Soko Inspirasi

Limbah Minyak Jelantah Jadi Sabun Bebas Kimiawi

Pengolahan minyak jelantah menjadi solusi yang harus dikenal masyarakat. Salah satunya dengan mengubah minyak jelantah jadi sabun non-kimia

By Sokoguru  | Salsabilla Ramadhanty  | Sokoguru.Id
21 Juli 2022

Sokoguru.id – Konsumsi minyak di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di ASEAN. Data dari Global Agricurtural Infromation Network (USDA) menunjukkan data yang mencengangkan. Ada sekitar 13.110 ribu metrik minyak goreng yang dikonsumsi.

Di Indonesia sendiri, menurut data dari Kementerian Perindustrian produksi minyak sendiri, mencapai 20,22 juta ton pada periode tahun 2021. Kementerian Perindustrian juga menyebut, kebutuhan minyak goreng di tahun yang sama sebanyak 5,07 juta ton.

Jumlah tersebut terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 1,62 juta ton (32%), curah rumah tangga sebesar 2,12 juta ton (42%). Dari jumlah konsumsi minyak sebanyak itu, Indonesia memiliki potensi minyak jelantah sebesar 3 juta kilo liter per tahun di sector rumah tangga dan usaha mikro.

Sedangkan untuk data sebaran konsumsi minyak kota Bandung, menempati peringkat kedua terbesar setelah Jabodetabek. Ada sebanyak 25,7 Kilo Liter yang dihasilkan setiap harinya. Data tersebut merupakan data dari hasil survey Traction Energy Asia terhadap 438 responden rumah tangga dan 410 usaha mikro pada tahun 2022.

Potensi minyak jelantah di Indonesia harus diimbangi dengan pemanfaatannya. Indonesia memiliki potensi pemanfaatan minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) menjadi berbagai macam produk alternatif salah satunya sabun.

Di Bandung, produsen yang memanfaatkan limbah minyak jelantah menjadi sabun alternatif, salah satunya adalah Sano Living. Jo Widyana merupakan sosok yang menciptakan varian sabun ramah lingkungan tersebut. Ia memanfaatkan minyak jelantah dari sector rumah tangga dan usaha mikro.

Tak hanya itu, Jo mencoba membagikan tips pengolahan sabun miliknya lewat workshop yang ia adakan sendiri. Tak jarang, ia juga turut diundang berbagai kalangan komunitas pecinta lingkungan untuk mengedukasi masyaraat awam terkait pengolahan limbah minyak menjadi sabun serba guna.

Lantas bagaimana perjalanan Jo hingga akhirnya terinspirasi membuat sabun dari jelantah?

Terinspirasi Dari Riwayat Kulit Sensitif

Perempuan yang akrab disapa Jo itu, sejak remaja didiagnosa mengidap Steven Jhonson atau kulit sensitive, yang membuat dirinya tidak mampu menggunakan sembarangan produk sabun. Tak hanya dirinya, secara genetic keluarga Jo pun mengidap kulit sensitive.

Sehingga ia mulai berpikir untuk tidak lagi menggunakan produk-produk sabun yang mengandung bahan kimia berlebih. “Jadi saya itu kan punya kulit sensitf. Sama keluarga saya juga. Jadi kita udah stop pake sabun.” Jelasnya.

Sano Living miliknya berdiri pada tahun 2019. Sano Living sendiri, ia namai dari Bahasa Spanyol yang artinya ‘Hidup Sehat’. Selain dari masalah alergi, ia sendiri memulai Sano Living karena ia sempat melihat ada genangan minyak di selokan dekat rumahnya, “Saya lihat, itu apay a yang menggenang di air, hitam warnanya. Nah dari situ saya sadar kalau itu dari minyak,” ungkap Jo.

Faktanya, lapisan minyak yang menggenang tersebut sangat berpotensi menutup banyak saluran air hingga membuat air keruh dan tercemar. “Ternyata bener, setelah saya cari minyak yang dari saluran pembuangan rumah tangga ke selokan terus sampai ke sungai, jadi bikin kaya lapisan,” jelas Jo.

Tak bisa dipungkiri, lapisan minyak yang menggenang di akses-akses pengairan sudah mulai mengalami peningkatan volume. Sehingga banhyak saluran air di perkotaan sama sekali tidak dapat dipakai apalagi dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Jo Widyana akhirnya memutuskan untuk membuat sabun dari limbah minyak rumah tangga. awalnya, ia membuat sabun dengan sistem trial and error. “Awalnya itu saya buat sampai si minyaknya gosong. Tapi yang membuat saya amaze adalah, sabun yang gosong itu masih bisa dipakai,” tuturnya.

Ia mengatakan, walau percobaan dalam membuat sabun miliknya sempat mengalami kendala, namun ia tak berhenti untuk terus mencoba. Hingga akhirnya ia dapat memformulasikan Teknik yang tepat dalam menggunakan sabun miliknya itu.

Ia membuthkan waktu selama setahun untuk dapat memasarkan sabunnya ke masyarakat. Dari mulai Teknik produksi, hingga konsep pengemasan ramah lingkungan, ia konsep sendiri. “Dri mulai buat, coba sampai kemasan harus yang eco-friendly itu, saya sampai setahun,” ucap Jo

Alur Produksi Sabun Minyak Jelantah

Membuat sabun dari minyak jelantah, Jo katakana tidak mudah. Harus melalui proses yang Panjang dahulu. Karena minyak jelantah bersifat karsinogenik, sehingga Jo harus memastikan bahwa sabun buatannya aman digunakan.

“Proses bikin sabun itu gak sehari dua hari jadi. Bahkan saya pernah buat sampai tiga bulan,” tutur Jo. Lamanya proses pembuatan sabun dipengaruhi oleh volume dan jenis minyak jelantah yang digunakan.

Jika minyak sudah menghitam dengan jumlah yang banyak, Jo bisa menyulap nya menjadi sabun, butuh waktu hingga berbulan-bulan. Jika minyak jelantah yang digunakan masih dalam keadaan bersih, maka waktu pembuatannya pun akan sebentar.

Jo, membagikan tips bagaimana caranya membuat sabun dari minyak jelantah versinya.

Langkah pertama yang harus dilakukan yakni dengan melewati dahulu proses gramasi air dan penyaringan minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan sabun. Proses gramasi air sangat dibutuhkan agar kelembapan sabun seimbang.

Selain itu, penyaringan pada minyak jelantah juga diperlukan untuk membuang kotoran-kotoran yang masih bersarang pada minyak. Agar akan memudahkan Ketika minyak diolah.

Selain air, bahan yang harus digramasi adalah potassium hydroxide. Zat ini diperlukan sebagai pengatur kandungan Ph untuk sabun yang akan dibuat nanti. Menurut Jo, terdapat dua jenis zat yang diperlukan untuk membuat sabun.

Namun keduanya digunakan untuk jenis sabun yang berbeda. Seperti misal, natrium hydroxide digunakan untuk sabun Batangan, sedangkan potassium hydroxide digunakan untuk sabun yang jenisnya cair.


Proses Grammasi Potassium Hydroxide

Setelah gramasi pada potassium hydroxide selesai, barulah zat tersebut dicampurkan kedalam air. Potassium hydroxide memiliki sifat panas walau sudah larut dalam air. Sehingga sebelum dicampurkan dengan minyak, butuh waktu hingga suhu pada campuran potassium dan air menurun.

Setelah suhu dirasa sudah turun, barulah campuran tersebut dimasukkan ke dalam minyak. Sebelum proses pemanasan, minyak dan campuran potassium tadi, diaduk hingga tercampur dengan merata. Barulah proses pemanasan. Dalam memanaskan campuran minyak, air dan potassium hydroxide ini, harus menggunakan api yang sedang dan kompor bertekanan rendah.

Jo mengatakan, proses pemansan tersebut membutuhkan waktu seharian penuh. “Jadi dia (minyak) itu harus selalu dikontrol, dan diaduk,” jelas Jo. Pengontrolan tersebut diperlukan agar minyak yang dipanaskan tidak gosong.

Di dalam produksi sabun miliki Jo, ia menerapkan sistem ‘barter’ pada konsumennya. Jadi, untuk mendapatkan sabun cuci dari Jo, konsumen tersebut harus menukarkan minyak jelantah sendiri dengan minimal satu-dua jerigen. Baru setelah itu, konsumen mendapatkan sabun dari minyak jelantah yang dihasilkan mereka.

Tak hanya dari limbah rumah tangga saja, Jo tak jarang mendapatkan limbah minyak jelantah dari sector usaha kecil seperti katering. Bahkan Jo mengatakan, jika minyak dari katering biasanya lebih hitam dari minyak-minyak rumah tangga.

“Iya saya sampai harus rendam minyak itu pake arang. Itu yang buat si prosesnya lebih lama,” tutur Jo.

Minyak yang sudah siap menjadi sabun, biasanya akan membentuk kristal-kristal dengan kepadatan tertentu. Tak hanya itu, minyak yang sudah siap tersebut bisa diamati dari warna minyak yang sudah terlihat agak transparan.

Setelah kepadatannya sudah sesuai dan warna yang dihasilkan sudah lebih jernih maka minyak tersebut perlu didiamkan dulu di dalam suhu ruangan. Hal tersebut ditujukan agar kekentalan sabun minyak tersebut sesuai.

Tak hanya kekentalan, namun tingkat kelembapan pada sabun juga harus diperhatikan. Minyak yang sudah menjadi sabun, akan siap dipasarkan Ketika memperoleh Ph yang pas. Untuk dapat mengukur tingkat ph yang terkandung dalam sabun tersebut, Jo menggunakan alat khusus berupa kertas Ph meter manual.


Kertas Pengukur pH

Jika rasio ph dan kekentalan dirasa sudah sesuai tahap terakhir adalah pemberian pewangi. Untuk pewangi sendiri, bisa disesuaikan dengan selera konsumen. “Kalau mau lebih wangi, rasionya bisa saya tambahin. Karena kan biasanya konsumen inginnya yang wangi ya, apalagi untuk sabun cair.”

Ia mengatakan, jika konsumennya puas dengan sabun yang buat. Tak hanya itu, ia sendiri memasarkan sabun buatannya di platform media sosial @sanoliving.


Sabun Cair dan Sabun Batang Dari Minyak Jelantah

Ia juga tak jarang mengadakan workshop untuk masyarakat awam yang ingin mengetahui pengolahan limbah minyak jelantah. “intinya start from simple,” tukas Jo.

Upaya penanganan limbah minyak menjadi solusi yang harus disosialisasikan demi menghambat volume pencemaran air yang semakin mengkhawatirkan. Salah satu yang mudah dilakukan adalah dengan mengolah limbah minyak jelantah menjadi sabun bebas kimiawi seperti Sano Living.