BERBICARA soal pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tak bisa dipandang sebelah mata.
Kendati kecil namun perannya cukup besar dan patut mendapat perhitungan sekaligus perhatian serius dari pemerintah.
Coba tengok data riset Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop). Tim risetnya menyebut bahwa mayoritas atau 99% bisnis di Tanah Air berada di level UMKM.
Tak sebatas itu, UMKM mampu berkontribusi sebesar 61,9% terhadap total produk domestik bruto (PDB) nasional. Jelas ini luar biasa dan memiliki potensi besar.
Sektor UMKM juga disebut telah menyerap sekitar 97% tenaga kerja lokal. Artinya, apabila UMKM berkembang dan kuat, maka memliki peran sentral dan berkontribusi dalam menyediakan lapangan kerja.
Sebenarnya, seberapa banyak jumlah UMKM di Indonesia. Jika menengok data yang pernah diluncurkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI pada Agustus 2023, angkanya cukup besar.
Jumlah UMKM yang onboarding sudah mencapai total kumulatif 22,68 juta UMKM per Juni 2023. Yang pastinya, eksistensi UMKM perlu mendapat tempat istimewa di mata pemerintah.
Perhatiannya tak sebatas dukungan, pembinaan dan pembiayaan, tetapi segala aspek yang menjadi kendala pertumbuhan UMKM perlu dipangkas.
Belum lama ini, ramai dibicarakan soal Kementerian Agama (Kemenag) mewajibkan pelaku UMKM, termasuk pedagang kaki lima untuk mempunyai sertifikat halal produknya.
Pemerintah melalui Kemenag telah memberi batas waktu untuk pelaku usaha mengurus sertifikat halal sampai tanggal 17 Oktober 2024.
Apabila produk yang tidak bersertifikat halal melebihi tenggat waktu ditetapkan akan dikenakan sanksi yang sesuai aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Dalam aturan, Pasal 149 Ayat 2 PP No 39 Tahun 2021 menyebut sanksi administratif yang dikenakan pelaku usaha, berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal dan/atau penarikan barang dari peredaran.
Dalam hal penetapan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), bunyi pasal 149 ayat 6.
Denda untuk Pelaku UMKM
Pertanyaan apakah sudah tepat soal denda kepada pelaku UMKM terkait sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag?
Memang pihak Kemenkop dan UKM telah menyatakan untuk mendorong sertifikasi halal bagi produk UMKM, termasuk pedagang kaki lima.
Hal ini agar pelaku UMKM termasuk pedagang kaki lima (PKL) tak mendapat sanksi seperti yang tertuang dalam aturan tersebut.
Perlu diketahui, dari Oktober 2019 sampai dengan Februari 2024 baru diterbitkan sebanyak 3.817.543 sertifikat halal. Padahal yang dibutuhkan lebih dari 6 juta produk UMKM untuk mencapai target tersebut.
Di sisi lain, Kemenkop UKM memberikan sertifikasi halal kepada 1.000 produk UMKM secara gratis. Janjinya sebanyak 15 ribu produk UMKM yang akan diberikan sertifikat halal.
Yang terang angka tersebut terlalu kecil atau angka minoritas dari jumlah UMKM yang diperkirakan mencapai lebih dari 22 juta.
Di sisi lain dan perlu diketahui pula bahwa sebagian besar pelaku UMKM masih belum paham terkait prosedur hingga pentingnya sertifikat halal.
Memang kini, terdapat dua cara untuk mengajukan sertifikasi halal, yakni secara reguler dan self declare.
Bagi pelaku UMKM dapat mengajukan dengan cara self declare. Biaya yang dikenakan sebesar Rp 230 ribu per produknya.
Sementara, untuk pelaku UKM dan besar masuk dalam kategori reguler. Adapun biaya yang dibutuhkan untuk pelaku usaha mikro kecil sebesar Rp 300 ribu per produk, pelaku usaha menengah sebesar Rp 5 juta per produk, dan pelaku usaha besar Rp 12,5 juta per produk.
Dalam upaya membangkitkan UMKM, perlu upaya serius dan sinergi antara kementerian dan lembaga. Terlebih lagi, UMKM bisa dikatakan jadi bagian dari urat nadi perekonomian nasional.
UMKM memiliki peran penting dalam membantu pertumbuhan perekonomian nasional melalui penyedian lapangan kerja yang besar.
Pertanyaan apakah layak terkait kewajiban sertifikasi halal kepada UMKM dikenai sanksi dan denda besar.
Selayaknya Kemenag dalam BPJPH tak membebankan sertifikasi halal dengan berdasarkan PP Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Dengan peran dan kontribusinya yang besar, sepatutnya segala kendala yang membebani pelaku UMKM dihilangkan dan dipangkas. Rasanya bijak bila sertifikasi halal untuk pelaku UMKM sebaiknya dipermudah dan bila perlu gratis.
Sebagai penjamin produk halal melalui sertifikasi, BPJPH perlu berperan mendukung kemaslahatan umat Islam dengan memberi pelaku UMKM mendapat kemudahan dan sepatutnya tak dikenai biaya untuk mendapatkan sertifikasi halal.
Melalui kemudahan dan gratis untuk mendapat sertifikasi halal bagi pelaku UMKM, BPJPH telah turut bisa membawa kemaslahatan umat dengan membuka lapangan kerja dan memangkas pengangguran.
Tak hanya itu, Kemenkop UKM, Kemenko Perekonomian, kementerian terkait, dan lembaga lainnya mengalokasikan anggaran mereka untuk mendukung pelaku UMKM mendapat sertifikat secara cuma-cuma. (SG-2)