SOKOGURU - Kabar soal kenaikan tunjangan kinerja (tukin) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 2025 tengah jadi sorotan publik.
Rumor yang beredar di media sosial menyebut pemerintah akan menaikkan tukin hingga 15% mulai triwulan IV tahun ini.
Namun, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kebijakan tersebut masih dalam tahap kajian dan belum ditetapkan dalam APBN 2025.
Pemerintah saat ini tengah menyesuaikan formula baru berbasis kinerja digital agar pemberian tukin lebih adil dan terukur.
Menurut pejabat Kemenkeu, arah reformasi remunerasi ASN menitikberatkan pada digital scorecard, yaitu sistem penilaian kinerja otomatis yang terintegrasi dengan e-Kinerja BKN dan Sistem Informasi ASN Digital.
Setiap ASN akan dinilai bukan hanya dari kehadiran, tetapi dari capaian output dan dampak kerja.
Mengapa Tukin Dievaluasi?
1. Mendorong Produktivitas ASN
Pemerintah ingin tunjangan benar-benar merefleksikan kinerja, bukan sekadar masa kerja.
ASN yang aktif berinovasi, membuat terobosan pelayanan publik, dan memanfaatkan teknologi akan mendapat nilai lebih tinggi.
2. Digitalisasi Sistem Penilaian
Dengan digital scorecard, setiap pegawai punya akun penilaian otomatis yang mencatat capaian harian. Data ini menjadi dasar pemberian tukin setiap triwulan.
3. Transparansi Anggaran
Sistem digital memungkinkan masyarakat menilai kinerja instansi secara terbuka — termasuk laporan penyerapan anggaran dan indeks kepuasan layanan.
Baca Juga:
Cek Status Tukin Instansi Anda
- Buka portal BKN.go.id lalu masuk ke menu e-Kinerja ASN.
- Login menggunakan NIP dan kata sandi yang sudah terdaftar.
- Pilih “Laporan Kinerja Bulanan” untuk melihat nilai digital scorecard.
- Klik “Tabel Tukin Instansi” untuk melihat skema tunjangan terbaru (jika sudah diaktifkan).
Jika data belum muncul, hubungi BKD instansi karena beberapa daerah masih dalam tahap sinkronisasi sistem.
Transformasi tukin PNS 2025 adalah bagian dari reformasi birokrasi menuju ASN berbasis kinerja dan data.
Jika diterapkan penuh, sistem ini tak hanya menaikkan tunjangan, tapi juga mengubah budaya kerja: dari sekadar hadir menjadi benar-benar produktif. (*)