SOKOGURU, SIBOLGA, TAPANULI TENGAH — Di tengah hiruk pikuk keberangkatan jemaah calon haji (JCH) asal Indonesia ke Tanah Suci, sepasang ibu dan anak tampak menonjol bukan karena pakaian atau atribut, tapi karena sorot mata mereka yang menyimpan luka, haru, dan cinta tak terhingga.
Adalah Pitta,56, dan putranya Pahrul Ramadhan Syahputra, 30, yang menjadi simbol pengorbanan dan bakti seorang anak kepada orang tua, ketika mereka melangkah menuju ibadah haji—dengan satu nama yang absen: almarhum Hapijuddin, suami dan ayah mereka.
Beberapa bulan lalu, pasangan Pitta dan Hapijuddin, atau akrab disapa Pak Apit, asal Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut) telah bersiap menyempurnakan rukun Islam kelima.
Baca juga: Nabung Rp1.000 Sehari, Pemulung di Semarang Ini Berangkat Haji Setelah 39 Tahun Menabung!
Semua persiapan telah dijalani: dari pembuatan paspor, perekaman biometrik (SVB), hingga doa-doa yang mereka panjatkan bersama selama bertahun-tahun.
Namun takdir berkata lain. Pak Apit meninggal dunia akibat komplikasi penyakit diabetes, hanya beberapa bulan sebelum keberangkatan.
“Beliau sangat semangat, hampir tiap hari bicara soal Mekkah, soal wukuf di Arafah. Tapi ternyata Allah lebih dulu memanggil,” tutur Bu Pitta sambil menahan tangis.
Niat Tak Terputus, Anak Gantikan Sang Ayah
Di tengah duka dan kehilangan mendalam, Pahrul mengambil keputusan besar: menggantikan sang ayah sebagai pendamping ibunya ke Tanah Suci.
“Ini bukan sekadar menggantikan porsi haji. Ini bentuk cinta dan tanggung jawab saya pada Ibu dan Bapak,” kata Pahrul.
Baca juga: Jemaah Haji 2025 Boleh Menginap di Hotel, Tak Perlu Lagi Kemping di Mina!
Keputusan ini tentu tidak mudah. Ia harus melewati proses administratif, pengurusan dokumen pergantian porsi haji, mengambil cuti panjang dari pekerjaannya, serta mempersiapkan mental dan spiritual untuk ibadah yang sangat sakral ini.
“Saya sempat ragu. Tapi setiap kali melihat Ibu, saya yakin ini jalan yang harus saya tempuh,” lanjutnya lirih.
Perjalanan Hati ke Tanah Suci
Saat manasik dan menjelang keberangkatan, suasana haru tak terbendung. Para kerabat yang datang berpamitan tak kuasa menahan air mata, menyaksikan Pahrul dan ibunya memeluk satu sama lain dalam diam yang penuh makna.
Dalam genggaman Bu Pitta, terselip sebuah foto Pak Apit dan secarik doa yang selama ini mereka panjatkan bersama.
“Bapak tetap berangkat. Lewat Pahrul, niat kami berdua insya Allah tetap sampai ke Baitullah,” ujar Bu Pitta, matanya berkaca.
Baca juga: WNI di Makkah Ditangkap karena Haji Ilegal! Terancam Denda Rp400 Juta dan Deportasi!
Perjalanan mereka ke Tanah Suci bukan sekadar pelaksanaan ibadah haji, tetapi juga perjalanan cinta yang abadi.
Sebuah pelajaran hidup tentang pengabdian anak pada orang tua, kesetiaan pada niat, dan iman bahwa cinta sejati tetap hidup meski raganya telah tiada.
“Bagi saya, haji kali ini bukan hanya menyempurnakan rukun Islam. Tapi juga menyempurnakan niat Bapak,” tutup Pahrul penuh haru sebagaimana dilansir situs Kemenag, Selasa, 13 Mei 2025. (*)