SOKOGURU, BANDUNG – Siapa sangka dari sebuah rumah makan kecil di Pasar Antri, Cimahi, Jawa Barat, kini rendang racikan CV Restu Mande mampu mengibarkan harum nama Indonesia hingga ke mancanegara!
Direktur CV Restu Mande, Nenden Rospiani, yang juga pendirinya, mengisahkan perjalanan dan awal kelahiran perusahaannya kepada Deri Dahuri dari Sokoguru.id, baru-baru ini.
Semua berawal dari keresahan sederhana. Tahun 2004, Nenden Rospiani bersama almarhum suaminya harus memutar otak demi membiayai pendidikan anak-anak mereka. Gaji sebagai karyawan swasta dirasa belum cukup menopang mimpi besar itu.
Berbekal tekad kuat dan resep keluarga, pasangan ini nekat membuka rumah makan Padang. Modalnya? Bimbingan dari dua paman serta kakak-adik sang suami, yang lebih dulu berkecimpung di dunia kuliner khas Minang.
Di awal perjalanan, usaha mereka penuh tantangan. Harga jual makanan yang mengandalkan bumbu berkualitas membuat keuntungan tipis. Namun, bukannya menyerah, Nenden memilih beradaptasi.
Bulan September 2004, rumah makan mereka hijrah ke Jalan Brigjen Katamso, Kota Bandung, dan resmi berbendera CV Restu Mande. Perlahan tapi pasti, usaha kecil ini mulai dikenal luas.
Namun, Nenden sadar, kalau mau bertahan dan berkembang, harus ada langkah lebih berani.
Tahun 2010 menjadi titik balik besar. Restu Mande memperluas layanan, tak lagi sekadar menyajikan makanan di restoran, tapi juga melayani pesanan nasi kotak dan katering.
Strategi ini langsung membuahkan hasil: omzet tahunan melonjak hingga Rp1,2 miliar, atau sekitar Rp100 juta per bulan.
Tak berhenti di situ, Nenden terus berinovasi. Ia menjaga kualitas rendang tetap otentik, namun mengemasnya dengan standar produksi modern agar bisa bertahan lama dan memenuhi syarat ekspor.
Alhasil, rendang Restu Mande kini tak hanya lezat di lidah nusantara, tapi juga digemari pecinta kuliner dunia.
Hari ini, Restu Mande tercatat sebagai salah satu UMKM beromzet besar. Total pendapatan tahunannya juga mengalami peningkatan.
Kisah sukses Restu Mande adalah bukti bahwa dari dapur kecil pun, rasa bisa menembus batas dunia.
Menimba Ilmu Pengembangan Bisnis
Kesuksesan besar tak lahir dari sekadar memasak rendang enak. Bagi Nenden Rospiani, pendiri CV Restu Mande, lonjakan omzet hingga miliaran rupiah adalah hasil dari ketekunan belajar dan keberanian berinovasi.
Di tengah perjalanan membesarkan Restu Mande, Nenden sadar, mengandalkan resep warisan saja tidak cukup.
Ia pun tekun menimba ilmu bisnis, dari mengikuti berbagai pelatihan hingga seminar pengembangan usaha.
Salah satu langkah pentingnya adalah bergabung dalam pelatihan yang diadakan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kota Bandung.
Di sana, Nenden belajar membuat konsep dan proposal bisnis yang matang.
“Kalau mau meningkatkan omzet, tidak cukup hanya menunggu pesanan datang. Kita harus tahu bagaimana mengelola pesanan agar lebih efektif dan minim risiko,” ujar Nenden.
Langkah konkret pun diambil. Saat memperluas usaha ke bidang nasi kotak dan catering, Nenden langsung berinvestasi membeli mobil box khusus untuk mendukung distribusi.
Ia paham, logistik yang baik adalah kunci kelancaran bisnis katering.
Tak berhenti di situ, ia juga memutar otak agar rendang yang dijual dalam kemasan take away tetap awet dan tampil menarik.
Berbekal riset mandiri lewat internet, Nenden menemukan solusi: kemasan vakum yang higienis dan praktis.
Tapi tentu, tak asal membungkus makanan. Produk kemasan harus memiliki izin resmi seperti PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga).
Untuk urusan perizinan, Nenden aktif berkonsultasi ke Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kota Bandung.
Bahkan, sertifikasi halal yang kini melekat pada produk rendangnya pun ia raih lewat program gratis dari dinas terkait.
Berkat kombinasi antara kualitas produk dan kepatuhan terhadap regulasi, Restu Mande kini bukan lagi sekadar rumah makan, melainkan pemain kuat di pasar rendang kemasan.
Omzetnya? Melesat meningkat besar dan cukup signifikan untuk kelas UMKM.
Restu Mande membuktikan: di dunia kuliner, rasa lezat memang penting, tapi strategi bisnis yang cerdas lah yang membawa usaha terbang lebih tinggi.
Restu Mande Meraih Penghargaan
Langkah kecil menuju panggung internasional menjadi titik balik besar bagi Restu Mande. Pada tahun 2011, usaha rendang kemasan milik Nenden Rospiani ini terpilih mewakili Kota Bandung dalam ajang bergengsi Malaysia International Halal Showcase.
"Kami terpilih dari empat UMKM yang dikurasi untuk berangkat ke Malaysia," kenang Nenden.
Sayangnya, kala itu ia harus berangkat sendirian, lantaran sang suami tetap di Bandung untuk menjaga restoran keluarga.
Meski sempat gugup, pengalaman di Negeri Jiran menjadi pelajaran emas. Di pameran itu, Nenden melihat langsung bagaimana produk makanan dari Indonesia dan Malaysia dikemas dengan kualitas prima.
"Aku mendapat pencerahan. Ternyata kemasan itu penting, apalagi soal daya tahan produk," ujarnya.
Di Malaysia, Nenden mendapati bahwa makanan kemasan bisa bertahan hingga satu hingga dua tahun.
Sementara itu, rendang kemasan buatannya hanya mampu bertahan hitungan dua minggu.
"Jelas ini masalah besar. Jangkauan pasar kami jadi terbatas," tuturnya.
Sepulang dari pameran, Nenden langsung bergerak cepat. Ia merombak total cara produksi: dari teknik memasak, pemilihan bahan, hingga desain dan bahan kemasan.
Hasilnya, Restu Mande berhasil menciptakan rendang kemasan yang mampu bertahan hingga 365 hari atau setahun tanpa bahan pengawet!
Transformasi besar ini membuka pintu lebar-lebar. Penjualan Restu Mande tak lagi terbatas di Bandung, melainkan merambah ke berbagai kota di Indonesia.
Momentum lain datang di tahun yang sama. Rendang dinobatkan CNN International sebagai makanan terenak di dunia.
"Aku merasa ini kesempatan emas. Kita harus terdepan mempopulerkan rendang ke dunia," ujar Nenden penuh semangat.
Tak mau ketinggalan zaman, Nenden juga mengubah strategi pemasaran. Ia mengubah desain kemasan agar lebih atraktif, membuat situs web, serta aktif di media sosial seperti Facebook, Instagram, dan X (sebelumnya Twitter).
Strategi digital ini makin diperkuat dengan merangkul para blogger dari berbagai daerah, mulai dari Kalimantan hingga Lombok.
Berkat ulasan dan promosi para blogger, nama Restu Mande cepat melambung. "Bahkan saat itu kami punya sekitar 100 reseller," katanya.
Restu Mande juga sempat mendapatkan dorongan lewat pemberitaan dari RRI, memperkuat posisi mereka di hati konsumen.
Meski begitu, tak semua jalan mulus. Beberapa reseller memilih mundur karena tingginya ongkos kirim dan harga jual yang dinilai berat di pasar daerah. Namun, Restu Mande tetap berdiri kokoh.
Sebagian reseller setia bertahan, dan Nenden terus menggeber pemasaran lewat marketplace demi menjangkau lebih banyak pelanggan.
Kini, dengan dukungan sekitar 40 karyawan, Restu Mande tak hanya menjadi nama besar di Bandung, tapi juga di berbagai penjuru Nusantara.
Perjalanan Restu Mande membuktikan: dari pameran kecil di negeri seberang, bisa lahir bisnis raksasa dengan tekad dan inovasi tiada henti.
Restu Mande Bertahan di Tengah Ketatnya Persaingan
Di tengah ketatnya persaingan global dan melambungnya tarif impor Amerika Serikat, Restu Mande tetap teguh melangkah membawa cita rasa rendang kemasan ke berbagai belahan dunia.
Usaha rendang yang berbasis di Bandung ini sempat beberapa kali menembus pasar Amerika Serikat sebelum pandemi.
"Sebelum 2022, kami bisa kirim tiga hingga empat kali ke Amerika," kenang pendiri Restu Mande.
Namun badai pandemi mengubah segalanya. Waktu pengiriman yang semula hanya dua hingga tiga bulan melonjak menjadi tiga hingga sembilan bulan.
Bagi produk seperti rendang, yang hanya bertahan sekitar satu tahun, keterlambatan itu menjadi kendala besar.
"Kalau kontainer baru sampai setelah sembilan bulan, sisa umur produk tinggal tiga bulan. Buyer tentu berpikir dua kali," jelasnya.
Dalam kondisi seperti itu, buyer di Amerika lebih memilih produk yang lebih tahan lama seperti Indomie, yang cepat laku dan minim risiko kedaluwarsa.
Tak hanya di Amerika, tantangan serupa juga terjadi di Qatar. Restu Mande sempat mengirimkan 6.000 packs rendang — sekitar sepertiga isi kontainer.
Namun, harga jual rendang yang lebih tinggi membuatnya sulit bersaing dengan Indomie, yang tetap laris manis meski dijual tiga kali lipat dari harga awal.
"Rendang butuh waktu lebih lama untuk habis, sementara makin dekat ke masa expired, makin sulit dijual," ungkap Nenden.
Namun, semangat Restu Mande tak luntur. Meski harus menghadapi kerasnya pasar di Amerika dan Qatar, mereka terus merambah negara lain.
Kini, rendang Restu Mande sudah melanglang buana ke Singapura, Prancis, Uni Emirat Arab, hingga Kongo di Afrika.
Di Afrika, rendang Restu Mande dipercaya sebuah perusahaan catering internasional di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan makanan para pekerja tambang. Sebuah pencapaian membanggakan bagi UMKM asal Bandung ini.
Membuka Peluang, Memberdayakan Masyarakat
Tak sekadar berbisnis, Restu Mande juga menunjukkan komitmennya dalam memberdayakan masyarakat.
Hingga kini, usaha ini telah menyerap sekitar 40 karyawan, memberikan harapan baru bagi banyak orang di sekitarnya.
Salah satunya adalah Cicih, perempuan asal Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Di usianya yang kini lebih dari 50 tahun, Cicih dipercaya menjadi Kepala Produksi Restu Mande.
“Saya senang bekerja di sini. Awalnya saya tidak bisa masak, tapi di sini saya diajari meracik bumbu, membuat bumbu kering, sampai menggiling," ujar Cicih, yang telah bergabung sejak April 2011.
Bagi Cicih, bekerja di Restu Mande adalah berkah. Ia bisa membiayai sekolah anak-anaknya dan menopang kebutuhan hidup sehari-hari.
"Sebagai single parent, saya bersyukur. Mungkin di tempat lain, saya sudah tidak diterima karena usia saya 56 tahun," tutur Cicih haru.
Pemberdayaan Kelompok Tani Perempuan
Tak hanya gigih mengarungi pasar ekspor, Restu Mande juga punya misi mulia: memberdayakan perempuan desa.
Di balik gemerlapnya ekspor rendang kemasan ke berbagai penjuru dunia, ada kisah pemberdayaan yang tumbuh perlahan di Desa Cibiru Raya, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.
Restu Mande memberikan lahan seluas 1.000 meter persegi kepada Kelompok Wanita Tani (KWT) secara cuma-cuma.
Lahan itu menjadi ladang harapan bagi para ibu-ibu desa untuk menanam cabai, daun singkong, serai, kunyit, hingga daun jeruk.
Fitriani, Ketua KWT RW 15 Desa Cibiru Raya, menceritakan bagaimana kerja sama ini membuka jalan baru.
"Kami menanam, merawat, dan memanen. Hasilnya ditampung dan dibeli oleh Restu Mande," katanya.
Lewat pola ini, para petani perempuan mendapatkan tambahan penghasilan, meski diakui masih belum sepenuhnya mampu mengangkat kesejahteraan warga seperti yang diharapkan.
"Hasil pertanian memang masih terbatas. Tapi semangat kami tetap hidup untuk terus maju bersama," tambah Nenden, pendiri Restu Mande.
Setiap minggu, hasil panen disetor ke Restu Mande dan pembayaran dilakukan setiap bulan.
Tak hanya soal bisnis, Restu Mande juga rutin mengadakan kegiatan sosial seperti pembagian sembako dan pengajian untuk mempererat tali kebersamaan dengan para petani perempuan.
Menjaga Asa di Tengah Gempuran Pasar
Selepas pandemi, peta persaingan di bisnis makanan kemasan berubah drastis.
Marketplace dipenuhi pemain baru yang melihat peluang di bisnis makanan siap saji. Namun, Restu Mande tetap kokoh berdiri.
Keunggulan utama Restu Mande bukan hanya dari cita rasa rendang otentiknya, tetapi juga dari kelengkapan sertifikasi produk yang menjadi jaminan kualitas di mata konsumen.
Menyadari ketatnya kompetisi, Restu Mande kini tak hanya mengandalkan jalur ekspor.
Mereka aktif mengoptimalkan penjualan di marketplace, media sosial, hingga layanan food delivery seperti GoFood dan Grabfood.
"Kita tidak bisa hanya menunggu order masuk. Harus aktif cari traffic, menawarkan produk, dan optimasi di semua kanal," ujar pemilik Restu Mande penuh semangat.
Selain itu, diversifikasi produk dilakukan dengan mengembangkan olahan bumbu, yang lebih fleksibel dan lebih tahan lama dibandingkan produk berbahan dasar daging.
Membangun Kembali dengan Semangat Baru
Kehilangan sosok suami yang dulu menjadi tempat berbagi ide dan strategi, tak lantas membuat langkah pemilik Restu Mande surut.
Justru, ia kini semakin gigih membangun tim yang lebih solid untuk menghadapi kerasnya dunia bisnis.
Optimisme semakin menguat, apalagi Restu Mande kerap diundang untuk mengikuti berbagai event prestisius, seperti pameran di Singapura bersama BRI, hingga promosi makanan Indonesia yang digelar Kementerian Pariwisata dan PBB.
“Kami yakin, dengan kerja keras, inovasi, dan semangat kebersamaan, Restu Mande bisa terus bertahan, bahkan makin kuat, membawa rendang Indonesia ke panggung dunia,” tuturnya penuh harap.
Restu Mande pun terus memperluas kiprahnya lewat berbagai kolaborasi strategis. Belum lama ini, Restu Mande menggandeng sebuah perusahaan asal Jakarta untuk melakukan rebranding rendang dengan kemasan merek khusus milik perusahaan tersebut.
Kolaborasi ini tak hanya memperkuat positioning Restu Mande sebagai produsen rendang berkualitas, tapi juga membuka peluang penetrasi pasar lebih luas melalui merek mitra.
Tak hanya itu, selama empat tahun terakhir, Restu Mande juga rutin menjalin kerja sama dengan rumah amal dan lembaga zakat nasional.
Mereka mengolah daging kurban menjadi rendang siap saji, yang kemudian didistribusikan ke berbagai wilayah penerima manfaat.
Inisiatif ini menjadi bukti komitmen Restu Mande dalam mendukung program sosial sekaligus menjaga kualitas produk rendang sebagai warisan kuliner Nusantara. (*)