SOKOGURU- Tanpa terasa, tinggal hitungan hari seluruh umat Muslim di seluruh dunia merayakan Idulfitri 1446 H, setelah selama sebulan penuh menahan diri secara fisik maupun nonfisik.
Secara fisik, selama Ramadhan, umat Muslim dilatih untuk membiasakan menahan hawa nafsu dari diri sendiri, termasuk makan, minum, serta berbagai hal yang membatalkan puasa.
Di luar fisik, umat Muslim juga harus merawat sikap rohani dan kekayaan batin, seperti menahan amarah, menghilangkan rasa benci, iri, dengki, perbuatan jahat yang dilarang agama. Dan di momen Ramadan itulah umat memperbaiki perilaku.
Itulah sebabnya, Idulfitri menjadi simbol atau juga sebuah momen kemenangan bagi umat Islam yang berhasil mengendalikan hawa nafsu, meningkatkan kesabaran, dan yang paling penting memperbaiki niat serta perilaku ke arah lebih baik.
Baca juga: Editorial: Mewujudkan Mudik Idul Fitri Aman dan Terjangkau, Momen UMKM Raup Cuan
Kata Idul Fitri sendiri berarti ‘kembali ke fitrah’ yaitu keadaan suci seperti bayi yang baru lahir. Sebab, Ramadan adalah bulan pengampunan, di mana dosa-dosa dihapuskan bagi mereka yang bersungguh-sungguh dalam ibadah dan bertobat.
Dan Idulfitri menjadi simbol lahirnya kembali manusia dalam kondisi yang lebih bersih dan lebih dekat dengan Allah.
Jangan jadi rutinitas semata
Ramadan dan Idulfitri datang setiap tahun, dan di saat itu pula umat Muslim diingatkan dengan hal yang sama menahan diri secara fisik maupun nonfisik, melakukan pertobatan, memperbaharui niat baik dan membersihkan diri dari segala perbuatan dosa yang dilarang Agama.
Namun, setiap tahun juga kita menghadapi situasi, kondisi dan peristiwa yang berbeda. Dan umat harus tetap menyikapinya dengan hal-hal yang diwajibkan selama bulan puasa atau Ramadan seperti disebut di atas.
Misalnya, ketika bencana hidrometeorologi terjadi di banyak tempat di negeri ini, seperti banjir, longsor, kekeringan, dan cuaca ekstrem, tentu kita juga dituntut melakukan pertobatan ekologis.
Kita harus berdamai dengan alam dan merawatnya mulai dari diri sendiri, mengubah perilaku untuk tidak ikut-ikutan merusak alam.
Kita tidak membuang sampah sembarangan ke sungai, tidak menebang pohon secara sembarang, merambah hutan secara ilegal, mendirikan bangunan yang jelas-jelas dilarang peruntukannya. Dan hati kita juga harus tergerak untuk membantu para korban bencana tersebut.
Selain bencana, tahun ini, berdasarkan sejumlah pengamat dan dari pemberitaan media masa, harus diakui kondisi perekonomian kita tidak sedang baik-baik saja. Gelombang pemutusan hubungan kerja dilaporkan cukup tinggi.
Menurut keterangan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per Kamis (27/3), pada periode Januari sampai Februari 2025 terdapat 18.610 orang tenaga kerja ter-PHK.
Jumlah itu naik 459% dari bulan sebelumnya. Data PHK Januari yang dirilis Kemnaker mencapai 3.325 orang. Artinya PHK yang terjadi di Februari naik sebanyak 15.285 orang.
Semakin banyaknya orang terkena PHK dan tidak bekerja, tentu dampaknya mengular. Daya beli masyarakat yang menurun berdampak pula pada pelaku usaha baik kecil maupun menengah.
Kementerian Keuangan Sri Mulyani pada Kamis (13/3) juga melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Februari 2025 mengalami defisit Rp31,2 triliun atau 0,13% dari produk domestik bruto (PDB).
Pendapatan negara selama dua bulan pertama 2025 tercatat sebesar Rp 316,9 triliun, sedangkan belanja negara terealisasi sejumlah Rp 348,1 triliun.
Para pakar ekonomi pun melihat defisit keuangan negara pada dua bulan pertama tahun anggaran itu bukan pertanda baik bagi kondisi fiskal. Defisit dua bulan ini terutama disebabkan pendapatan negara yang turun 20,85% dibandingkan capaian tahun lalu, atau hanya 10,50% dari target APBN 2025.
Belum lagi kejadian-kejadian seperti kasus-kasus korupsi yang dilakukan sejumlah oknum pejabat, arogansi, pamer kekayaan dan pelanggaran-pelanggaran, penyalahgunaan wewenang/jabatan yang semakin marak muncul di permukaan cukup mengusik hati kita, sehingga tidak sedikit rakyat menerima dampaknya, terutama dalam hal keadilan.
Lima kemenangan
Sebetulnya setiap kali kita manjalani ibada puasa (Ramadan) dan Idulfitri ada lima tema kemenangan yang kerap ditekankan oleh tokoh-tokoh agama dalam ceramah atau khotbahnya tiap kali ada kegiatan seputar Ramadan dan jelang Idulfitri, yakni:
Pertama, umat merayakan kemenangan atas hawa nafsu baik fisik maupun nonfisik. Kedua, Kemenangan dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.
Ketiga, Kembali ke fitrah yang suci; Keempat, kemenangan dalam menjalin silaturahmi antarsesama manusia, dan kelima Kemenangan dalam berbagi dan peduli terhadap sesama.
Lima kemenangan itulah yang harus terus dijalankan, dipelihara dan diwujudkan sepanjang tahun hingga kita bertemu kembali di Ramadan dan Idulfitri berikutnya.
Kita bisa mewujudkannya dengan berbela rasa terhadap sesama, terutama mereka yang sedang kesusahan. Kemenangan poin kelima bisa diwujudkan dengan wajib membayar zakat fitrah sebelum Idulfitri.
Tujuannya tidak lain untuk membersihkan jiwa dan membantu mereka yang kurang mampu agar bisa merasakan kebahagiaan di hari raya. Tindakan itu menunjukkan kemenangan dalam mengalahkan sifat kikir dan menumbuhkan kepedulian terhadap sesama.
Kemenangan poin keempat yakni menjalin silaturahmi antarsesama manusia. Saling memberi maaf ke pada tetangga, saudara, keluarga, sahabat dan orang di sekitar lingkungan kita.
Untuk kemenangan itu pula, mudik menjadi tradisi menjalin silaturahmi untuk orang-orang di kampung halaman. Nilai tradisi silaturahmi ini harus dijaga, jangan sampai bergeser menjadi ajang pamer setiap kali mudik pulang kampung. Bahkan, tidak sedikit orang memaksakan diri untuk berpamer ria di kampung, tetapi dampaknya justru menyusahkan diri sendiri pascaidulfitri.
Dan yang paling penting adalah kemenangan poin kedua, yakni puasa Ramadan merupakan ibadah wajib yang harus dijalani setiap umat Muslim. Dan bagi mereka yang menjalani ibadah ini adalah bentuk ketaatan kepada Allah.
Dengan menyelesaikan ibadah penuh keikhlasan, seorang Muslim telah menunjukkan komitmennya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jika kita dekat dengan Allah, tentu kita akan menjauhkan hal-hal yang dibenci Allah, seperti korupsi, merampas hak orang lain, memperkaya diri sendiri dengan mencuri dari hak si miskin, menyalahgunakan jabatan, angkuh.
Jadi, Idulfitri bukan sekadar umat menyelesaikan masa puasanya, bukan tentang mudiknya, bukan tentang baju baru, bukan tentang kue kering atau opor lengkap dengan ketupat lebaran. Tetapi, Idulfitri adalah bagaimana umat bisa mencapai lima kemenangan tersebut.
Marilah kita merayakan Idul Fitri menjadi perayaan atas keberhasilan dalam menjalankan perintah Allah dengan penuh kesungguhan.
Selamat Idul Fitri 2025! Mohon maaf lahir dan batin. Semoga berkah dan kebahagiaan selalu menyertai kita. Taqabbalallahu minna wa minkum. (SG-1)