SOKOGURU, LOMBOK TENGAH –Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali mencuat dan menjadi perhatian serius Komisi I DPR RI.
Lonjakan pengiriman tenaga kerja migran ilegal, terutama dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan tajam para legislator.
Pasalnya, praktik ini kerap memakan korban warga negara Indonesia (WNI) yang terjerat janji manis namun berujung penipuan hingga penyekapan di luar negeri.
Baca juga: DPR RI Susun Aturan Baru: Pekerja Migran Indonesia Siap Bersaing di Level Global
Anggota Komisi I DPR RI, Machfud Arifin, mengungkapkan bahwa NTB menempati posisi kelima sebagai provinsi pengirim tenaga kerja terbanyak ke luar negeri berdasarkan data BPS. Namun ironisnya, praktik ilegal justru terus terjadi.
Banyak Kasus Tenaga Kerja Migran asal NTB
“Ada banyak kasus tenaga kerja migran asal NTB yang dijanjikan diberangkatkan ke Jepang atau Taiwan, tapi kenyataannya mereka malah ditipu,” jelas Machfud.
“Sudah setor uang puluhan juta, tapi tidak pernah berangkat. Ini jelas modus TPPO!” tegas Machfud saat kunjungan kerja spesifik Komisi I DPR RI di Lombok Tengah, Jumat 2 April 2025.
Baca juga: DPR Desak Pengusutan Kasus Penembakan Pekerja Migran oleh Aparat Malaysia
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan serta penindakan hukum terhadap agen nakal yang memberangkatkan pekerja secara tidak sah.
Machfud mendorong aparat penegak hukum, terutama kepolisian, agar lebih aktif dalam mencegah dan menindak kejahatan perdagangan orang ini.
Kasus Penyekapan WNI di Kamboja
Tidak hanya itu, ia mencontohkan kasus penyekapan WNI di Kamboja sebagai dampak dari lemahnya perlindungan dan pengawasan proses keberangkatan.
“Negara harus hadir. Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Luar Negeri harus lebih responsif,” terang Machfud.
“Koordinasi antarnegara juga harus diperkuat agar warga negara yang bermasalah di luar negeri mendapatkan perlindungan hukum maksimal,” lanjutnya.
Senada dengan itu, Slamet Ariyadi, Anggota Komisi I DPR RI lainnya, juga mendesak agar pemerintah memperkuat edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya TPPO, khususnya bagi calon pekerja migran.
“Jangan sampai masyarakat hanya tergiur janji gaji tinggi di luar negeri, tapi tidak tahu risikonya. Perlu edukasi menyeluruh, termasuk dari para duta besar dan atase ketenagakerjaan di negara tujuan,” kata Slamet, legislator dari Jawa Timur.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan imigrasi dalam proses pembuatan paspor. Menurutnya, harus ada penyaringan ketat agar calon pekerja tidak mudah berangkat dengan tujuan yang tidak jelas.
Baca juga: Menaker Sosialisasikan Program Jamsostek kepada Pekerja Migran Indonesia di Makau
“Harus ada regulasi ketat soal paspor. Jangan asal cetak. Imigrasi perlu menanyakan secara detail tujuan dan dokumen pendukung. Ini penting untuk mencegah praktik TPPO sejak awal,” tegasnya.
Tak kalah penting, Slamet menekankan bahwa perlindungan terhadap WNI harus berlaku tanpa melihat status legalitas keberangkatan. Negara tetap wajib melindungi warga yang menjadi korban, apapun status hukumnya.
“Kita tidak bisa lagi hanya menunggu korban berteriak. Harus ada langkah pencegahan sejak dini, terutama pada level desa, RT/RW, hingga agen pemberangkatan,” tutupnya.(*)