ANGGOTA Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera menindaklanjuti temuan indikasi kerugian negara sebesar ratusan miliar di PT Indofarma Tbk (INAF).
Desakan ini muncul setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif terhadap PT Indofarma Tbk dan anak perusahaannya pada 20 Mei 2024.
Laporan tersebut mengungkap adanya indikasi pidana dalam laporan keuangan PT Indofarma Tbk yang merugikan negara hingga Rp 371,83 miliar.
"Saya berharap Kejaksaan Agung dapat menindaklanjuti temuan ini dengan serius untuk menjaga integritas keuangan negara," ujar Nevi sebagaimana dilansir situs DPR RI di Jakarta, Sabtu (1/6).
Baca juga: Ketua DPD RI Apresiasi BUMN Tingkatkan Porsi TKDN Berbasis UKM Binaan
Menguak Permasalahan Keuangan
Permasalahan keuangan Indofarma diduga dipicu oleh anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM), yang tidak menyetorkan dana sebesar Rp 470 miliar dari hasil penjualan produknya.
Hal ini menyebabkan Indofarma kesulitan membayar gaji karyawan, yang sejak 2023 ditanggung oleh induk perusahaannya, Biofarma.
"Namun, Biofarma kini mulai membatasi pembayaran tersebut. Kasihan para karyawan yang sudah bekerja, tapi belum mendapat haknya," sesal Nevi.
Tren Keuangan yang Mengkhawatirkan
Kinerja keuangan PT Indofarma Tbk menunjukkan tren negatif dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2020, perusahaan masih mencatat laba sebesar Rp 27,58 miliar.
Baca juga: Digandeng KKP, Kejagung Pastikan Kebijakan Pengelolaan Lobster Sesuai Peraturan
Namun, pada 2021, Indofarma mengalami kerugian Rp 37,58 miliar, dan pada 2022 kerugian tersebut membengkak hingga Rp 428,46 miliar.
Hingga September 2023, kerugian tercatat mencapai Rp 191,69 miliar, terutama akibat menurunnya penjualan obat generik yang diproduksi perusahaan.
Seruan untuk Transparansi dan Tindakan Hukum
Nevi menekankan pentingnya transparansi dari direksi dan komisaris PT Indofarma Tbk terkait potensi kecurangan yang terjadi.
"Direksi dan Komisaris harus menjelaskan langkah-langkah yang telah mereka lakukan selama lebih dari dua tahun kasus ini berlangsung. Transparansi ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan investor," terangnya.
Ia juga menekankan pentingnya penegakan sanksi hukum yang tegas jika ditemukan tindak pidana oleh jajaran manajemen PT Indofarma.
"Ini untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan dan memastikan bahwa pelaku penyimpangan mendapatkan hukuman yang setimpal," tegas Nevi.
Peran Kementerian BUMN
Nevi juga menyoroti peran Kementerian BUMN dalam melakukan evaluasi menyeluruh atas kasus ini.
"Evaluasi tersebut harus mencakup pengaturan pengawasan dari induk perusahaan, anak perusahaan, dan cucu perusahaan di bawah Biofarma serta BUMN lain yang memiliki struktur serupa," ungkapnya.
Baca juga: Anggota Komisi VI DPR Dukung BUMN Pariwisata Turut Majukan UMKM
Selama ini, Kementerian BUMN telah mengeluarkan berbagai aturan terkait Good Corporate Governance (GCG) dan nilai-nilai AKHLAK BUMN.
Namun, menurut Nevi, aturan-aturan tersebut perlu diperbaiki dan diimplementasikan dengan lebih baik di lapangan.
Kejadian di Indofarma diharapkan dapat menjadi titik tolak untuk memastikan bahwa aturan GCG dan nilai-nilai AKHLAK BUMN bukan sekadar slogan, tetapi diterapkan secara nyata dan menghasilkan dampak yang terukur.
Mengajak Masyarakat untuk Memantau
Nevi berharap kejadian di Indofarma ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh BUMN dan mendorong seluruh karyawan, direksi, dan komisaris BUMN untuk mematuhi aturan GCG dan nilai-nilai AKHLAK BUMN.
"Saya menekankan pentingnya kerja sama antara BPK, Kejaksaan Agung, dan Kementerian BUMN dalam menangani kasus ini,” katanya.
“Kami di DPR juga mengajak masyarakat untuk terus memantau perkembangan kasus ini dan mendukung upaya-upaya yang dilakukan demi menjaga keuangan negara," tutup Nevi. (SG-2)