SOKOGURU - Sejumlah bank menegaskan bahwa agunan tidak menjadi syarat mutlak bagi debitur untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), khususnya pinjaman di bawah Rp 100 juta.
Klarifikasi ini disampaikan sebagai respons atas peringatan Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, yang menyatakan bahwa subsidi bunga akan dihentikan bagi bank yang masih memberlakukan agunan untuk KUR kecil.
Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, memperingatkan bank penyalur agar tak lagi mensyaratkan agunan dalam pencairan KUR di bawah Rp 100 juta.
Ia menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat menyebabkan pencabutan subsidi bunga oleh pemerintah.
"Apabila terdapat laporan dan terbukti adanya pelanggaran terkait permintaan agunan, maka subsidi bunga tidak akan dibayarkan. Hal ini menjadi tanggung jawab masing-masing bank penyalur," ujar Maman saat rapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (30/4).
Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk, M. Ashidiq Iswara, menyampaikan bahwa penyaluran KUR tidak hanya berfokus pada jaminan, melainkan pada kinerja dan potensi usaha debitur. Hal ini dinilai lebih relevan untuk menilai kelayakan pinjaman.
"Bank Mandiri menilai produktivitas dan keberlanjutan usaha sebagai tolok ukur utama dalam penyaluran pinjaman," ujar Ashidiq, Jumat (2/5).
Ashidiq menambahkan bahwa Bank Mandiri berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan UMKM dengan memperluas pembiayaan secara inklusif.
Hal ini menjadi bagian dari peran strategis bank dalam mendorong perekonomian nasional.
Dalam kurun waktu Januari hingga Maret 2025, Bank Mandiri telah menyalurkan KUR sebesar Rp 12,83 triliun kepada 110.807 debitur di seluruh Indonesia. Jumlah ini mencakup 33,34% dari target tahunan sebesar Rp 38,5 triliun.
Secara kumulatif, Bank Mandiri telah menyalurkan dana KUR sebesar Rp 275,24 triliun sejak tahun 2008 hingga Maret 2025, menyasar 3,34 juta pelaku usaha. Hal ini menunjukkan konsistensi bank dalam mendukung UMKM.
Ashidiq tidak menyebutkan angka rasio kredit bermasalah (NPL) secara spesifik. Namun, ia menegaskan bahwa kualitas pembiayaan tetap dijaga agar penyaluran tepat sasaran dengan risiko kredit yang rendah.
Senada dengan Bank Mandiri, Direktur Pemasaran dan Usaha Syariah BPD DIY, Agus Trimurjanto, menegaskan bahwa pihaknya patuh terhadap kebijakan pemerintah untuk tidak mewajibkan agunan pada KUR di bawah Rp 100 juta.
“Kebijakan agunan dipengaruhi oleh tingkat risiko masing-masing debitur. Nilai agunan akan disesuaikan dengan tingkat mitigasi risiko yang dapat dilakukan oleh bank,” jelas Agus.
Agus menyebut bahwa agunan pada dasarnya berfungsi sebagai alat penguat kepercayaan terhadap pengelolaan dana masyarakat, bukan sebagai tolok ukur utama kelayakan kredit. Penilaian tetap lebih menitikberatkan pada keberlangsungan usaha debitur.
Ia mengakui bahwa tanpa jaminan, penyaluran KUR untuk segmen di bawah Rp 100 juta menjadi lebih menantang, khususnya bagi debitur dengan profil risiko tinggi.
Meskipun demikian, skema asuransi penjaminan tetap digunakan untuk memitigasi risiko.
BPD DIY melaporkan penyaluran KUR sebesar Rp 393 miliar dari Januari hingga April 2025.
Dari total tersebut, Rp 153 miliar disalurkan dalam bentuk pinjaman di bawah Rp 100 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp 240 miliar merupakan kredit dengan plafon di atas Rp 100 juta.
“Penyaluran KUR di atas Rp 100 juta masih mendominasi. Namun, kebutuhan pembiayaan UMKM berskala kecil di masyarakat juga cukup besar,” pungkas Agus.
Penegasan bahwa agunan bukan syarat utama KUR menjadi langkah positif bagi kemudahan akses pembiayaan UMKM.
Pemerintah melalui kebijakan subsidi bunga dan bank lewat pendekatan produktivitas usaha, menunjukkan sinergi yang berkelanjutan.
Apakah sistem penilaian berbasis usaha bisa menjangkau lebih banyak pelaku UMKM? (*)