Soko Berita

Alasan di Balik Pengurangan Isi MinyaKita Terungkap, Pabrik di Karawang Ditutup!

Sidak minyak. Kemendag dan Satgas Pangan Polri menutup pabrik MinyaKita ilegal di Karawang. Praktik curang ini merugikan UMKM dan konsumen. Simak selengkapnya!

By Ratu Putri Ayu  | Sokoguru.Id
14 Maret 2025

MinyaKita oplosan terungkap! Pabrik di Karawang ditutup karena mengurangi isi minyak. UMKM dan konsumen jadi korban! Bagaimana nasib pasar minyak goreng rakyat?

SOKOGURU, KARAWANG - Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri resmi menutup salah satu produsen MinyaKita yang terbukti mengurangi volume isi dalam kemasan tanpa sesuai dengan takaran yang tercantum.

Pabrik yang dimaksud adalah milik PT Artha Eka Global Asia (AEGA) yang beroperasi di Karawang, Jawa Barat. Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan pengurangan isi MinyaKita.

Menanggapi laporan tersebut, Kemendag bersama Satgas Pangan Polri segera mengirim tim ke lokasi produsen di kawasan Depok guna melakukan pengecekan langsung.

Produsen Sempat Menutup Pabrik Lama

Namun, saat tim tiba di lokasi, mereka mendapati bahwa pabrik kemas di kawasan Depok telah ditutup. Penelusuran lebih lanjut mengungkap bahwa PT AEGA telah memindahkan pabriknya ke Karawang Sentra Bizhub, Karawang, Jawa Barat. Akhirnya, pabrik tersebut menjadi target penutupan oleh Kemendag dan Satgas Pangan Polri.

Barang Bukti yang Disita di Pabrik Karawang

Bersamaan dengan penutupan, tim penyelidik berhasil menyita sejumlah barang bukti. Di antara barang yang disita adalah 140 karton MinyaKita dengan volume kurang dari satu liter serta 32.284 botol kosong berukuran antara 750 hingga 800 mL yang disiapkan untuk produksi.

Pabrik Baru Beroperasi Sebulan Sebelum Ditutup

"PT AEGA baru pindah ke lokasi ini sekitar satu bulan lalu. Saat dilakukan pemeriksaan, kami menemukan banyak botol dengan ukuran 750 mL yang diduga akan digunakan untuk produksi MinyaKita," ungkap Budi di pabrik PT AEGA, Kabupaten Karawang, pada Kamis (13/3/2025).

Produksi Dihentikan Sebelum Berjalan

Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa sebelum produksi sempat berjalan, tim pengawas berhasil mengungkap praktik ini sehingga pabrik tidak bisa lagi memproduksi minyak dengan isi yang tidak sesuai takaran. "Karena sudah terdeteksi, produksi ini tidak bisa dilanjutkan lagi dan perusahaan dilarang beroperasi," tegasnya.

Skema DMO dan Kebijakan MinyaKita

MinyaKita merupakan minyak goreng bersubsidi yang diproduksi berdasarkan skema domestic market obligation (DMO). Kebijakan ini mengharuskan perusahaan eksportir minyak sawit mentah (CPO) untuk terlebih dahulu menyediakan minyak goreng bagi kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor.

Peraturan Baru yang Mengatur MinyaKita

Skema ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat. Namun, karena keterbatasan pasokan dari skema DMO, beberapa produsen mulai mencampur MinyaKita dengan minyak goreng komersial.

Modus yang Digunakan oleh Produsen Nakal

"Karena ingin memproduksi dalam jumlah besar, perusahaan ini menggunakan minyak goreng non-DMO agar tidak terdeteksi," jelas Budi. Tindakan ini memungkinkan mereka untuk tetap memasarkan produk dengan merek MinyaKita meskipun tidak sepenuhnya berasal dari pasokan DMO.

Ketidaksesuaian Pasokan dan Kebutuhan Minyak Goreng

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang, menambahkan bahwa minyak goreng rakyat yang berasal dari skema DMO hanya mencapai 160.000 hingga 170.000 ton per bulan. Padahal, kebutuhan minyak goreng murah nasional mencapai 257.000 ton per bulan.

Strategi Produsen Nakal untuk Menutup Kekurangan

Karena selisih pasokan tersebut, beberapa produsen nakal memilih untuk mengisi merek MinyaKita dengan minyak goreng komersial yang bukan berasal dari DMO. "Kebutuhan di pasar mencapai 257.000 ton per bulan, sementara pasokan dari DMO hanya sekitar 160.000-170.000 ton," jelas Moga.

Pengurangan Isi Minyak sebagai Upaya Menekan Biaya

Lebih lanjut, Moga menjelaskan bahwa harga minyak goreng komersial lebih mahal dibandingkan minyak dari skema DMO. Oleh karena itu, produsen nakal mengurangi isi MinyaKita agar tetap memperoleh keuntungan. "Indikasinya adalah pengurangan takaran dilakukan untuk menutupi biaya bahan baku minyak komersial yang lebih tinggi," pungkasnya.

Dampak dan Langkah ke Depan

Penutupan pabrik ini menjadi langkah tegas dalam memastikan kualitas dan ketepatan takaran MinyaKita sesuai standar. Konsumen diharapkan lebih waspada terhadap produk yang tidak sesuai spesifikasi dan pemerintah akan terus memperketat pengawasan terhadap produsen minyak goreng. (*)