KINERJA Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di sektor furnitur pada 2021 - 2023 menelurkan pendapatan negara sebanyak 44 triliun rupiah dengan jumlah serapan tenaga kerja langsung sebanyak 805 ribu.
Meski potensi ekonomi dari produk furnitur dan kerajinan ramah lingkungan sangat tinggi, namun ternyata masih ada berbagai kendala yang menghadang.
Permasalahan jaminan ketersediaan bahan baku dan biaya logistik yang tinggi menjadi permasalahan yang terus membayang-bayangi pelaku usaha.
Demikian disampaikan, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dalam sambutan pada acara Annual General Meeting ASMINDO (Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia), Tangerang, seperti dilansir kemenkopukm.go.id, Selasa (28/2).
Dengan permasalahan tersebut, sambungnya, mengajak seluruh pemangku kepentingan berupaya mencari solusi bersama demi kelangsungan dan pertumbuhan sektor ini.
"Kami berkomitmen untuk terus mendukung industri perabot (furnitur) dan kerajinan agar dapat berkembang secara berkelanjutan. Kami percaya bahwa kerja sama antara pemerintah, industri, dan lembaga terkait akan membawa kita menuju masa depan yang lebih baik," kata MenKopUKM.
Lebih lanjut, ia memaparkan hasil riset KemenKopUKM dan UNDP tahun 2021 menunjukan bahwa sebanyak 84 persen pelaku usaha (termasuk di sektor UMKM) tertarik pada bisnis ramah lingkungan,” ujar Teten.
“Sebanyak 58 persen pelaku usaha memulai bisnis untuk memperbaiki lingkungan dan 56 persen memproduksi pakaian ramah lingkungan, produk rendah karbon, dan sistem pengurangan limbah,’ imbuhnya.
Menanggapi pencapaian tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) berkomitmen mendukung pertumbuhan wirausaha baru yang ramah lingkungan terutama di bidang furnitur dan kerajinan mengingat potensi pertumbuhan wirausaha ramah lingkungan yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
Siapkan Rumah Produksi Bersama
Dorongan KemenkopUKM untuk memajukan para pelaku UMKM di sektor furnitur dan kerajinan, diawali dengan membangun Rumah Produksi Bersama (RPB) komoditas rotan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Dalam RPB tersebut, bahan baku rotan akan melalui proses pengolahan menjadi bahan baku setengah jadi (fitrit, poles) dan furnitur.
Tak hanya itu, RPB lain pun dibangun di Labuan Bajo, NTT, yang khusus memproduksi bambu laminasi sebagai bahan pengganti kayu. Untuk mendorong langkah tersebut, KemenkopUKM melakukan inisiatif dengan membudi dayakan bambu di lahan seluas 100 ribu hektare.
"Bersama Pemda kita akan kembangkan menjadi sekitar 100 ribu hektare lahan (untuk budidaya bambu). Ini potensi yang sangat besar untuk mengembangkan dan memproduksi timber untuk furnitur," kata Teten.
Sementara itu untuk permasalahan pemasaran, pemerintah secara aktif memfasilitasi dan mendukung pameran Industri Furniture IFFINA oleh ASMINDO, KRIYANUSA oleh Dekranas, IFEX oleh HIMKI, dan SAEXPO 2023. Kemudian dilakukan inisiasi pengembangan Indonesia Trading House (ITH) di China dan Singapura untuk mengembangkan pasar internasional.
"Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan bahan baku, memperkuat pasar dalam negeri dan meningkatkan ekspor yang pada gilirannya akan berkontribusi pada pendapatan daerah dan devisa negara," kata Teten.
Potensinya menjanjikan
Ketua Umum ASMINDO Dedy Rochimat membenarkan bahwa permintaan produk furnitur dan kerajinan ramah lingkungan di pasar internasional terus meningkat. Tahun 2022, permintaan furnitur ramah lingkungan mencapai 51,02 miliar dolar AS.
Meskipun angka ini baru mencapai 6,7 persen dibandingkan dengan permintaan furnitur secara keseluruhan, yakni sebesar 766 miliar dolar AS, namun pada 2060, permintaan furnitur ramah lingkungan diperkirakan mencapai lebih dari 25 persen dari keseluruhan permintaan furnitur.
"Indonesia berpotensi besar untuk menjadi pusat pengembangan dan produksi furnitur terbesar di dunia. Kita punya kekayaan alam berlimpah di 17 ribu pulau terutama terkait dengan ketersediaan bahan baku furnitur yang berkelanjutan," kata Dedy.
Menurutnya permintaan furnitur di Kawasan Asia diperkirakan mencapai 179,20 miliar dolar AS pada tahun 2024 dimana sebesar 5,23 persen atau 9,37 miliar dolar AS disumbang oleh permintaan furnitur ramah lingkungan. Besarnya potensi pasar ini harus direspons dengan membuat pusat-pusat riset dan produksi furnitur ramah lingkungan di kawasan-kawasan industri, termasuk kawasan industri di Indonesia.
"Kita perlu menyusun target bersama dan menyusun langkah-langkah kerja nyata untuk menghasilkan nilai ekspor furnitur dan kerajinan ke pasar global sebesar 1 persen dari pasar dunia atau sekitar 7 miliar dolar AS per tahun. Kata kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi semua stakeholder," ucapnya.
Chairman of Council of Asia Furniture Associations (CAFA) Xu Xiangnan menambahkan bahwa menjalankan usaha berkelanjutan menjadi keharusan demi masa depan umat manusia. Oleh sebab itu CAFA siap menjalin kemitraan dengan lembaga pemerintah, organisasi industri, dan perusahaan komersial untuk tumbuh bersama di kawasan Asia Pasifik.
"Kami berupaya mewujudkan gagasan pembangunan ramah lingkungan dan rendah karbon untuk menjadikan industri furnitur Asia sebagai contoh yang baik dalam menerapkan inisiatif bambu sebagai pengganti plastik,"pungkasnya. (SG-3)