Soko Berita

Dari Desa Pujon Kidul hingga Desa Kete Kesu: Wajah Pariwisata Berkelanjutan Indonesia

Inilah wajah pariwisata masa depan yang dirumuskan dalam konsep sustainable tourism atau pariwisata yang ramah lingkungan, dan menjaga warisan budaya.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
07 April 2025

Di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel), Desa Wisata Kete Kesu menjaga budaya leluhur dengan teguh. Rumah adat tongkonan, kuburan di tebing batu yang berusia ratusan tahun. (Ist.Kemenpar)

SOKOGURU: Di tengah gempuran pariwisata modern yang kerap berorientasi pada komersialisasi, sejumlah desa di Indonesia justru tampil sebagai oase yang menyejukkan. 

Mereka tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga menyuguhkan harmoni kehidupan, kearifan lokal, dan semangat berkelanjutan. 

Inilah wajah pariwisata masa depan yang dirumuskan dalam konsep sustainable tourism—pariwisata yang ramah lingkungan, memberdayakan masyarakat lokal, serta menjaga warisan budaya.

Baca juga: Wisata Lokal Bisa Jadi Solusi di Tengah Dampak Kebijakan Tarif Donald Trump

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) telah menetapkan pedoman pembangunan destinasi wisata berkelanjutan dengan empat prinsip utama: pengelolaan destinasi, manfaat ekonomi bagi masyarakat, pelestarian budaya, dan pelestarian lingkungan. 

Dari ribuan desa wisata yang tersebar di Nusantara, empat desa ini menjadi percontohan keberhasilan transformasi tersebut.

Pujon Kidul: Bertani Sekaligus Berlibur

Berjarak 30 kilometer dari pusat Kota Malang, Desa Pujon Kidul menyuguhkan panorama dataran tinggi yang sejuk dan asri. 

Ist.Kemenpar.

Lebih dari sekadar destinasi foto-foto, desa ini mengajak wisatawan untuk menyingsingkan lengan baju dan ikut merasakan kehidupan petani. 

Menanam sayuran, memetik hasil panen, hingga memerah susu sapi menjadi pengalaman autentik yang menggugah kesadaran akan pentingnya hidup selaras dengan alam.

Pentingsari: Desa yang Hidup dari Kearifan Alam

Desa Pentingsari di Yogyakarta bukanlah nama asing dalam peta pariwisata berkelanjutan dunia. Masuk dalam 100 besar destinasi versi Global Green Destinations Days (GGDD), desa ini menampilkan kehidupan masyarakat yang menyatu dengan alam. 

Wisatawan bisa mencoba membajak sawah, menanam padi, atau belajar membuat tempe dengan cara tradisional—semua dikemas sebagai wisata edukatif yang berkesan.

Ponggok: Menyelam ke Sumber Kesejahteraan

Desa Ponggok di Klaten adalah kisah sukses pemanfaatan sumber daya air. Dulunya hanya digunakan untuk irigasi, kini mata air Ponggok menjelma jadi surganya wisata air. 

Baca juga: Wisata Sawah di Jantung Kota Bandung, Gagasan Segar dari Wali Kota Farhan

Umbul Ponggok menjadi ikon dengan aktivitas snorkeling dan fotografi bawah air yang viral.

Keberhasilan ini mengalirkan berkah bagi warga yang membawa desa ini menjadi salah satu yang terkaya di Indonesia dengan pendapatan mencapai Rp14 miliar per tahun.

Kete Kesu: Menjaga Tradisi Lewat Pariwisata

Di Tanah Toraja, Desa Kete Kesu menjaga budaya leluhur dengan teguh. Rumah adat tongkonan, kuburan di tebing batu yang berusia ratusan tahun.

Upacara adat rambu solo juga menjadi daya tarik yang tidak hanya memikat mata, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai spiritual dan sosial. Wisatawan diajak menghormati, bukan sekadar menikmati.

Desa-desa ini tidak hanya menjual destinasi, tetapi juga menyampaikan pesan: bahwa pariwisata tidak harus merusak, melainkan bisa menjadi alat pelestarian. 

Baca juga: Bandung Siap Sambut Wisatawan, Wali Kota Tinjau Kesiapan Destinasi Wisata

Dengan konsep sustainable tourism, mereka membuktikan bahwa masa depan pariwisata Indonesia terletak pada keseimbangan antara keindahan, keberlanjutan, dan kesejahteraan.

Di balik ladang yang hijau, sumber mata air yang jernih, dan rumah adat yang kokoh, desa-desa wisata ini tengah menanam masa depan. Masa depan yang bukan hanya indah untuk difoto, tetapi juga layak untuk diwariskan. (SG-2)