Soko Inspirasi

Menumbuhkan Industri Tekstil Modern Cigondewah

Cigondewah adalah salah satu sentra ekonomi yang bergerak di bidang industri tekstil, yang tak lepas dari peran sosok Yosi Gaos.

By Sokoguru  | Salsabilla Ramadhanty  | Sokoguru.Id
19 Agustus 2022

Sokoguru.id - Pusat tekstil Cigondewah, atau yang dikenal sebagai KTC, merupakan salah satu kampung kreatif yang ada di Bandung. Bersama keempat kampung kreatif lain seperti Braga, Cigadung, Binong Jati dan Cinambo. KTC hadir sebagai salah satu industri yang bergerak di bidang sentra kain.

Haji Yosi Gaos, pria asli Bandung yang terkenal sebagai salah satu pendiri KTC. Dari mulai daerah kosong, hingga pada akhirnya menjadi sebuah sentra perekonomian besar di Bandung Selatan, Haji Yosi Gaos menjadi saksi hidup, perkembangan KTC.

Sebelum lahirnya Kawasan tekstil di Bandung, Cigondewah hanyalah desa kecil dengan luas tak lebih dari 400 hektare. Baru Ketika adanya program pemekaran wilayah tahun 1982, wilayah Cigondewah dipecah menjadi dua. Kedua daerah tersebut terkenal dengan Cigondewah Kaler, dibawah kendali Administratif kota Bandung dan Cigondewah Hilir dibawah kabupaten Bandung.

Cigondewah sendiri, menurut Yosi mulai dikenal awal dekade 1990an. Namun sejak tahun 1980an, sudah ada toko-toko kain yang berdiri di sana. “Sedangkan toko-toko yang di pinggir jalan sudah ada sejak tahun 80an yang hanya berjumlah sebanyak 12 toko saja Ketika itu,” ucap Yosi.

Namun, hanya sebagain saja daerah yang terkenal sebagai KTC. Karena lahan-lahan luas yang ada di belakangnya merupakan daerah yang dikenal sebagai tempat penyortiran limbah-limbah kain saja. Ia mengutarakan jika KTC sangat membutuhkan perluasan dan revitalisasi, sebab lahan sekelas industri seperti KTC, masih terbilang sempit.

Dalam pengamatannya, Yosi percaya bahwa KTC merupakan sentra dengan tempat yang cukup strategis. Dengan banyaknya kendaraan umum dan perumahan penduduk, KTC betul-betul ada di jantung ekonomi kota. “Hanya saja kami melihat lewat pengamatan kendaraan umum yang melintas daerah Cigondewah. Karena kan banyak perumahan juga di daerah Cigondewah. Jadi kayanya sangat cocok dijadikan sentra,” tutur Yosi.

Walau demikian, masih banyak kelemahan di sentra kain tersebut. Ketersediaan lahan menjadi salah satu permasalahan yang masih dialami hingga sekarang. Karena banyaknya pertokoan dan lahan yang sempit, membuat Cigondewah sudah diharuskan mengalami pemekaran lahan, sebab lahan parkir pun tidak ada di Kawasan ini. “Ketika itu saya yang mengkonsepkan sistem pertokoan. Tapi kelihatan kelemahannya adalah di lahan parkir.”

Pembangunan toko besar-besaran mulai terjadi pada periode tahun 2006-2007. Saat itu, mulailah dibangun sebanyak 50 pertokoan di Cigondewah. Di tahun 2007, pemerintah mulai mengadakan revitalisasi wilayah sentra menjadi kampung kreatif. “Tahun 2007 pemerintah sedang mengadakan revitalisasi 5  Kawasan kreatif yang pertama di Bandung, nah itu cikal bakal kampung kreatif,” jelas Yosi.

Lebih jauh lagi, keterlibatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), mulai mengangkat Cigondewah menjadi Kawasan Tekstil. “Dari situ, alhamdulilah terjadi peningkatan perekonomian masyaraktat sekitar yang dimulai dari toko-toko.”



Aktifitas Salah Satu Toko di Cigondewah

Mimpi H. Yosi adalah Cigondewah yang kedepannya bukan hanya menjadi sentra belanja, tetapi pemerintah harus memperluas hingga merambah pariwisata, yang tak hanya menghadirkan fenomena UMKM-nya saja. Sayangnya, hingga kini pemerintah belum tergerak untuk mengeksplorasi daerah Cigondewah Kembali.

“Jadi jika pemerintah ingin memperluas tempat seperti wisatanya ada, UMKM nya ada maka harus ada perluasan lahan namun kan hingga sekarang belum ada lagi follow up seputar itu. Karena Ketika tahun 2007 juga sama tidak ada tindak lanjut lagi. Jadi inginnya (Cigondewah) dijadikan 1 kawasan-istilahnya-seperti one stop shoping lah, segala ada. Tapi permasalahannya itu ada di ketersediaan lahannya.”

Seperti yang dapat lihat, Cigondewah bukan lagi sebagai sentra kain saja yang menyuguhkan berbagai macam kebutuhan tekstil. Lebih dari itu, Cigondewah berhasil menjadi salah satu daerah dengan referensi tekstil besar untuk wisatawan mancanegara.

“Jadi pada tahun 2007 juga rencana awalnya ingin membuka lahan di belakang KTC untuk dijadikan produksi-produksian untuk diperlihatkan kepada wisatawan yang berkunjung. Seperti misal, kan disini ada topi, boneka, tas, dan konveksi-konveksi kecil.” tuturnya. 

Wisatawan asing yang berdatangan tersebut antara lain berasal dari daerah Afganistan, Yaman, hingga daerah-daerah Timur Tengah lainnya. Tak hanya itu, nama KTC juga sudah menjalar hingga ke luar negeri seperti Hongkong.

“Ketika itu juga banyak sekali yang mencari kain berwarna hitam karena kan sangat dibutuhkan oleh orang-orang timur tengah untuk pembuatan burka, cadar dan sebagainya. Termasuk ada orang-orang Indonesia yang mengetahui KTC dari Hongkong,”

Kain Majun Cigondewah

Dahulu, ada beberapa titik di Cigondewah yang khusus dijadikan tempat menyortir kain majun atau disebut juga kain limbah. Karenanya, dari dulu Cigondewah terkenal dengan sentra kain yang didominasi oleh jenis kain majun (limbah).

“Dulu, cigondewah itu terkenal oleh kain-kain majun. Ketika itu, majun-majun seperti disket, banyak dan menumpuk disini lalu masyarakat menyortir itu. Alasan mengapa banyak pabrik (di Cigondewah) yang mengeluarkan kain-kain seperti majun itu akibat karena over produksi.”

Tak hanya kain majun, Cigondewah juga banyak mendapatkan kain-kain bekas ekspor yang jenisnya bukan limbah. Kain-kain ekspor tersebut merupakan kain-kain yang memang layak jual.

Barulah setelah KTC berkembang, limbah-limbah kain tersebut berkurang jumlahnya. Hingga kemudian didominasi oleh kain tile, sari India dan sebagainya. Bahkan beragam kain yang diproduksi membuat sentra kain Cigondewah berjaya.
Namun, dibalik kejayaan Cigondewah dominasi kain-kain impor tak dapat terhenti. Bahkan produk kain batik saja, sudah menyentuh angka impor yang didatangkan dari China. ”Kita tidak memproduksi barang sendiri, sehingga kita menampung kain-kain dan dijual ke konveksi, atau ke toko-toko. Ketika mereka kekurangan bahan kemudian ada yang menawarkan barang impor, ya yasudah ditarik saja walau dari China juga,” jelasnya.

Jadi, ada sebuah sistem kemitraan antara toko-toko yang sudah mempunyai akses ke pabrik-pabrik. Sehingga Cigondewah terkenal sebagai sentra yang tidak memproduksi kain, melainkan terkenal sebagai penghasil majun.
“Sudah sejak lama, industry tekstil kita sudah berjaya, tidak sepeti sekarang, bahkan kain saja banyak impor dari China. Jangankan kain, batik saja impor dari china. Dari tahun 1990an hingga 2000an, banyak industri salah satunya dari Majalaya (industri kain) banyak sekali yang dirugikan,” tutur Yosi.

Walau demikian, Yosi memulai sentra KTC dengan beberapa penyegaran di segi pemasarannya. Dengan mengembangkan sistem digital, banyak toko yang sudah merambah ke platform online seperti e-commerce dalam memasarkan kain-kain Cigondewah.

"Toko online hanya ada 45. Kondisi dulu bisa di atas 200 toko online," tuturnya.

Dikarenakan oleh hal-hal lain, banyak juga toko-toko kain yang masih sepi dan tidak menggunakan sistem penjualan online. Ia berpendapat, jika terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut.

"Kalau mislanya tekstil sendiri dipengaruhi sama hal-hal lain, misalnya Ketika demo saja KTC sepi. Karena memang dibutuhkan kondisi yang stabill kalau indutsri tekstil, itu yang saya alami selama menjadi pimpinan KTC," jelas Yosi.