MENJALANKAN apalagi meneruskan bisnis keluarga yang sudah berdiri puluhan tahun tidaklah mudah. Perlu menciptakan sesuatu yang baru, kreativitas baru, tetap profesional, harus menurunkan ego masing-masing serta memisahkan antara urusan keluarga dan perusahaan.
Prinsip-prinsip itu diperlukan agar perusahaan tetap berjalan dan berkembang, terutama yang mulai dikendalikan oleh generasi kedua. Hal ini penting dijalankan agar di generasi ketiga nanti perusahaan tidak hancur.
Demikian kesimpulan yang didapat dari diskusi panel Tantangan dan Peluang Bisnis Bareng Orang Terdekat, dengan pembicara Chief Marketing Officer Artkea, Atya Sardadi dan Founder Batik Trusmi Sally Giovany, pada acara Indonesia Womenpreneur Conference (IWC), di Gedung Bulog Jakarta Sabtu (24/8).
Baca juga: Ingin Belajar Bisnis Waralaba, Puluhan Perempuan Ikuti Webinar Akademi Femina
Pada kesempatan itu tampil pula narasumber Managing Partner Yuking & Co Attorneys at Law, Ana Sofa Yuking dan Partogi Tobing dari OCBC.
Pada acara yang dimoderatori oleh Petty S Fatimah, Chief Brand Officer Akademi Femina itu, Atya mengatakan saat ini ia bersama kakak dan adiknya sebagai generasi kedua menahkodai perusahaan yang dirintis ibunya 30 tahun lalu.
“Sebagai generasi kedua boleh dibilang saya ini sudah menikmati, dan saya tidak mau nanti generasi ketiga setelah saya yang menghancurkan. Untuk itu saya mengajak saudara-saudara saya untuk selalu meng-create new. Menciptakan sesuatu yang baru agar Artkea tetap eksis. Ini tidak mudah,” ujar perempuan lulusan sekolah bisnis di Amerika Serikat itu.
Baca juga: Hari Perempuan Internasional, Pemkot Bandung Dorong Tingkatkan Peran Wanita
Atya juga mengakui ada sedikit perbedaan model manajemen ketika usaha yang dijalani oleh ibunya dulu dan saat dipegang olehnya.
“Kalau dulu ibu itu kan one man show, semuanya dikerjakan sendiri. Semua harus keputusan ibu. Awalnya, saya juga begitu. Saya jadi desainernya, saya jadi modelnya, saya jadi marketingnya. Tetapi ketika kita harus berbagi tugas antara kakak dan adik, akhirnya itu membuka mata ibu bahwa bisnis itu jangan semua dipegang sendiri,” imbuh Atya.
Prinsip berbagi peran juga dilakukan Sally dan suaminya Ibnu Riyanto yang memulai usaha batiknya dari kado amplop pernikahan. Di hadapan ratusan peserta IWC 2024, Ibu tiga anak itu mengaku, usahanya berjalan mulus setelah empat tahun dijalaninya bersama suami.
“Awalnya sering ribut, bertengkar. Bisa tuh dari rumah sampai ke toko dan balik lagi ke rumah kita diam-diaman. Tetapi seiring berjalannya waktu kita duduk bareng dan berbagi tugas. Ternyata suami itu senangnya di belakang layar, sementara saya senangnya tampil. Karena itu, akhirnya suami tugasnya di proses bisnisnya, dan untuk pemasarannya saya yang pegang,” jelas Sally.
Selain itu, lanjutnya, ia dan suami sepakat tidak membawa masalah pekerjaan ke rumah, dan tidak mencampuradukkan keuangan keluarga dengan perusahaan.
“Apalagi saya juga sebagai ibu, dan istri. Jadi pintar-pintar kitalah bagi waktu. Kapan badan kita untuk perusahaan dan kapan diri kita untuk keluarga,” imbuh Sally.
Harus terdokumenasi
Sementara itu, Ana yang membahas dari segi hukum mengingatkan para pelaku bisnis untuk selalu mendokumentasikan semua usaha secara legal.
“Yang perlu dicermati dalam bisnis bersama keluarga atau orang kita kenal, entah itu suami, sahabat, kakak atau adik adalah perbaiki podasi hukumnya. Jangan berpikir usaha yang baru dibangun itu cuma kecil-kecilan. Karena itu, semua usaha harus memiliki dokumen,” ujarnya.
Di dalam dokumen itu, lanjut Ana, pembagian manajemen, ada pembagian profit, hak dan kewajiban harus jelas. Kalau ada kontrak harus jelas. Produk, merek harus didaftarkan.
“Jangan nanti kalau sudah besar lalu dicuri orang lain, baru kita sibuk mengurus dokumennya. Apalagi kalau produk kita dibidang kreatif itu kerap terjadi pelanggaran HaKI. Saya ingatkan, keributan muncul ketika uang sudah mulai banyak. Sebab itu, sejak awal dibenahi dokumennya,” jelas Ana yang menyediakan waktunya setiap Jumat membuka konsultasi gratis buat perempuan pelaku UMKM.
IWC diselenggarakan untuk ketiga kalinya oleh Akademi Femina, dan Wanita Wirausaha Femina. Setelah panel diskusi pertama, para peserta selanjutnya mengikuti panel kedua dengan tema UMKM Naik Kelas - Menuju Bisnis Inklusif dan Responsif Gender yang Tangguh dan Berdaya Saing.
Tampil sebagai pembicara Founder Salam Rancage Aling Nur Naluri Widianti, Founder Torajamelo, Dinny Jusuf, dan Poppy Ismalina, Senior Advisor Women's Economic Empowerment UN Women Indonesia.
Sebelumnya, acara yang berlangsung sejak pagi hingga sore hari itu dibuka oleh Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog, Sonya Mamoriska Harahap dan Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Dewa Ayu Laksmiadi Janapriati. (Ros/SG-2)