SOKOGURU, PERSIB - Pelatih Persib Bandung, Bojan Hodak, angkat bicara menyusul kabar denda besar yang menimpa timnya dari AFC. Hukuman ini muncul setelah laga tandang melawan Selangor FC di lanjutan ACL 2 2025/2026.
Pertandingan pada 6 November itu memanas, terutama di tribun suporter. Terjadi insiden ketika 23 bobotoh memasuki lapangan dan melempar botol ke arah tim tuan rumah.
AFC kemudian menjatuhkan denda 500 juta rupiah hanya untuk satu insiden, dan secara keseluruhan Persib harus menanggung lebih dari 1 miliar rupiah selama fase grup ACL 2.
Bojan menekankan, Bobotoh seharusnya bisa menahan diri meski situasi di stadion sering memanas.
“Saat di stadion terkadang tensi pertandingan memang panas dan ini yang harus jadi perhatian,” ujarnya.
Ia menilai, pembayaran denda tentu merugikan klub, apalagi Persib tengah berjuang di dua kompetisi besar: ACL 2 dan Super League.
Pelatih asal Kroasia ini juga menyoroti penggunaan flare, yang kembali menimbulkan denda besar.
Menurutnya, para suporter seharusnya bisa berpikir lebih jernih dan menyalurkan dukungan dengan cara yang positif.
Baca Juga:
“Setelah lawan Bangkok, ada enam flare dan keenam orang ini tidak memikirkan itu, dan klub jadi didenda. Mereka tidak datang untuk mendukung kami, tapi untuk kesenangannya sendiri,” katanya.
Bojan menekankan, setiap rupiah yang dibayarkan sebagai denda seharusnya bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih bermanfaat bagi klub dan pemain.
Hal ini bukan sekadar soal uang, tapi juga tentang bagaimana dukungan suporter bisa memengaruhi performa dan suasana tim di lapangan.
Ia mengajak seluruh elemen suporter Persib untuk menyalurkan energi mereka dengan cara yang membangun.
Tidak ada yang salah dengan semangat tinggi, tapi ketika tindakan tersebut merugikan klub, dampaknya terasa sampai ke lapangan.
“Jika diperbolehkan silahkan, tapi ini tidak, ini mengakibatkan hukuman. Marilah mengikuti aturan,” ujarnya.
Bojan juga menekankan pentingnya kesadaran kolektif. Dukungan suporter yang positif tidak hanya menjaga stabilitas finansial klub, tetapi juga memberi motivasi bagi pemain untuk menampilkan performa terbaik.
Menurutnya, momen-momen seperti ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa antusiasme harus dibarengi dengan disiplin dan pertimbangan.
Di sisi lain, kasus ini menjadi pengingat bagi klub lain dan federasi bahwa interaksi antara suporter dan tim bukan sekadar hiburan.
Setiap tindakan, sekecil apapun, bisa berdampak luas, baik dari sisi moral, finansial, maupun reputasi.
Refleksi ini penting agar budaya dukungan di stadion berkembang sehat dan tidak merugikan siapapun.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan bagi publik dan pengamat sepak bola: bagaimana membangun ekosistem suporter yang energik tapi tetap bertanggung jawab?
Kesadaran dan edukasi terhadap aturan bisa menjadi kunci agar insiden serupa tidak terulang di masa depan.
Bojan menutup pernyataannya dengan ajakan sederhana namun penting: semua pihak, baik suporter maupun manajemen, harus menyeimbangkan semangat dan aturan agar dukungan tetap bermakna dan bermanfaat bagi klub.
“Ini bukan soal membatasi kegembiraan, tapi soal memastikan setiap aksi membawa dampak positif,” pungkasnya. (*)