Humaniora

Pasar Muara, Surganya Ikan Hias di Bandung Butuh Sentuhan Pemerintah

Ujang berharap ada perhatian dari pemerintah yang memberi pembekalan kepada pedagang ikan hias di Pasar Muara. Adanya pendampingan  dan penataan ulang pasar diyakini bisa membuat usahanya berkembang.
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
03 Mei 2024
Ujang yang sudah 19 tahun berdagang  ikan hias di Pasar Muara, Bandung berharap ada perhatian pemerintah. (Dok. Sokoguru/Fajar Ramadan) 

DI trotoar sepanjang Jalan Peta, Situsaeur, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung terlihat  kios-kios ikan beratapkan seng berjajar.  Orang-orang berlalu-lalang, sebagian  berhenti mengamati ikan-ikan hias pancawarna di akuarium atau di dalam bungkusan plastik berbentuk bulat. 

 

Dari sebuah kios yang berukuran agak luas seorang pria sedang berbincang tentang penjualan ikan yang lumayan besar. Sementara di sebelahnya, seorang lelaki paruh baya, Ujang,  sedang menata toko yang luasnya hanya 1,5 meter persegi.

 

Suasana pasar ikan cukup bronx seperti tulisan pada baju yang dikenakan Ujang. Meskipun demikian, pasar ikan hias adalah surganya berbagai ikan yang memang dibanderol dengan harga terjangkau.

 

Baca juga: Teten Masduki Dorong Pengembangan Budidaya Ikan Hias Nasional

 

Satu persatu ikan hias dengan bentuk menawan, ia kemas dalam plastik bening seraya memberinya oksigen dari tabung berwarna merah di halaman kiosnya. Ikan-ikan dalam plastik itu ia gantung pada gantar di halaman depan kiosnya. 

 

Pasar Ikan Hias Muara satu-satunya yang terbesar di Kota Bandung. Berdiri semenjak 1980-an, pasar ini menjadi tempat mendulang rezeki bagi puluhan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menawarkan berbagai jenis ikan hias air tawar dan laut.

 

Akses menuju pasar itu mudah, selain karena terletak di pusat Kota Bandung. Sentra ikan hias ini terletak di pinggir jalan, tepat di trotoar jalan tersebut. Ini berbeda dengan pasar biasanya, trotoar yang menjadi lokasi niaga itu disulap bak sebuah gang dengan populasi ikan yang lebih banyak dari manusianya. 

 

Baca juga: Serunya Wisata dan Berbelanja di Pasar Ikan Hias Bandung

 

“Pasar ikan ini awalnya tahun 80-an, pokoknya pas jalan Peta dibangun barulah ada penjual ikan. Dulu belum sebanyak sekarang, mungkin tahun 1982,” tuturnya. 

 

Di tempat itu, 19 tahun lalu Ujang merintis usahanya Toko Tiga Putra. Harga Ikan hias yang dijualnya pun beragam, mulai dari Rp10.000 hingga paling mahal Rp250 ribu per ekornya, seperti ikan hias laut, ikan louhan serta ikan dengan genus predatoria yang lumayan menguras dompet. 

 

“Anak saya tiga, belum nambah lagi. Kalau nambah kan harus ganti nama toko jadi empat putra,” kelakarnya. 

 

Ikan hias masih menjadi hobi yang banyak digeluti masyarakat. Di era digital seperti ini, viralitas diakui Ujang sebagai pemicu dari ramai tidaknya pembeli. Sementara itu, ketika tren tidak ada penjualan menjadi tidak menentu.

 

“Ya gitu, kalau hari-hari biasa seringnya baru siang dapat pembeli pertama. Tapi, alhamdulillah setiap hari pasti ada pembeli,” ujarnya sambil memajang ikan yang terbungkus plastik. 

 

Ujang mengaku sebelum terjun di ikan hias, awalnya ia bejualan ayam. Namun flu burung memaksanya harus mencari peluang usaha lain. 

 

“Kebetulan waktu itu lagi ramai-ramainya orang nyari ikan louhan, saya mulai berjualan ikan di sini,” imbuhnya. 


 

Minta perhatian pemerintah

Untuk ukuran sentra yang hampir setengah abad berdiri, menurut Ujang, Pasar Ikan Hias Muara belum pernah tersentuh pemerintah. Perputaran ekonomi di pasar itu pun cenderung tak menentu. 

 

“Dulu waktu zamannya (alm) Oded Danial, pernah ada bahasan untuk rehabilitasi pasar Muara. Namun, entah karena beliau meninggal, program itu masih belum terlaksana sampai sekarang,” ujarnya mengeluh. 

 

Saat ini, sambungnya, kondisi kios kerap bocor bila datang hujan. Sebagai satu-satunya pasar yang jadi pusat penjualan ikan hias, Ujang berharap, Pasar Muara  ditata ulang. 

 

Tak hanya itu, ia pun menyoroti kios pedagang yang memakan bahu trotoar. “Kalau kios di kawasan ini, masih menyediakan ruang bagi pejalan kaki untuk berjalan. Tapi, di beberapa tempat ada yang memang menggunakan trotoar sebagai lokasi usahanya,” tambahnya. 

 

Tak hanya dari segi bangunan yang belum di benahi. Para pelaku usaha di kawasan Pasar Ikan Hias Muara pun belum pernah mendapat pembekalan pengetahuan dalam hal pengembangan bisnis, maupun legalitasnya. 

 

Ketika ditanya terkait legalitas usahanya,  seperti Nomor Induk Bisnis (NIB), Ujang tidak mengetahui sama sekali.  Keterlibatan pemerintah dalam mengurusi sentra ikan hias tersebut sepertinya masih alpa.

 

Padahal pasar ikan hias Muara bisa saja menjadi besar seperti halnya sentra ikan hias di Parung, Kabupaten Bogor yang menjadi tempat transaksi ikan hias terbesar se-Asia Tenggara. Untuk itu, Ujang sangat mengharapkan sentuhan pemerintah.

 

“Harapannya benar-benar ada pendampingan dan penataan ulang pasar ikan ini dari pemerintah. Mudah-mudahan memang ada jalannya. Saya juga ingin punya toko sendiri, agar usaha yang saya bangun belasan tahun ini bisa saya wariskan pada anak-anak saya,” pungkasnya. (Fajar Ramadan/ SG-1)