Soko Inspirasi

Anggy Risandy: Dari Impian Jadi Musisi Hingga Sukses Berbisnis Hardcase Musik

Jenama ini bukan berasal dari pabrikan besar dengan alat-alat canggih, melainkan dari sebuah tempat sederhana yang hampir mirip gudang di pinggir kali Gunungsari, sebelah barat Kampus Umaha YPM, Sidoarjo, Jawa Timur.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
26 Mei 2024
Anggy Risandy, 31, penguasa muda yang memproduksi hardcase khususnya musik dan juga hardcase untuk produk lainnya. (Dok. Pribadi Anggy Risandy)

BAGI sederet musisi terkenal seperti Indra Lesmana, Ziva Magnolia, Awdella, Tristan Julianos, Vira Talisa, dan lainnya, Ang Custom Hardcase jenama hardcase asal Sidoarjo adalah yang paling wahid, selain karena dirancang kuat saat dilempar-ditumpuk di bandara, produknya pun dapat mengindahkan segala permintaan desain dan menjadi solusi bagi keluhan mereka.

 

Ang Custom Hardcase, jenama yang diambil dari nama ownernya, Anggy Risandy, 31, punya perjalanan unik. Untuk dicintai musisi indie dan mayor di Indonesia, produknya tidak lahir dari pabrikan besar beralat super canggih, melainkan dari sebuah tempat hampir mirip gudang di pinggir kali Sidoarjo Tepatnya di Jl. Ngelom Megare RT.03/01 Taman Sepanjang Sidoarjo 61257.

 

Baca juga: Berkat Inovasi dan Adaptasi, UMKM Saung Rajut asal Kota Bandung Tetap Eksis

 

Yang ditawarkan bukan sekadar hardcase alat musik belaka, seiring beragamnya permintaan pelanggan, Ang Custom Hardcase mampu membuatkan hardcase & flightcase untuk kebutuhan produk apa pun, mulai dari makeup box, Camera box, electrical box, Equipment box, ools box, Robotic box, property box dll. Selain itu Ang Custom Hardcase juga pernah bekerjasama dengan beberapa instansi besar untuk project pembuatan box equipment diantaranya dengan ITS Surabaya, BNPB Surabaya, PP Property, PT Handal, PT. Pakerin, Inframe Surabaya, fastechindo, PT Henson Farma dll. Untuk Harga Ang custom hardcase sangat bervariasi Dibanderol dari harga Rp 750.000 sampai Rp. 2.500.000 harga juga dipengaruhi oleh size dan design yang diminta oleh customer.

 

Ang Custom Hardcase memang produsen ajaib dalam sektor kerajinan, proses produksi jenama tersebut hanya mengandalkan tangan-tangan lihai dari beberapa karyawan yang masih satu wasilah dengan Anggy, meskipun tanpa alat-alat modern & terbarukan, prinsipnya militan. Menerima segala desain hardcase & flightcase sebagai tantangan untuk terus berinovasi. Dan yang paling penting adalah hasil dan kualitas produknya yang telah teruji dan banyak diminati selama kurang lebih 11 tahun berjalan.

 

Baca juga: Momen Harkitnas, Produk Kulit Lokal Nomade asal Bandung Sukses ‘Go International’

 

Namun, di balik kesuksesan bisnis yang kini dijalankan oleh lulusan S1 Akuntansi universitas swasta di Kota Surabaya ada kisah panjang yang bermula dari mimpinya untuk jadi musisi terpandang.

 

Kisah dari bantar kali

 

 

Bermain musik bagi remaja di tahun 2000-an dipandang sebagai kemampuan yang keren. Saat itu, Anggy masih berseragam putih biru, mengikuti ekstrakurikuler musik, dan jatuh cinta pada musik. Saat menyampaikan keinginan kepada seorang bapaknya untuk membeli gitar, tekadnya ditampar penolakan dari sang bapak.

 

Walaupun tak dibelikan gitar, Anggy tak menyerah, “Kondisinya memang saat itu lagi pas-pasan, jadi penolakan itu saya Anggap sebagai motivasi buat saya untuk berprestasi dibidang itu,” tuturnya kepada Sokoguru.

 

Berbekal tekad yang kuat, dengan hanya meminjam gitar teman sebayanya. Anggy terjun pada sebuah festival musik antar sekolah. Berdarah-darah ia berlatih, akhirnya diraih piala demi piala dari festival tersebut. Bahkan, medali banyak didapat pada kompetisi lainnya.

 

Baca juga: Inabuyer B2B2G Expo 2024 untuk Perluas Pasar Produk UMKM

 

Nasib mujur datang dari bapaknya, melihat anak semata wayang punya berpotensi dalam bermain musik. Anggy langsung diajak bapaknya ke toko musik untuk dihadiahi gitar baru.

 

Pada saat di toko musik, setelah membeli gitar, bapaknya ditawari hardcase “Ini lo pak. Hardcase itu kopernya alat musik,” ujar pemilik toko dikisahkan Anggy.

 

“Akhirnya orang tuaku yang notabene pengrajin di bidang furniture ngerasa menemukan inspirasi. Dijelaskan bahannya dari plywood. Dari situ, bapaku bilang, wah bisa nih aku bikin ini,” sambungnya lagi.

 

“Akhirnya aku cuma dibeliin gitar aja. Pulang ke rumah, tak lama dari hari itu bapak bikin sendiri prototype-nya. Uji coba pertama gak sebagus sekarang. Aku pun tidak malu Waktu itu tak bawa ngalor ngidul main musik, festival, dan lomba di mana-mana,” tutur Anggy sambil tertawa.

 

Akhirnya, tambahnya lagi, banyak teman-teman sebayanya dalam kompetisi itu bertanya dari mana Anggy punya hardcase gitar bagus itu. Pada saat itu, mulai lah bapak Anggy menerima pesanan hardcase alat musik, meskipun waktu itu pesanan yang datang hanya satu-dua produk dalam sebulan.

 

Karir bermusik Anggy remaja luar biasa. Sebanyak 67 kali medali Group diraihnya, dan 18 kali di antaranya sebagai best player dari tingkat kabupaten, kota, propinsi hingga Pada masa yang sama, musisi muda itu meraih juara 2 Nasional ajang solo gitar. Pencapaian itu membuat Anggy punya karpet merah untuk memilih Sekolah dari yang standar nasional sampai internasional di kabupaten Sidoarjo.

 

Kiprah gemilang dalam bermusik banyak diraihnya semasa SMA. Dengan prestasi yang bejibun, Anggy mendapat kuota sebagai peserta didik berprestasi yang berkesempatan masuk perguruan tinggi melalui seleksi Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK). Bidikannya mengarah pada Institut Seni (ISI) Yogyakarta dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

 

“Waktu itu saya diomelin kenapa jauh-jauh. Kenapa enggak di dekat rumah aja. Akhirnya aku daftar di jurusan Sendratasik UNESA. PMDK gagal. Seleksi Bersama Masuk gagal. Jalur mandiri gagal,” tutur Anggy mengeluh.

 

Anggy yang semasa sekolah total dalam bermusik, membuat kompetensi dalam pelajarannya jauh dikata standar. Ia pun mengaku resah hanya piawai bermusik. Sebagai anak tunggal, batinnya dilarung ke kali tak berarus. Perasaannya mengambang.

 

Mimpi orang tuanya agar anak semata wayangnya ini berkuliah harus ditanggung, meski Anggy tahu jalannya pasti tunggang langgang. “Lo harus jadi orang & Lo harus bisa sukses,” ucapnya menampar diri sendiri.

 

Pertemuan dengan kakak sepupunya seketika membuat masa depan yang suram dipikiran Anggy sedikit menunjukkan jalan. “Kuliah di jurusan Akuntansi, lapangan pekerjaannya banyak,” ujar kakaknya.

 

Tak berpikir panjang, ia masuki dunia Akuntansi di universitas swasta di Surabaya. Meski masih buta terhadap ilmu tersebut, ia berusaha belajar melihat kenyataan. Rasa senang perlahan muncul. Meski nilai akuntansinya tak sempurna, Anggy mengaku dirinya pintar dalam hal manajemen & business. Berbekal ilmu yang dikuasai itu, ia paham apa saja yang mesti diterapkan dan dikembangkan pada bisnis yang ada dirumahnya.

 

Menggabungkan Musik dan Bisnis

 

 

Tepat pada 2013 ketika Anggy memasuki tingkat akhir berkuliah. Ia memutuskan mengambil alih bisnis yang sudah dimotori bapaknya bertahun-tahun. Teori menghitung Costing produksi, manajemen pemasaran, business strategy, buisness analysis & development yang dikenalnya kala menimba ilmu akhirnya dipraktekan secara langsung.

 

Di saat yang sama Anggy menemukan keterkaitan antara akuntansi dengan musik. “Akhirnya aku mikir kayak gini, aku boleh gagal untuk jadi seorang musisi, aku boleh gagal menjadi seorang seniman, aku boleh gagal untuk menjadi seorang praktisi musik & guru musik atau pemain musik hebat, aku boleh gagal,” ungkapnya menggebu.

 

“Tapi bagaimana kalau tak balik persepsinya, bagaimana kalau aku jadi pengusaha musik yang sukses. Boleh juga nih,” pikirnya.

 

Tahun tersebut menjadi titik balik penting. Anggy memanfaatkan era digital yang mulai berkembang pesat. Ia membuat website, akun media sosial, dan belajar tentang digital marketing. Strategi ini terbukti efektif. Bisnis mereka mulai dikenal lebih luas. Orderan semakin meningkat, bahkan dari luar kota sampai ke seluruh indonesia.

 

Namun, pertumbuhan ini membawa tantangan baru. Anggy dan timnya harus berinovasi agar tetap kompetitif. Mereka mulai menerima pesanan custom untuk berbagai keperluan, tidak hanya alat musik.

 

Tak hanya itu, produk-produk hardcase alat musik Ang Custom Hardcase pun telah mampu mengekspansi toko-toko musik besar di Surabaya. Tak kalah gemilang lagi, produknya pun menjadi favorit musisi terkenal di Indonesia. Hal ini membuktikan karya Anggy Risandy dalam konteks musik disambut baik industri musik tanah air.

 

Pandemi COVID-19 menjadi ujian berat bagi banyak pelaku bisnis, termasuk Anggy. Panggung hiburan tutup, dan permintaan untuk hardcase alat musik menurun drastis. Namun, diversifikasi produk yang telah dilakukan sebelumnya menyelamatkan bisnis ini. Permintaan untuk produk custom justru meningkat, seperti equipment box, tools box dan electrical box. Baik dari instansi pemerintah, swasta atau rumah sakit.

 

Saat ini, Anggy Risandy dan timnya terus berinovasi. Mereka tetap optimis dan melihat potensi besar di pasar dalam negeri. Meski peluang untuk ekspansi internasional ada, mereka memilih untuk memaksimalkan pasar lokal terlebih dahulu.

 

Anggy memiliki visi besar untuk bisnisnya. Ia ingin menjadikan Ang Custom Hardcase sebagai market leader di Indonesia. Baginya, kesuksesan bukan hanya tentang profit, tetapi juga bagaimana menciptakan bisnis yang berkelanjutan (sustainable) dan dapat diakses dengan mudah oleh banyak orang.

 

Selama belasan tahun terjun ke dalam bisnis ini, bukan hanya rumah baru sebagai ganjaran perjuangannya. Anggy Risandy pun terus me-reset keberhasilannya dan melakukan riset penting untuk mengembangkan usahanya lebih naik kelas lagi.

 

“Kita mungkin mulai dari nol, tetapi dengan kerja keras dan inovasi, kita bisa mencapai puncak,” ujar Anggy dengan penuh semangat.

 

Di usia 31 tahun, ia sudah membuktikan bahwa dari sebuah hobi, bisa lahir bisnis yang menjanjikan dan membawa manfaat bagi banyak orang. Mimpi Anggy menjadi musisi boleh jadi tak masalah dilarung ke tengah kali. Namun dengan jalan berbisnis yang sukses dan berkelanjutan, Anggy Risandy selayaknya musisi sejati, karyanya di Ang Custom Hardcase banyak dihargai oleh musisi-musisi negeri. (Fajar Ramdan/SG 2)