KLINIK UMKM
Belajar Mental Enterpreuner Dari Pedagang Asongan
sebagai pelaku UMKM, banyak problem yang kita hadapi, tapi apa pelajaran yang bisa kita petik dari pedagang asongan?
Olehapsoro
29 Agustus 2022 05:10

Ketika lampu merah dan kendaraan menepi, ia beroperasi, dan ketika lampu hijau, ia akan menepi.

Bagi kita pengguna jalan raya, berhenti di lampu merah itu sudah hal pasti. Di sana, selain rehat sejenak, kita akan bertemu para pedagang asongan. Sosok yang tiba-tiba muncul tanpa diundang, dengan mata yang sigap menyapu reaksi pengendara, berjalan dari ujung jalan sampai ekor kemacetan.

Bukan cuma lampu merah, hadirnya pedagang asongan terkadang menjadi early warning bagi pengendara, jika kondisi berkendara di depan terjadi kemacetan, khususnya jika daerah tersebut tidak ada lampu pengatur lalu lintas.

Berbicara jumlah, rata-rata apabila kita amati, pada jalur jalan raya yang gemuk, bisa terdapat 2-4 pedagang asongan yang menjadikan area Traffic light sebagai daerah operasi pemasarannya.

Tahun 90-an koran, buletin, air mineral  menjadi produk dominan yang didagangkan oleh pedagang asongan, saat ini produk yang didagangkan bahkan sudah mulai bertambah, dari makanan khas setempat, topi, bendera, hingga mainan anak-anak.

Terlepas dari ketentuan hukum yang ada tentang menjadikan jalan raya sebagai tempat berjualan, boleh atau tidak, tapi ada pelajaran penting yang bisa kita petik darinya.

Pertama adalah Super Service. Dengan hanya diberi waktu kurang dari satu menit (rata-rata lampu merah menyala) para pedagang menawarkan dagangan dan bertransaksi. Mereka harus mampu closing. Jauh beda dengan kita yang buka usaha yang berbentuk warung atau toko bahkan ruko yang bisa buka berjam-jam.

Kedua adalah segmentasi. Rata-rata pedagang asongan tahu apa yang cocok didagangkan sesuai dengan  kebutuhan pengendara. Contoh khusus jalur jalan raya dengan jumlah kendaraan angkutan umum dan angkutan barang yang jumlahnya banyak, maka yang dijual adalah rokok, air mineral plus kopi yang diseduh dengan kilat, dan es teh manis dalam kantong plastik bening. Sementara jika lampu merahnya dekat pintu Tol maka yang didagangkan adalah tongkat e-toll.

Dan yang terakhir adalah mental fighter, The real mental entrepreneur . Meraka bisa jadi tidak pernah mengikuti pelatihan motivasi, trainng dan seminar tentang membentuk membangun mental wirausaha, namun mereka terjun langsung. Inner spirit lah yang membuat mereka bergerak ke kota turun ke jalan berteriak, berlari menawarkan dagangan,  menantang terik matahari dan membajalah mental mereka.

Mereka datang dari kampung-kampung, tapi harus berani menghadapi “penguasa” area, diterpa angin, bising, polusi, hujan panas dan tanpa rasa malu jika bertemu tetangga atau teman , semua dijalani. Mereka Tangguh!

Bagaimana dengan kita, apakah kita kategori mental pedangang asongan, mental perantau, mental transmigrant, atau kita sebenarya hanya Namanya saja pengusaha, jabatan owner, namun mudah turun mental jika sehari tidak menonton youtube motivator.

Editor Sokoguru: Ahmad Yunus
TANYA JAWAB
smiley
0/1400 Karakter
    Tidak Ada Komentar