SOKOGURU - Tantangan besar masih membayangi dunia pendidikan Indonesia, khususnya di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), hingga Sekolah Dasar (SD).
Salah satu persoalan mendasar adalah rendahnya kualifikasi akademik tenaga pendidik yang berperan sebagai fondasi utama peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Berdasarkan data Dapodik, tercatat sekitar 145.000 guru belum memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D4.
Kondisi ini menunjukkan masih banyak tenaga pendidik yang harus ditingkatkan kapasitas akademiknya agar selaras dengan kebutuhan pendidikan saat ini.
Dominasi Guru PAUD dan SD
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Dr. Nia Nurhasanah, S.Si., M.Pd., menjelaskan bahwa mayoritas guru yang belum berpendidikan S1 adalah guru PAUD dan SD.
Fakta ini menunjukkan bahwa pendidikan dasar masih membutuhkan perhatian besar dalam pemenuhan standar akademik guru.
Warisan Aturan Lama
Kondisi tersebut tak terlepas dari regulasi lama, di mana pada era 1980-an syarat menjadi guru SD hanya lulusan D2.
Banyak guru kala itu direkrut melalui program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) D2 seiring pembangunan sekolah dasar di hampir setiap desa.
“Banyak guru yang direkrut saat itu melalui program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) D2. Sekolah-sekolah dasar dibangun hampir di setiap desa, sehingga wajar jika hingga kini masih ada guru yang kualifikasinya belum S1,” ujarnya dalam dialog kebijakan Kementerian dengan Fortadik di Jakarta.
Kendala di Daerah Terpencil
Menurut Nia, guru di daerah terpencil menjadi kelompok yang paling sulit mengakses pendidikan tinggi.
Hal ini membuat kesenjangan kualitas tenaga pendidik antara daerah perkotaan dan pedesaan semakin nyata.
Pentingnya Kualitas Guru
Kondisi ini sangat diperhatikan pemerintah karena kualitas pembelajaran sangat bergantung pada kompetensi pendidik.
“Kalau gurunya tidak siap, fasilitas bagus sekalipun tidak akan menghasilkan pembelajaran yang berkualitas,” tegas Nia.
Rendahnya Partisipasi PAUD
Selain masalah kualifikasi guru, tantangan lain datang dari rendahnya angka partisipasi pendidikan anak usia dini.
Data tahun 2024 menunjukkan bahwa angka partisipasi kasar PAUD baru mencapai 36%, sementara indikator kesiapan anak masuk sekolah hanya 77,5%.
Dampak terhadap Anak Indonesia
Artinya, masih ada seperempat anak Indonesia yang belum memperoleh pendidikan prasekolah memadai. Situasi ini makin berat karena kesadaran masyarakat terhadap pentingnya PAUD masih rendah.
“Di beberapa daerah yang sebenarnya mampu, masyarakatnya belum menganggap PAUD sebagai kebutuhan utama. Padahal usia emas ini sangat menentukan perkembangan anak,” jelas Nia.
Kebijakan Pemerintah
Menjawab masalah tersebut, pemerintah telah menyiapkan kebijakan lanjutan untuk memastikan guru PAUD dan SD bisa menempuh pendidikan hingga sarjana.
Bahkan, Presiden dalam peringatan Hari Guru Nasional 2024 memberi arahan agar guru yang belum S1 mendapat bantuan pendidikan.
“Mulai 2026, program bantuan pendidikan untuk guru yang belum S1 akan digulirkan lebih luas. Ini agar tidak ada lagi guru yang tertinggal dari sisi kualifikasi akademik,” ungkap Nia.
Fokus pada Guru PAUD
Ia menekankan bahwa peningkatan kualitas guru PAUD menjadi prioritas utama, karena masa usia dini merupakan periode emas perkembangan anak.
“Kalau pendidikan PAUD tidak berkualitas, dikhawatirkan perkembangan anak tidak sesuai dengan teori tumbuh kembang. Karena itu kami mendorong semua guru untuk meningkatkan kompetensi akademiknya,” pungkasnya.
Program Pemenuhan Kualifikasi Akademik
Sebagai langkah konkret, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah meluncurkan Program Pemenuhan Kualifikasi Akademik (PKA) S1/D4 untuk guru TK dan SD.
Dalam siaran pers 12 September 2025, Kemendikdasmen mengumumkan kerja sama dengan 92 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) guna memfasilitasi 12.500 guru yang belum bergelar sarjana agar bisa melanjutkan studi.
Program ini dirancang dengan skema Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) sehingga guru tetap bisa mengajar sambil kuliah, termasuk bagi mereka yang berada di wilayah terpencil. (*)