DI balik tembok Njeron Beteng, kawasan yang sarat sejarah di Kota Yogyakarta, Pasar Ngasem menyimpan cerita panjang tentang perjalanan waktu.
Lebih dari sekadar pasar, tempat ini menjadi saksi bisu transformasi budaya dan sosial selama lebih dari dua abad.
Dari Megahnya Istana Air ke Pasar Burung
Sejarah Pasar Ngasem dimulai dari Taman Sari, sebuah istana air megah yang dibangun pada 1765 oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Baca juga: Pasar Rangkasbitung: Warisan Sejarah dan Nadi Ekonomi Lebak
Kompleks ini dulunya dihiasi tanggul besar yang menahan air dari Kali Larangan dan Umbul Pacethokan, menciptakan danau yang mempercantik istana dengan arsitektur Jawa dan Portugis yang memukau.
Namun, kejayaan Taman Sari tak bertahan lama. Serangkaian bencana, termasuk gempa bumi pada 1803 dan 1867, serta serangan Inggris pada 1812, meninggalkan istana ini dalam puing-puing.
Di atas reruntuhan inilah, sekitar tahun 1809, lahir Pasar Ngasem, yang awalnya dikenal sebagai pasar burung.
Baca juga: Nostalgia Pasar Kosambi: Jejak Sejarah dan Romantisme di Tengah Modernitas Bandung
Pasar ini menjadi surga bagi pecinta unggas hias. Burung seperti merpati dan tekukur yang kerap dijadikan simbol budaya Jawa, ramai diperjualbelikan di sini.
Dok.wikipedia
Tak hanya sekadar tempat perdagangan, Pasar Ngasem juga mencerminkan nilai-nilai tradisi yang kaya.
Ruang Inspirasi Bagi Seniman
Pasar Ngasem yang awalnya dikenal sebagai pasar hewan peliharaan, terutama burung, yang menjadi daya tarik utama mulai bergeser menjadi pasar tradisional yang menjual berbagai produk konsumen.
Dengan konsep yang lebih inklusif, Pasar Ngasem kini melayani kebutuhan masyarakat setempat dan wisatawan dengan berbagai barang seperti kerajinan tangan, makanan tradisional, dan souvenir khas.
Memasuki abad ke-20, Pasar Ngasem tak hanya menjadi pusat jual beli, tetapi juga menjadi sumber inspirasi seni.
Suasana pasar yang riuh dengan warna-warni pedagang dan pengunjung, menjadi objek seni yang diabadikan oleh mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan seniman legendaris seperti Affandi.
Keindahan pasar ini memancarkan daya tarik artistik yang terus menarik perhatian seniman lintas generasi.
Bahkan hingga awal 2000-an, setiap akhir pekan, Pasar Ngasem dipenuhi oleh pedagang, pembeli, hingga seniman yang menciptakan karya di tengah keramaian.
Selain seni rupa, kawasan ini juga melahirkan seniman batik, musisi, dan berbagai penggiat budaya lainnya.
Kehidupan seni dan budaya di Pasar Ngasem menjadikannya sebagai salah satu denyut kreatif kota Yogyakarta.
Transformasi Modern: Wajah Baru Pasar Ngasem
Pasar Ngasem di Yogyakarta telah mengalami transformasi signifikan dari pasar hewan peliharaan menjadi pasar tradisional yang lebih modern, menawarkan berbagai produk dan pengalaman wisata.
Baca juga: Pasar Pahing: Jejak Sejarah yang Terus Berdenyut di Tengah Kota Kediri
Transformasi ini melibatkan perubahan fungsi, infrastruktur, dan peran budaya Pasar Ngasem, sehingga menjadikannya salah satu destinasi unggulan di Yogyakarta.
Tahun 2010 menjadi titik balik bagi Pasar Ngasem. Para pedagang burung direlokasi, dan kawasan ini disulap menjadi ruang publik modern.
Kini, Pasar Ngasem menjadi pusat seni dan budaya, dilengkapi dengan amfiteater yang sering menjadi lokasi acara seperti Festival Kesenian Yogyakarta (FKY).
Surga Kuliner Khas Jogja
Sisi timur pasar kini diisi oleh deretan penjual kuliner tradisional yang menjadi daya tarik tersendiri.
Saat pagi hari, pengunjung memadati pasar untuk mencicipi hidangan khas seperti lodeh dan besengek, sembari menikmati sisa-sisa sejarah Taman Sari yang masih terasa.
Lebih dari itu, bagi pecinta kuliner, Pasar Ngasem menawarkan pengalaman unik menikmati makanan khas Jogja.
Mulai dari Cilok Legend Bumbu Kacang Pak Nawi dengan tekstur kenyal dan bumbu kacang yang menggoda, hingga jajanan tradisional seperti lupis, klepon, dan cenil, semua tersedia dengan harga ramah kantong.
Dok.gmaps/Retno Trilaksari
Camilan legendaris seperti Apem Beras Bu Wanti, yang telah ada sejak 1970-an, juga menjadi favorit.
Dengan tekstur lembut dan rasa manis gurih, apem ini cocok sebagai teman sarapan.
Dok.gmaps/Dhea RH
Tak ketinggalan, ada Wedhang Sendang Ayu Bu Marsui, minuman rempah hangat yang menawarkan perpaduan jahe, kapulaga, sereh, dan kayu manis, cocok untuk menghangatkan tubuh di pagi hari.
Pesona yang Tak Lekang oleh Waktu
Pasar Ngasem bukan sekadar pasar, melainkan ruang yang menjembatani masa lalu dan masa kini.
Dari kemegahan istana air hingga pusat seni dan kuliner, pasar ini terus berkembang tanpa melupakan akarnya.
Bagi siapa pun yang berkunjung ke Yogyakarta, Pasar Ngasem adalah destinasi wajib.
Di sini, Anda dapat menyelami sejarah, seni, dan cita rasa tradisional dalam satu pengalaman yang autentik dan memikat. (SG-2)