SOKOGURU: Di dalam agama Islam, ibadah shaum di bulan Ramadhan merupakan salah satu ibadah yang memiliki kedudukan yang sangat penting, sebagai bagian dari ketaatan seorang muslim kepada Tuhannya yaitu Allah SWT.
Ibadah shaum sesungguhnya memiliki makna dan signifikansi yang mendalam dalam konteks spiritual dan sosial.
Dalam literatur fiqih, shaum secara bahasa memiliki arti Al-Imsak (menahan diri dari sesuatu).
Baca juga: Ustad Moch.Fadlani Salam: Mewujudkan Masyarakat Adil dan Sejahtera Melalui Ibadah Maaliyah
Adapun secara istilah syariah, shaum adalah menahan diri dari makan, minum (puasa), dan hubungan suami istri, yang kesemuanya itu tidak terlepas dari keterlibatan hawa nafsu dalam jiwa.
Ustad Moch.Fadlani Salam. (Dok.Pribadi)
Setiap manusia di dunia ini, dalam jiwanya memiliki hawa nafsu yang positif, dan juga hawa nafsu yang negatif (syahwat).
Maka di antara manfaat yang bisa didapatkan oleh orang yang menjalankan shaumnya dengan benar adalah akan menurunnya syahwat negatif dalam jiwanya, sehingga dapat menghindari diri dari keinginan-keinginan buruk, dan bisa lebih konsentrasi untuk mengerjakan pekerjaan yang akan mendatangkan kebaikan dan ridho dari Allah SWT.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Imam Al-Maraghi dalam tafsirnya (Lihat Terj. Tafsir Al-Maraghi 2:127).
Ketika seseorang sedang beribadah shaum, maka ia sedang berusaha menahan diri dari syahwat negatif, dan juga menahan diri dari hal-hal lain yang bisa menggugurkan amalan shaumnya, seperti dari godaan setan, dan dari kehidupan dunia yang mengarah pada keburukan.
Ini semua merupakan musuh yang harus dilawan oleh manusia. Maka saat menjalankan ibadah shaum, saat itu lah kita melatih jiwa kita.
Imam Al-Ghazali juga pernah menjelaskan bahwa musuh manusia itu ada tiga, yaitu: dunianya, setannya, dan nafsunya.
Jagalah diri dari dunia dengan zuhud, dari setan dengan melawannya, dan dari hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat. (Lihat: Ihya Ulumuddin, III: 66).
Di antara faktor keberhasilan manusia dalam beramal atau dalam pekerjaan di bidang apapun adalah, bahwa bagaimana ia bisa menghadapi musuhnya, dan disinilah hakikat sebuah perjuangan.
Misi musuh adalah selalu menghambat keberhasilan dan menghancurkan. Maka dari itu, tugas kita adalah kenali musuh dan bagaimana cara melemahkannya atau mengalahkannya.
Selain itu juga bahwa keberhasilan hidup yang utama bagi seorang muslim yaitu bisa selamat di dunia dan akhirat. Imam Ghazali merangkum musuh yang bisa mencelakakan kita ada tiga.
Dunia sejatinya adalah tempat dan ladang amal, tetapi jika kita tidak hati-hati maka ia bisa mencelakakan kita. Zuhud adalah senjata menghadapinya.
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia, hanya tidak menjadikan dunia semata sebagai tujuan, tapi sebagai wasilah untuk menggapai keberhasilan dunia dan akhirat.
Kemudian, pada saat kita mendengar istilah “jin” ataupun “setan”, maka dalam benak sebagian orang muncul rasa takut dalam menghadapinya. Hal ini tidak sepenuhnya salah, karena memang banyak faktor yang dapat menimbulkan hal tersebut.
Padahal, kita sebagai manusia dan mereka sama-sama merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibebani hukum untuk beribadah kepadaNya (Lihat QS. Adz-Dzariyat [51]:56).
Di satu sisi, manusia kadang tahu bahwa setan adalah musuh utama, tapi tidak sedikit manusia yang tidak menyadarinya, dan bahkan malah berkawan dengannya.
Maka posisikanlah setan itu sebagai musuh dan lawanlah semua ajakannya (Lihat QS. Fathir [35]:6).
Demikian juga dengan hawa nafsu yang negatif, sering sekali membawa kita kepada berbagai keburukan.
Penyakit inti dari hawa nafsu yang negtif adalah syahwat, yang mana syahwat selalu condong untuk mendahulukan kemaksiatan daripada ketaatan kepada Allah swt, maka hadapilah hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat.
Mari kita jadikan momentum Bulan Ramadhan untuk latihan lebih giat dalam menghadapi musuh-musuh tersebut, agar kita dapat selamat dunia akhirat. (Ustad Moch.Fadlani Salam/SG-2)