SOKOGURU – Di balik gema takbir dan semarak Hari Raya Idul Adha, ada satu kisah yang selalu menjadi inspirasi abadi umat Islam.
Sosok Nabi Ibrahim bukan hanya pemimpin spiritual, tapi juga teladan utama dalam hal kepatuhan dan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anak yang sangat dicintainya, Ismail. Ini bukan sekadar ujian biasa, tapi ujian batin yang paling menyayat," ujar Ust. Fathurrahman sebagaimana dikutip sokoguru.id, Kamis, 5 Juni 2025, dari tayangan YouTube Muhammadiyah Channel.
Ujian yang Tak Masuk Akal: “Aku Bermimpi Menyembelihmu”
Nabi Ibrahim mendapatkan anak pertamanya di usia lanjut, setelah bertahun-tahun menanti. Namun tak lama setelah Ismail lahir, Ibrahim justru mendapat perintah Allah untuk meninggalkan anak dan istrinya di padang tandus Makkah.
Tak berhenti di situ, saat Ismail tumbuh menjadi anak yang kuat, Allah kembali menguji: "Ya bunayya inni ara fil manam anni adzbahuka."
Alih-alih menolak, Nabi Ismail justru menjawab dengan penuh pasrah: "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah. Engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar."
Teladan Universal: Nabi Ibrahim Bukan Hanya Milik Muslim
Ustaz Fathurrahman menjelaskan, kepasrahan total Nabi Ibrahim kepada Allah membuat beliau mendapat penghargaan langsung dari langit.
“Ibrahim itu bukan hanya seorang nabi, tapi disebut sebagai umat dalam dirinya. Ia menjadi panutan seluruh manusia secara universal,” tegasnya.
Nabi Ibrahim disebut sebagai:
- Seorang yang tunduk sepenuhnya kepada Allah.
- Pemimpin keluarga yang menjaga keturunan dalam iman.
- Sosok yang menghormati hukum Allah dan peraturan masyarakat.
- Pemimpin yang bersyukur dengan menjaga lingkungan dan sumber daya.
Keteladanan untuk Zaman Sekarang
Pesan paling penting dari kisah Nabi Ibrahim menurut Ust. Fathurrahman adalah tentang totalitas pasrah, kepemimpinan berbasis nilai, dan kesyukuran yang konkret.
"Beliau selalu terkoneksi dengan bimbingan Allah. Orang yang seperti ini dijanjikan kebaikan di dunia dan akhirat, dan dipastikan sebagai orang saleh," tutupnya.
Kepasrahan Nabi Ibrahim bukanlah kelemahan, melainkan bentuk kekuatan spiritual tertinggi: menerima takdir, menaati perintah, dan tetap menjaga cinta terhadap keluarga dan umatnya. (*)