SOKOGURU, JAKARTA: Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi IV DPR RI bersama sejumlah mitra, berbagai isu krusial terkait pangan di Indonesia kembali menjadi sorotan.
Dari ketidakjelasan kebijakan swasembada pangan hingga masalah di industri kelapa sawit, anggota Komisi IV DPR RI menyoroti langkah pemerintah yang dinilai masih belum memiliki arah yang jelas.
Salah satu perhatian utama adalah roadmap pemerintah menuju swasembada pangan pada 2027.
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman, menegaskan bahwa hingga kini pihaknya belum mendapatkan gambaran konkret mengenai strategi pemerintah dalam mewujudkan target tersebut.
Baca juga: Berkolaborasi dengan Kementan, Kadin Siap All Out Capai Swasembada Pangan
“Kami belum pernah mendapatkan satu gambaran yang jelas dari pemerintah tentang roadmap menuju swasembada pangan 2027, baik formulasinya maupun rencana kerjanya. Ini masih abu-abu dan perlu dijawab secara jelas,” ungkap Firman dalam rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Komisi IV DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/3).
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman, (Ist.DPR RI)
Ia menegaskan bahwa pencapaian swasembada pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga DPR dan berbagai pihak terkait.
Oleh karena itu, transparansi dan koordinasi yang lebih baik dibutuhkan agar tujuan tersebut bisa tercapai.
Industri Kelapa Sawit Juga Jadi Sorotan
Selain swasembada pangan, Firman juga mengangkat permasalahan industri kelapa sawit, sektor yang selama ini menjadi penopang besar bagi perekonomian nasional.
Baca juga: Kemenkop Ajak Himpuni Sukseskan Transformasi Koperasi dan Swasembada Pangan
Ia menilai bahwa ketidakpastian regulasi justru menimbulkan berbagai persoalan yang menghambat keberlanjutan industri ini.
“Sawit kini menghadapi banyak persoalan, terutama terkait Undang-Undang Cipta Kerja. Banyak pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang terkena dampaknya akibat keterlambatan penyelesaian administrasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ujar Firman.
Menurutnya, pembentukan Satgas yang menangani kasus keterlanjuran lahan sawit telah menyebabkan sejumlah pengusaha mengalami kerugian besar, dengan aset mereka disita oleh negara.
Padahal, Firman menekankan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan untuk mendorong investasi, bukan menghambatnya.
“Kita jangan hanya sibuk dengan masalah padi dan gabah yang hasilnya belum jelas, sementara industri yang benar-benar menopang perekonomian kita malah kurang diperhatikan,” tegasnya.
Efisiensi Distribusi Pangan dan Pupuk Diperlukan
Dalam rapat tersebut, Firman juga menyinggung efisiensi distribusi pangan dan pupuk yang dinilai masih jauh dari optimal.
Ia menekankan peran penting Bulog dalam menjaga stabilitas pangan nasional, namun mengkritik sistem pembelian gabah yang dinilai tidak menguntungkan bagi Bulog.
Baca juga: Ketidakjelasan Serapan Gabah Jelang Panen Raya, DPR Desak Pemerintah Beri Kepastian
“Bulog ini bekerja secara profesional menggunakan dana pinjaman komersial. Kalau terjadi kerugian, siapa yang akan menanggungnya? Jangan sampai Bulog semakin terpuruk akibat kebijakan yang kurang matang,” ujarnya.
Selain itu, Firman menolak rencana pemerintah untuk menghapus peran distributor pupuk, karena menurutnya, hal ini justru bisa mengganggu stabilitas perekonomian dan berisiko menimbulkan gagal bayar di tingkat kelompok tani.
“Saya tidak yakin kalau pupuk langsung didistribusikan ke kelompok tani tanpa perantara akan berjalan lancar," ujar Firman.
"Distributor itu adalah bumper ekonomi dan keuangan negara. Ini harus dipertimbangkan secara matang,” pungkasnya.
Dengan berbagai persoalan yang disoroti dalam RDP tersebut, DPR RI menegaskan pentingnya langkah konkret dan solusi yang lebih jelas dari pemerintah agar sektor pangan dan industri kelapa sawit tetap berkelanjutan dan memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.(SG-2)