Soko Berita

Habis Gelap Terbitlah Terang: Kisah Inspiratif Kartini yang Jarang Diketahui

Di balik gegap gempita perayaan Hari Kartini di Tanah Air, tersimpan kisah seorang perempuan muda yang pikirannya melampaui zamannya—Raden Adjeng Kartini

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
20 April 2025
<p>Raden Adjeng Kartini, pahlawan nasional yang memperjuangan emansiasi kaum perempuan di Tanah Air. (SG-AI)</p>

Raden Adjeng Kartini, pahlawan nasional yang memperjuangan emansiasi kaum perempuan di Tanah Air. (SG-AI)

SOKOGURU: Setiap tanggal 21 April, perempuan Indonesia mengenakan kebaya, menghias rambut dengan sanggul, dan menyambut Hari Kartini dengan aneka perayaan di sekolah, kantor, hingga komunitas-komunitas lokal. 

Namun, di balik gegap gempita perayaan itu, tersimpan kisah seorang perempuan muda yang pikirannya melampaui zamannya—Raden Adjeng Kartini.

Lahir di Jepara, 21 April 1879, Kartini bukan perempuan biasa. Ia lahir dari keluarga bangsawan Jawa yang memegang teguh adat istiadat. 

Baca juga: Peringatan Hari Kartini di Kota Bandung Dorong Peran Perempuan dalam Pembangunan

Kartini Kecil Telah Tertarik pada Ilmu Pengetahuan

Meski begitu, sejak kecil Kartini telah menunjukkan ketertarikan pada ilmu pengetahuan. 

Sayangnya, aturan saat itu hanya mengizinkannya sekolah hingga usia 12 tahun, sebelum akhirnya harus menjalani masa “pingitan”—tradisi yang membatasi perempuan untuk tidak keluar rumah sebelum menikah.

Namun, keterbatasan fisik tak mampu membendung semangatnya. Lewat buku, majalah, dan surat menyurat, Kartini membangun jembatan pengetahuan dengan dunia luar. 

Kartini Jalin Korespondensi dengan Rosa Abendanon

Ia menjalin korespondensi dengan teman-teman Belanda-nya, seperti Rosa Abendanon, yang kelak menjadi penyalur pemikiran Kartini kepada dunia.

Dalam surat-suratnya, Kartini banyak mencurahkan keresahan tentang nasib perempuan Jawa yang dibelenggu tradisi. 

Ia menulis tentang mimpi perempuan untuk bisa belajar, berdiri sejajar, dan menentukan jalan hidup sendiri. 

Baca juga: Peringati Hari Kartini, Menteri PPPA Pimpin Ziarah di Makam RA Kartini di Rembang

“Habis gelap, terbitlah terang,” adalah semangat yang selalu ia bawa—sebuah keyakinan bahwa setelah penderitaan, akan datang masa penuh harapan.

Sayangnya, Kartini meninggal di usia muda, 25 tahun, tak lama setelah melahirkan anak pertamanya. 

Namun warisan pemikirannya tetap abadi. Pada 1911, surat-suratnya diterbitkan dalam buku berjudul “Door Duisternis tot Licht” atau “Habis Gelap, Terbitlah Terang”.

Buku inilah yang kemudian menggugah kesadaran banyak orang—baik di Indonesia maupun di Belanda—tentang pentingnya pendidikan dan kesetaraan hak bagi perempuan.

Baca juga: Peringatan Hari Kartini: Pertamina Mengoptimalkan Srikandi BUMN dalam Berkarya

Pengakuan terhadap jasa-jasanya datang bertahun kemudian. Pada 2 Mei 1964, Presiden Soekarno menetapkan 21 April sebagai Hari Kartini, sebagai bentuk penghormatan atas perjuangannya dalam menyalakan obor emansipasi di Nusantara.

Kini, lebih dari satu abad sejak kepergiannya, nama Kartini tak hanya dikenang lewat patung atau nama jalan. 

Bangkitkan Semangat Perempuan Masa Kini

Ia hidup dalam semangat perempuan masa kini—yang menuntut ilmu setinggi langit, membangun usaha, memimpin organisasi, hingga menjadi menteri, pilot, bahkan presiden.

Hari Kartini bukan sekadar seremoni kebaya dan lomba merangkai bunga. Ia adalah pengingat bahwa perubahan besar bisa lahir dari pikiran-pikiran yang berani, bahkan ketika diucapkan dari balik dinding pingitan.

Dari Jepara yang sunyi, Kartini mengirim pesan yang menggema ke seluruh Nusantara: bahwa perempuan bukan makhluk lemah, melainkan pelita perubahan. (SG-2)