Paris 2025 menempati area seluas 38 m2. Sebanyak empat desainer batik nasional binaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Pelindo turut serta dalam pameran ini, yaitu Rosita Batik Shibori, Parang Kencana, Batik Marunda, dan Batik Gobang. Keempat peserta mengusung inovasi desain dan teknik pewarnaan alami (eco-dyeing) ramah lingkungan. 

 

Kemampuan Beradaptasi

Selain batik siap pakai, para desainer juga menampilkan produk aksesori dan kain batik. Kategori produk ini dipilih untuk memperkenalkan keluwesan batik yang dapat diolah sesuai kebutuhan pasar. 

“Batik memiliki nilai artistik yang tinggi sekaligus kemampuan beradaptasi dengan tren global. Kelebihan ini menjadi modal penting untuk bersaing di pasar fesyen premium internasional,” ujar Harry.

Menurutnya, perhatian para pengunjung terhadap batik Indonesia menunjukkan bahwa produk fesyen Indonesia tidak hanya diminati karena keindahan motifnya, tetapi juga karena proses membatik yang dapat diterapkan pada berbagai material serta nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Industri fesyen global kini, sambungnya,  mencari produk yang memadukan nilai budaya dengan prinsip keberlanjutan. Oleh karena itu, strategi partisipasi Indonesia dalam pameran internasional selanjutnya dapat difokuskan pada peningkatan kualitas produk, penguatan narasi budaya, serta promosi keberlanjutan. 

Fokus ini penting agar batik dan produk tekstil nasional semakin dikenal sebagai bagian dari gerakan fesyen global yang berkelanjutan (global sustainable fashion).

“Dengan sinergi lebih erat pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan-badan usaha milik negara, dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), kami optimistis batik dan produk tekstil Indonesia dapat meningkatkan ekspor dan citra Indonesia sebagai salah satu pemain penting dalam industri fesyen berkelanjutan,” pungkas Harry.

Sementara itu, pemilik Rosita Batik Shibori yang ikut serta dalam pameran, Budi Setiawan, mengapresiasi, dukungan pemerintah untuk mempromosikan batik. Ia mendapati pengunjung Paviliun Indonesia, yang mayoritas adalah pembeli dan pemilik toko butik, menaruh antusiasme terhadap inovasi pewarnaan alami batik menggunakan teknik shibori.

“Pameran ini memberikan kesempatan besar bagi kami untuk memperkenalkan batik shibori sebagai kreasi kontemporer yang dapat diterima pasar internasional. Para pengunjung sangat antusias dengan inovasi pewarnaan alami yang kami hadirkan,” ungkap Budi.

Pameran tersebut berhasil menarik lebih dari 50 ribu pengunjung serta diikuti 1.200 merek internasional. Antusiasme tersebut menunjukkan besarnya minat pasar internasional terhadap produk batik Indonesia sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pemain penting di industri fesyen global yang menekankan aspek keberlanjutan.

Pada Januari–Juli 2025, total perdagangan Indonesia dengan Prancis mencapai USD1,48 miliar. Ekspor Indonesia ke Prancis adalah USD651,8 juta atau meningkat 20,28 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024. 

Sementara itu, pada 2024, total perdagangan Indonesia dan Prancis adalah USD2,41 miliar. Ekspor Indonesia ke Prancis pada periode tersebut adalah sebesar USD938,70 juta. (SG-1)